Gambar : Prof. Gamantyo Hendrantoro (tengah) bersama para delegasi universitas di Indonesia dan manajemen ASEA-UNINET dalam sidang pleno di Brescia, Italia.
Surabaya, FT-EIC ITS – Peran perguruan tinggi dalam menghadapi tantangan global tidak lagi terbatas pada ruang lokal. Melalui kolaborasi lintas negara, inovasi dan riset menjadi jembatan menuju kemajuan berkelanjutan. Salah satu sosok yang berperan penting dalam memperluas jejaring ini adalah Prof. Ir. Gamantyo Hendrantoro, M.Eng., Ph.D., dosen Departemen Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Beliau kini menjabat sebagai Vice President sekaligus Regional Coordinator for Southeast Asia di ASEA-UNINET, setelah sebelumnya ditunjuk sebagai perwakilan ITS untuk menghadiri sidang pleno ASEA-UNINET di Brescia, Italia, pada 8–12 September 2025.
ASEA-UNINET (ASEAN-European Academic University Network) merupakan konsorsium internasional yang menghimpun universitas dari Asia Tenggara dan Eropa dalam wadah kerja sama akademik dan riset. Dalam perannya, Prof. Gamantyo bertugas mengkoordinasikan kolaborasi di kawasan Asia Tenggara, sekaligus memperkuat kemitraan antara universitas di wilayah ini dengan berbagai institusi di Eropa.
“Peran utama saya adalah menjembatani universitas-universitas di Asia Tenggara agar dapat berkolaborasi lebih luas, baik antarnegara di kawasan ini maupun dengan mitra di Eropa,” jelas Prof. Gamantyo. Ia menekankan bahwa fokus ASEA-UNINET bukan hanya pada pertukaran akademik, tetapi juga pada pembangunan jejaring riset yang berkelanjutan dan saling menguntungkan.
Beberapa bidang yang menjadi prioritas pengembangan di bawah koordinasinya meliputi energi terbarukan (renewable energy), teknologi radar dan telekomunikasi, hingga seni dan budaya. Melalui fasilitas Renewable Energy Development and Innovation (REDI) Center ITS, kolaborasi dalam bidang energi berkelanjutan kini terus diperluas. Tak hanya itu, program riset bersama dengan TU Graz Austria dalam pengembangan radar multibeam serta kerja sama dengan Institut Seni Indonesia (ISI) menunjukkan luasnya cakupan disiplin ilmu yang dijembatani oleh ASEA-UNINET.
Meski begitu, Prof. Gamantyo mengakui bahwa membangun kolaborasi lintas negara bukan hal yang mudah. Perbedaan sistem pendidikan, prioritas riset, dan budaya kerja menjadi tantangan tersendiri. “ASEA-UNINET bukan lembaga pendanaan, melainkan wadah kolaborasi. Keberhasilannya sangat bergantung pada komunikasi, keaktifan, dan kesamaan minat riset antaranggota,” ujarnya.
Gambar: Kebersamaan para delegasi universitas Indonesia dan manajemen ASEA-UNINET dalam memperkuat kolaborasi lintas negara.
Keikutsertaan Prof. Gamantyo dalam ASEA-UNINET tidak hanya menegaskan posisi ITS dalam jejaring internasional, tetapi juga membuka berbagai peluang bagi perguruan tinggi Indonesia, khususnya di bidang sains dan seni. Beliau menuturkan, selama ini program ASEA-UNINET di bidang seni baru banyak dimanfaatkan oleh universitas seni di Vietnam dan Thailand, sedangkan dari Indonesia hampir belum ada yang ikut hingga tahun 2016. Pada tahun itu, Prof. Gamantyo mengusulkan agar Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta bergabung menjadi anggota ASEA-UNINET, dan usulan tersebut diterima. “Salah satunya karena bidang yang di cover oleh ASEA-UNINET bukan hanya sains, tetapi juga seni,” ujar beliau.
Dalam kesempatan yang sama, Prof. Gamantyo juga menyoroti komitmen Austria dalam mendukung keberlanjutan program ASEA-UNINET. Salah satu bentuk dukungannya adalah dengan menawarkan beasiswa S3 di Austria yang terbuka bagi siapa pun, tidak terbatas hanya pada alumni atau dosen dari universitas anggota ASEA-UNINET. “Dulu dari ITS cukup banyak yang mendaftar, tapi beberapa tahun terakhir ini hampir tidak ada lagi,” ungkapnya. Ia menekankan bahwa kesempatan ini sangat berharga dan seharusnya dimanfaatkan oleh sivitas akademika ITS, terutama para dosen yang ingin melanjutkan studi atau memperluas jaringan riset internasional.
Melalui peran strategis ini, ITS mendapatkan banyak manfaat, mulai dari perluasan akses terhadap jejaring riset internasional hingga peningkatan kesempatan mobilitas dosen dan mahasiswa. Kontribusi Prof. Gamantyo juga memperkuat posisi ITS dalam peta kolaborasi global, sejalan dengan visi ITS menjadi universitas berkelas dunia yang berorientasi pada inovasi dan keberlanjutan. Dengan semangat kolaborasi yang terus ia gaungkan, Prof. Gamantyo membuktikan bahwa jejaring internasional bukan sekadar kerja sama di atas kertas, tetapi langkah nyata menuju masa depan pendidikan dan riset yang lebih inklusif serta berkelanjutan.
Surabaya, 2 Desember 2025 — Fakultas Vokasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Surabaya, 29 November 2025 — Fakultas Vokasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melaksanakan Finalisasi Penyusunan Dokumen Laporan Evaluasi Diri
Surabaya, FT-EIC ITS – Fakultas Teknologi dan Informatika Cerdas ITS kembali mengukir prestasi membanggakan di ajang bergengsi nasional. Tim