News

Sang Penjaga Bahari dari ITS

Kam, 09 Nov 2017
11:28 am
Alumni
Share :
Oleh : Yoga Ari Tofan   |

Sebagai seorang akademisi dibidang teknik kelautan, Widi begitu biasaia disapa memang terlahir dari rahim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Ia tercatat sebagai alumnijurusan Teknik Perkapalan pada tahun 1979. Setelah lulus, mahasiswayang juga pernah menorehkan prestasi sebagai mahasiwa teladan ITS tahun 1977 pun menjatuhkan pilihan masa depannya untuk berkarir menjadi dosentetap di Fakultas Teknologi Kelautan ITS.

Pilihannya menjadi dosen menuntut Widi untuk lebih menambah pengetahuannya. Alhasil, gelar Master dan Doktor pun berhasil diraihnya pada tahun 1983 dan 1992 di Amerika Serikat. Dan peraih dua kali predikat dosen teladan di FTK ini pun mampu melengkapinya dengan gelar Guru Besar di bidang Coastal Engginering pada tahun 1999. Sebelum itu dosen yang dikenal pekerja keras ini  juga sempat mendapat amanah sebagai Kepala Ruang Baca Fakultas Teknologi KelautanITS, 1983-1985 dan juga pernah menjadi sebagai Ketua Laboratorium Underwater and Seabed Engineering ITS pada tahun 1997-2002 ini.

Lalu, di tahun 2002 Perjalanannya sebagai birokrat pemerintahan pundimulai. “Saat itu bapak Rohmin Dahuri (Mantan Menteri Kelautan, red)yang langsung meminta saya bergabung di Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sebagai Direktur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil(P3K),” Cerita Dosen kelahiran Surakarta 16 Agustus 1953 ini. Berbekal niat tulus untuk memberikan kontribusi pada negara, ia pun menerima tawaran tersebut. Jabatan ini pun dianggapnya sebagai suatu amanah. “Prinsip saya jabatan itu amanah, dan bukan untuk dikejar,” ujarnya.

 

Hari pertamanya di pemerintahan, membuat suami dari Rum Chayatin ini merasa sangat tertantang. Hal ini karena kondisi dari pesisir danribuan pulau kecil di Indonesia yang masih memprihatinkan.”Infrastruktur serta tranportasi disana masih terbatas, apalagi biladibandingkan dengan wilayah daratan. Dari segi perekonomian masyarakat pesisir juga masih tertinggal,” Jelas Widi yang juga penulis buku Menjual Pesisir dan Pulau-pulau kecil ini.

Dosen yang suka membaca ini paham betul bahwa hanya kerja keraslah yang bisa memperbaiki keadaan itu. Dan hal pertama yang ia lakukan adalah menanamkan motivasi dan dedikasi pada seluruh karyawan. Dan setelah itu aktifitas kantor pun menjadi begitu padat.

“Tak jarang waktu libur pun sering kami pakai untuk membahas dan menata pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” Ujar Bapak tigaorang anak ini.

Namun, kini kerja keras tersebut mulai menampakkan hasil, hal itu diakuinya. “Perekonomian pesisir dan pulau-pulau kecil kini mulaibergeliat.” Hal itu merupakan hasil dari beberapa program yang dikemas, seperti program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir yang memberi penguatan modal usaha.

Selain itu, payung hukum yang melindungi dan mempermudah pengelolaan pulau-pulau kecil juga sudah terbentuk. Seperti Perpres 78 tahun 2005 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar, Kepmen 31 Tahun 2002 tentang pengelolaan pulau-pulau kecil, Kepmen  tentang investasi di pulau-pulau kecil dan draf RUU pengelolaan wilayah pesisir yang akhirnya menjadi UU 27 tahun 2007.”

Alhamdulillah, semua ini tak terlepas dari kerja keras dan perjuangan semua keluarga besar Ditjen P3K,” Ucap Widi penuh syukur.Kini, Widi tak lagi menjabat sebagai Direktur Jenderal. Amanahnya kinilebih besar lagi, yakni menjadi Sekertariat Jenderal DepartemenKelautan dan Perikanan, ia resmi menjabat sebagai pada 5 September2006. Hal ini menjadikannya sebagai Decision Support System yang memiliki lingkup kewenangan yang lebih luas.

Ia kini juga mulai menangani masalah penataan perencanaan pembangunan kelautan dan perikanan, penganggaran pembangunan, pengembangan kerjasama antar lembaga dan internasional, permasalahan informasi dan kehumasan,  penyelenggaraan tindak karantina ikan, penataan kepegawaian, penataan organisasi dan hukum sampai pada permasalahan umum seperti penyediaan gedung kantor DKP dan urusan administrasilainnya.

