Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 angka 29 disebutkan bahwa ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Bisa dikatakan bahwa ekoregion merupakan wilayah yang memiliki ekosistem serupa, baik dari segi biotik (makhluk hidup) maupun abiotik (faktor tak hidup). Indonesia yang luar biasa kaya terbagi menjadi puluhan ekoregion darat beragam, mulai dari hutan hujan hingga sabana dan rawa gambut seperti Hutan hujan Kalimantan, sabana Nusa Tenggara, hingga rawa gambut Sumatra — semuanya bagian dari mozaik ekoregion
Asas ekoregion menekankan pada pendekatan yang memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat lokal, dan kearifan lokal. Penetapan ekoregion sebagai paradigma perencanaan lingkungan hidup di Indonesia untuk memastikan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Pendekatan ekoregion juga mendukung pengendalian pencemaran berbasis fungsi ekosistem dan mitigasi perubahan iklim serta bencana.
KLH menyebutkan untuk mengenali karakteristik sebuah wilayah termasuk dalam ekoregion tertentu maka pertama adalah melihat bentuk bentang alamnya yang berupa pegunungan, dataran rendah, atau karst. Kedua, lihat siapa yang tumbuh di sana, apakah hutan gambut, hutan montana, atau sabana. Ketiga, amati bagaimana manusia hidup di dalamnya, bertani, menambang, atau memelihara tradisi adat. Sebagai Pulau Kalimantan yang memiliki sebelas ekoregion darat dan berfungsi sebagai jantung hutan hujan tropis Asia Tenggara. Ekosistem utama Kalimantan meliputi hutan dipterokarpa, hutan gambut tropis, dan dataran aluvial yang luas. Fungsi vitalnya meliputi penyimpanan karbon global, pusat keanekaragaman hayati endemik, dan sumber air utama DAS Kapuas, Mahakam, Barito.
Ir. Sigit Reliantoro, M.Sc. sebagai Deputi Bidang Tata Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan BPLH membuat statemen menarik “Apakah wilayah ini siap menerima rencana kita? Atau justru kita yang harus menyesuaikan diri? Karena bumi ini bukan tanah kosong, melainkan ruang hidup yang penuh cerita, logika, dan daya lenting,”.
Untuk itu kami, Teknik Geofisika ITS, BMKG – KLH dan IAGI mengadakan webinar tentang EKOREGION PERUBAHAN IKLIM DAN BENCANA HIDROMETEOROLOGI dengan tujuan untuk mengetahui lebih jauh dengan ekoregion dan perubahan iklim serta dampak bencana hidrometeorologi yang terus meningkat. Webinar akan dihadiri oleh:
Keynote Speaker :
Narasumber :
Penanggap :
Moderator:
yang akan diselenggarakan pada :
Departemen Teknik Geofisika ITS bekerjasama dengan Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia (MGEI), Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) menyelenggarakan “MGEI Sharing
Departemen Teknik Geofisika ITS menyelenggarakan Kuliah Tamu: “APLIKASI AGROGEOFISIKA UNTUK PENILAIAN KESUBURAN TANAH DAN KESESUAIAN LAHAN” bersama Narasumber: Dr. Nono
BMKG mengingatkan semua pihak untuk siaga menghadapi puncak musim hujan yang diperkirakan berlangsung mulai November 2025 hingga Februari 2026.