News

Prosedur Sertifikasi Halal dan Sistem Jaminan Halal

Rab, 08 Jul 2020
5:49 pm
Berita
Share :
Oleh : adminpkh   |

Surabaya, 8 Juli 2020,
Sertifikasi halal melibatkan 3 pihak, yaitu BPJPH, LPPOM MUI sebagai lembaga pemeriksa halal (LPH), dan MUI. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (disingkat BPJPH) bertugas melaksanakan penyelenggaraan jaminan produk halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  LPPOM MUI melakukan pemeriksaan kecukupan dokumen, penjadwalan audit, pelaksanaan audit, pelaksanaan rapat auditor, penerbitan audit memorandum, penyampaian berita acara hasil audit pada rapat Komisi Fatwa MUI. MUI melalui Komisi Fatwa menetapkan kehalalan produk berdasarkan hasil audit dan menerbitkan Ketetapan Halal MUI.

Pusat kajian Halal ITS bekerjasama dengan Universitas Nahdhatul Ulama Surabaya (UNUSA), Ikatan Sarjana Nahdhatul Ulama (ISNU) Surabaya, dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) telah mengadakan Webinar Prosedur Sertifikasi Halal dan Sistem Jaminan Halal pada tanggal 8 JUli 2020, secara online.

Pelatihan bertujuan untuk mengetahui tugas dan wewenang masing masing pihak (BPJPH, LPH dan MUI) serta prosedur sertifikasi halal bagi pelaku usaha. Narasumber yang hadir adalah Prof Iwan Vanany (Teknik Industri ITS), dan Viera Nuriza Pratiwi, MSc (Auditor Halal LPH UNUSA) serta dimoderatori oleh Maharani Pertiwi PhD (Ketua LPH UNUSA).

Webinar Prosedur Sertifikasi Halal dan Sistem Jaminan Halal

Sebelum melakukan pendaftaran sertifikasi halal, perusahaan harus sudah menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang sesuai dengan regulasi pemerintah dan HAS 23000. Untuk penerapan SJH yang sesuai, perusahaan perlu memahami terlebih dahulu kriteria SJH yang dipersyaratkan dalam HAS 23000. Penjelasan singkat mengenai kriteria SJH dalam HAS 23000 dapat dilihat di sini. HAS 23000 disusun berbasis tematik sesuai dengan proses bisnis perusahaan.

Dokumen yang perlu diunggah oleh perusahaan untuk proses pemeriksaan kehalalan produk lebih lanjut adalah sebagai berikut:

  1. Ketetapan Halal sebelumnya untuk kelompok produk yang sama (khusus registrasi pengembangan atau perpanjangan).
  2. Manual SJH (khusus registrasi baru, pengembangan dengan status SJH B, atau perpanjangan).
  3. Status/Sertifikat SJH terakhir (khusus registrasi pengembangan dan perpanjangan).
  4. Diagram alir proses produksi untuk produk yang didaftarkan (untuk setiap jenis produk).
  5. Pernyataan dari pemilik fasilitas produksi bahwa fasilitas produksi yang kontak langsung dengan bahan dan produk (termasuk peralatan pembantu) tidak digunakan secara bergantian untuk menghasilkan produk halal dan produk yang mengandung babi/turunannya atau jika pernah digunakan untuk memproduksi produk yang mengandung babi dan turunannya maka telah dilakukan pencucian 7 kali menggunakan air dan salah satunya dengan tanah, sabun, deterjen atau bahan kimia yang dapat menghilangkan bau dan warna najis.
  6. Daftar alamat seluruh fasilitas produksi, termasuk pabrik maklon dan gudang bahan/produk intermediet. Khusus untuk restoran, fasilitas yang diinformasikan perlu mencakup kantor pusat, dapur eksternal, gudang eksternal, dan tempat makan/minum. Khusus untuk produk gelatin, jika bahan baku (kulit, tulang, kerongkongan, bone chips, dan/atau ossein) tidak bersertifikat halal, maka alamat seluruh pemasok bahan baku, juga harus dicantumkan.
  7. Bukti diseminasi kebijakan halal.
  8. Bukti kompetensi tim manajemen halal, seperti sertifikat penyelia halal, sertifikat pelatihan eksternal dan/atau bukti pelatihan internal (daftar kehadiran, materi pelatihan dan evaluasi pelatihan). Khusus registrasi pengembangan fasilitas, diperlukan bukti pelatihan internal di fasilitas baru tersebut.
  9. Bukti pelaksanaan audit internal SJH.
  10. Bukti ijin perusahaan seperti: NIB, Surat Izin Usaha Industri, Surat Izin Usaha Mikro dan Kecil, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), atau Surat Keterangan Keberadaan Sarana Produksi yang diterbitkan oleh perangkat daerah setempat (untuk perusahaan yang berlokasi di Indonesia).
  11. Sertifikat atau bukti penerapan sistem mutu atau keamanan produk (bila ada), seperti sertifikat HACCP, GMP, FSSC 22000 untuk pangan, sertifikat laik hygiene sanitasi untuk restoran dan jasa boga, Cara Pembuatan Pangan yang Baik (CPPB), Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik, dan sebagainya.
  12. STTD dari BPJPH.

Latest News

  • PKH ITS Adakan Pelatihan Uji DNA Babi dengan Metode RT-PCR

    Surabaya — Salah satu metode pengujian kehalalan produk yang biasa dilakukan oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) adalah deteksi berbasis

    14 Jul 2023
  • Kick off dan Pembukaan Workshop Kampung Madani Bagi Lurah dan Takmir Masjid Kota Surabaya

    Surabaya — Pusat Kajian Halal Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Pemerintah Kota Surabaya bekerjasama mengadakan sosialisasi kesadaran halal

    15 Jun 2023
  • LSCAMP 2023 Halal Supply Chain: Menggerakkan Produk Indonesia ke Pasar Halal Global

    Surabaya — Pada hari Selasa dan Rabu, tanggal 30-31 Mei 2023, Laboratorium Logistics dan Supply Chain Management (LSCM) Departemen

    15 Jun 2023