News

Dhika, Dosen Muda ITS dengan Ambisi Memajukan Negeri

Sab, 27 Nov 2021
7:16 am
Fakultas
Share :
Oleh : fvokasiadmin1   |

Mahardhika Pratama ST MSc PhD mengisi kuliah tamu di ITS pada 2018

Kampus ITS, ITS News  Terdengar utopis membayangkan kisah seseorang yang kembali ke tanah air untuk membangun negerinya setelah rampung menuntut ilmu dari luar negeri. Akan tetapi, hal tersebut bukan mustahil untuk terjadi. Mahardhika Pratama ST MSc PhD, dosen baru Departemen Teknik Elektro Otomasi (DTEO) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menjadi satu dari sedikit pahlawan yang berambisi memajukan negeri.

Dikatakan oleh Dhika, sapaan akrabnya, banyak rekan ilmuwan berkewarganegaraan Indonesia enggan pulang karena sistem di Indonesia belum terintegrasi dengan sistem pendidikan luar negeri. Sebab, warga negara Indonesia yang memulai karir sebagai akademisi di luar negeri dan sudah menjadi guru besar di sana, tidak bisa secara langsung disesuaikan menjadi profesor di Indonesia. “Alias harus memulai dari nol jika kembali ke sini,” terangnya.

Sebelum akhirnya bergabung dengan ITS pada Agustus 2020 lalu, Dhika memiliki pengalaman menjadi pengajar di University of Technology Sydney (UTS) dan di Nanyang Technological University (NTU). Meskipun sudah memiliki profesi yang menjanjikan, pria yang merampungkan pendidikan doktoralnya pada usia 26 tahun ini memilih untuk mengajar di ITS. “Karena saya adalah lulusan ITS, saya ingin kembali untuk mengabdikan diri dengan bergabung melalui jalur rekrutmen dosen khusus” ujarnya.

Keputusan Dhika tersebut tentu menyangkut tujuan hidupnya. Sebagai manusia, tujuan utamanya adalah memberikan manfaat bagi sesama. Jika dikaitkan dengan bidang yang ia tekuni, yang dalam hal ini adalah akademik, Dhika ingin menghasilkan karya yang bermanfaat dan membagikan ilmunya kepada orang lain. “Pada akhirnya, hidup adalah tentang apa yang kita cari, dengan pulang ke Indonesia, saya merasa bisa bermanfaat bagi lebih banyak orang,” tutur pria yang mengidolakan sosok Gus Mus tersebut.

Mahardhika Pratama ST MSc PhD pada Artificial Intelligence Forum III di Asia University 2018 (sumber: asia.edu.tw)

Untuk mencapai tujuan tersebut, alumnus Electrical Engineering UTS ini mengatakan bahwa penting bagi manusia menetapkan tujuan dan merencanakan langkah-langkah yang akan diambil. Hal ini berfungsi untuk mengetahui kemana seseorang akan melangkah dan bagaimana cara merealisasikan tujuannya tersebut. “Hal yang perlu diingat dalam menyusun rencana ke depan adalah kita perlu juga memikirkan skenario terburuk agar dapat fleksibel menghadapi masalah,” tegasnya.

Berbicara soal skenario yang buruk, masih banyak orang yang cenderung pesimistis dan ragu untuk melangkah maju. Menanggapi hal itu, asisten profesor di NTU ini menegaskan bahwa sebagai manusia kita tidak boleh takut mencoba.  Menurutnya, rasa enggan memulai sesuatu karena ketakutan akan risiko justru menghambat pengembangan kemampuan diri. “Padahal tanpa memulai dan tanpa kegagalan, tidak akan ada proses evaluasi diri sehingga diri kita tidak akan berkembang,” ucapnya.

Selain menetapkan tujuan dan keberanian untuk memulai, pecinta kopi ini juga menerangkan bahwa menetapkan standar bagi diri sendiri juga penting. Dengan adanya standar, seseorang akan memiliki acuan target minimal yang jelas, sehingga akan terbiasa memikirkan cara untuk mencapai standar itu. “Standar itu bisa kuantitas dan kualitas. Kalau saya, dulu selalu menarget minimal membuat enam jurnal dan menghadiri paling tidak dua atau tiga konferensi ilmiah setiap tahun,” tutur Dhika.

Di penghujung wawancara, Dhika bercerita bahwa dirinya sangat percaya ketika seseorang ingin mendapatkan sesuatu, maka ia harus mengorbankan sesuatu yang lain. Contohnya, jika seseorang berambisi menguasai suatu bidang, maka Ia harus mengeluarkan usaha untuk mempelajarinya. Terlepas dari bagaimana kondisinya saat ini. “Jika ingin maju, kita harus terus bergerak. Tidak peduli banyaknya halang melintang yang menunggu untuk dihadapi,” pungkas pakar sistem Fuzzy ini. (ram/hen)

Latest News