“Awalnya berat untuk menerima amanah ini, apalagi selama ini lingkup kerja saya hanya masalah teknis saja, bukan adminitrasi,” jelasnya. Namun, amanah ini pun akhirnya ia terima juga, dengan prinsip besarbahwa penataan dan pembenahan infrastruktur DKP yang bebas KKN sertaperencanaan anggaran dan kerja sama internasional harus berjalan lebih baik.

Ditengah kesibukannya sebagai Sekjen di Jakarta, penghobi jogging dan membaca ini tetap tak lupa pada keluarga dan anak didiknya di ITS. Bapak dari M. Rizal Fadillah, Eryn Nareswati Aisyah dan M. Farras Fauzi ini selalu menyempatkan diri untuk pulang bertemu keluarga di Surabaya. Baginya kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga adalah pilar  pembangun majunya negara.

“Alhamdulilah keluarga selalu mendukung aktifitas saya sebagaiakademisi di ITS dan Sekjen di DKP, untuk itu saya coba untuk mengatur jadwal selama 2 kali dalam sebulan untuk berkumpul dengan keluarga pada waktu libur atau hari Sabtu dan Minggu.”

Untuk amanah sebagai pengajar di ITS, Widi yang juga pernah menjabat sebagai sekertasis Program Studi Teknik Kelautan ini mengaku tak akan lupa. Baginya dunia pendidikan telah menjadi bagian besar dari hidupnya. Ia tetap mengalokasikan waktunya untuk mengajar di ITS.

“Aktifitas akademik saya jadikan dorongan semangat dalam pelaksanaantugas sebagai Sekjen DKP, sehingga Insya Allah amanat  sebagai Sekjen DKP maupun tenaga pengajar di ITS dapat saya jalani dengan segalakesungguhan dan ketulusan,”  ujar Widi.

 

Widi:  Riset di Bidang Kelautan Perlu Ditingkatkan

Laut indonesia menurut Widi memang harta karun tak ternilai yangdipunyai bangsa ini. “Sekitar tiga per empat luas negeri ini adalah lautan jadi sudah sepantasnya laut dijadikan arah paradigma pembangunan nasional,” ujarnya antusias. Ia yakin bila laut bisa dikelola secara serius maka Indonesia bisa beranjak dari segala permasalahanya.

Ekspetasi itu tak berlebihan. Sekitar 2000 spesies ikan ada di Indonesia. Apalagi sumber migas di laut serta pesisir Indonesia yangkaya akan mangrove dan padang lamun juga menjadi satu kelebihan negaraini. Untuk itu, Widi mengajak pada segenap akademisi untuk mulai meningkatkan riset di bidang kelautan.

Riset di bidang ini seperti perencanaan perahu nelayan. “Perahu yangdibutuhkan nelayan saat ini adalah perahu yang lebih besar, namun, masih sesuai dengan kultur dan sosiologis masyarakat pesisir, sehingga perahu ini dapat diproduksi dan dimaksimalkan secara efektif oleh nelayan,” Ungkap wakil Indonesia dalam komisi Asia – Pasific Fishery Commission (APFC) ini.Selain itu, beberapa riset penting yang bisa dimaksimalkan untukmemajukan bahari Indonesia antara lain adalah tentang keselamatan transportasi laut, mitigasi bencana serta pengelolaan lingkungan lautdan infrastruktur dasar laut seperti pipa dan kabel bawah laut yang juga perlu direparasi dengan baik.

Melalui beberapa riset kelautan, Widi berharap ITS mampu merealisasikan sebuah mimpi besar yakni mensejahterakan masyarakat lewat ilmu dan teknologi kelautan. “untuk itu, sinergi antarjurusan dan fakultas di ITS perlu dilakukan. Dengan adanya integrasi ini bukan tidak mungkin pusat riset ITS mampu menjawab tantangan masa depan dalam pembangunan laut Indonesia yang seimbang dengan prinsip pembangunan berkelanjutan,” tukasnya.

Dalam wawancara ini Widi juga berpesan banyak pada mahasiswa ITS untuk terus mengasah diri terutama dalam berkomunikasi serta mencintai alam.

Cobalah sekali-kali menyusuri pesisir serta diving dan travelling ke pulau-pulau kecil untuk membantu masyrakat. Maka pengalaman tersebut akan merefleksikan bahwa negeri ini benar-benar elok dan kaya, namun, perlu keberpihakan dan dedikasi khususnya bagi semua anak-anak muda ITS,” jelas Widi mencoba meyakinkan bahwa  Indonesia sebenarnya kaya namun perlu dedikasi semua pihak.

Latest News