Saya kira ini bukan acara reuni biasa.
Sabtu, 4 Oktober lalu, di Hotel Vertu Harmoni, Jakarta, auranya memang berbeda. Penuh energi dan santai. Ratusan orang di sana bukan sekadar bernostalgia. Mereka sedang merancang masa depan.
Mata saya berkeliling: ada direktur BUMN, pemimpin perusahaan, profesional di bidang teknologi informasi, pendiri startup, guru besar, regulator penting di pemerintahan pusat, hingga anggota DPRD Jawa Timur. Dari dunia coding hingga panggung politik—lengkap.
Mereka semua lahir dari satu rahim: Teknik Informatika ITS. Sebuah kawah candradimuka yang, empat puluh tahun lalu, mungkin tak terbayangkan akan melahirkan “pasukan” seperti ini.
Apresiasi patut diberikan kepada para pendiri program studi, para dosen, mahasiswa, serta tenaga kependidikan—terutama generasi awal yang tentu mengalami masa-masa yang tidak mudah.
Coba putar waktu ke tahun 1985. Program studi ini bermula dengan nama Teknik Komputer. Mahasiswanya? Hanya sekitar tiga puluh orang. Mungkin bermula di sebuah ruangan sederhana. Bandingkan dengan sekarang: di gedung yang lengkap, terdapat 250 talenta terbaik Indonesia dari ribuan calon mahasiswa yang bersaing ketat setiap tahun untuk bisa diterima.
Maka, forum hari itu diberi nama yang pantas: Digital Leader Forum: Empowering Indonesia’s Future. Bukan reuni biasa.
Dari sekitar lima ribu alumni yang kini menjadi tulang punggung digital di berbagai tempat, tiga ratus lima puluh di antaranya meluangkan waktu untuk datang. Ini bukan jumlah kecil. Ini adalah kekuatan.
Tujuannya? Terus terang saja: pamer.
Namun, ini pamer yang positif. Pamer yang menular. Pamer untuk menunjukkan kepada para juniornya—dan kepada Indonesia—bahwa inilah hasil didikan ITS. Pamer untuk menginspirasi.
Lalu berbagi. Mereka membahas tren, tantangan industri, dan yang terpenting: membangun jembatan. Antarindividu. Antarindustri. Antargenerasi.
Keseriusan ini terlihat dari komandannya. Kepala Departemen Teknik Informatika, Cak Prof. Ary Shiddiqi, turun gunung langsung menjadi ketua panitia. Dekan Fakultas Teknologi Elektro dan Informatika Cerdas, Ning Prof. Diana Purwitasari, juga hadir mengawal. Ini pertanda, ITS serius.
Saya, mewakili Pak Rektor, mendapat kesempatan untuk berbicara. Saat berdiri di depan forum, saya tidak melihat kerumunan. Saya melihat sebuah ekosistem. Yang jika bergerak bersama, dampaknya akan luar biasa.
Saya meneruskan pesan Pak Rektor yang dirangkum dalam tiga kata: silaturahim, kolaborasi, sinergi. Jaringan emas ini harus menjadi energi—energi untuk bangsa.
Teknik Informatika dan rumpun bidang serupa adalah tulang punggung penting transformasi digital. Kini ancaman serangan siber makin besar. Keamanan siber benar-benar menjadi kebutuhan mendesak.
Para talenta mahasiswa terbaik perlu disiapkan untuk menghadapi tantangan masa depan. Bukan hanya dalam pengembangan algoritma baru, tetapi juga dalam penyiapan sumber daya manusia di era kuantum mendatang—komputer kuantum, kriptografi kuantum, hingga bioinformatika.
Sabtu itu, saya melihat sebuah legiun. Legiun digital Indonesia. Mereka merayakan empat puluh tahun perjalanan, bersiap menuju setengah abad. Dan mereka sudah berbaris.
AMH – Wakil Rektor 4 ITS
JAKARTA, INDONESIA – – Dalam rangka memperingati 40 tahun perjalanannya, Departemen Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh
Saya kira ini bukan acara reuni biasa. Sabtu, 4 Oktober lalu, di Hotel Vertu Harmoni, Jakarta, auranya memang berbeda.
SURABAYA, Nusantaraabadinews.com – Mahasiswa asing asal Rwanda, Ntivuguruzwa Jean De La Croix berhasil menyelesaikan program Doktoral Ilmu Komputer di