Semburan lumpur banyak dijumpai di Indonesia dan sebagian muncul secara alami bersamaan dengan munculnya semburan minyak dan gas serta air fosil atau campuran ketiganya. Munculnya semburan lumpur sebagai manifestasi kawasan cekungan minyak dan gas bumi. Sebagian semburan lumpur juga bisa diakibatkan pengeboran.
Lokasi semburan lumpur zaman Belanda th 1800 san, umumnya berdekatan dengan sumu eksploitasi migas. Saat itu semburan lumpur yang ditinggalkan Belanda tsb awalnya jauh dari permukiman sehingga dibiarkan begitu saja. Saat ini semburan tersebut sudah berubah jadi permukiman, makam, bahkan dipakai tempat pembuangan sampah.
Lokasi semburan lumpur yang masih aktif umumnya masih bisa erupsi setiap saat seperti yang terjadi di Kesongo 2020. Oleh karena itu diperlukan regulasi agar kawasan semburan lumpur bisa diusulkan sebagai WARISAN GEOLOGI agarkawasan tersebut bisa dikonservasi dan dipergunakan sebagai kawasan untuk belajar tentang geologi semburan lumpur. Harapannya berkembang menjadi kawasan wisata yang bisa mengangkat dan memberdayakan ekonomi masyarakat setempat.
Therefore ITS Geophysical Engineering presents a webinar with the topic “Layakkah Semburan Lumpur Sebagai Warisan Geologi?” inviting the resource speakers:
Which will be held on:
It is required for the students of Geotourism dan Disaster Mitigation course.
Departemen Teknik Geofisika ITS bekerjasama dengan Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia (MGEI), Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) menyelenggarakan “MGEI Sharing
Departemen Teknik Geofisika ITS menyelenggarakan Kuliah Tamu: “APLIKASI AGROGEOFISIKA UNTUK PENILAIAN KESUBURAN TANAH DAN KESESUAIAN LAHAN” bersama Narasumber: Dr. Nono
BMKG mengingatkan semua pihak untuk siaga menghadapi puncak musim hujan yang diperkirakan berlangsung mulai November 2025 hingga Februari 2026.