ITS News

Minggu, 05 Mei 2024
11 Mei 2007, 15:05

Nuklir, Tak Perlu Takut karena Aman

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Reaksi rantai nuklir sendiri pertama kali dipaparkan oleh Leo Szirald pada tahun 1933. Dan pada tahun 1954, aplikasi pertama dari reaksi nuklir sebagai pembangkit listirk didirikan di Obnisk, dekat Moskow. Nuclear Power Plant (NPP) atau lebih dikenal di Indonesia dengan Pembangkit Listrik tenaga Nuklir (PLTN) ini mampu menghasilkan 5MW untuk memasok listrik bagi 2000 rumah.

”Dan pada tahun 2007, 30 negara telah mengoperasikan 435 NPP dengan kapasitas total 370 GW atau 16 persen kebutuhan listrik di dunia,” papar Pramudita dalam presentasinya berjudul Theoretical and Practical Aspects of "Wasteless" Nuclear Energy.

Meski nuklir menjadi energi alternatif yang sangat kompetitif di masa mendatang, Pramudita beranggapan bahwa masih akan sulit dikembangkan di Indonesia. Salah satunya karena ketakutan masyarakat akan kebocoran nuklir serta akibatnya. Ia pun meminta para peneliti lebih banyak mensosialisasikan teknologi ini dan melakukan kerjasama dengan negara maju dan berkembang lain untuk bertukar informasi. Sehingga program nuklir yang tercantum dalam UU no 17 tahun 2007 pada pembangunan jangka panjang 2005-2025 dapat diterima masyarakat dan dilaksanakan.

Pramudita juga menjelaskan kenapa masyarakat tidak perlu takut terhadap teknologi nuklir. ”Dalam NPP, produk radioaktif tersimpan di dalam multilayered compartments (kompartmen multi-lapis, Red) sebagai pertahanan berlapis. Yakni fuel matrix, special cladding, neutron moderator, reactor vessel, concrete shield dan reactor containment building. Sehingga kemungkinannya sangat kecil untuk bocor ke lingkungan,” ungkapnya.

Selain dijamin aman, teknologi nuklir sebagai pembangkit listrik juga dapat mengurangi efek global warming yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan. Pramudita menjelaskan bahwa teknologi nuklir tidak akan memberikan efek rumah kaca sebagaimana yang dihasilkan oleh tenaga listrik dengan bahan bakar fosil.

Perlu Atasi Nuclear Waste
Isu lain yang sedang berkembang di kalangan para fisikawan partikel adalah bagaimana mengurangi atau bahkan menghilangkan nuclear waste. Buangan ini dihasilkan dari NPP yang menggunakan reaksi fisi atau pemisahan nuklei atom oleh neutron.

Dipaparkan Pramudita, pada forum ilmiah Nuclear Fuel Cycle, konferensi IAEA, tahun 2004, seorang peneliti bernama Carlos Rubbia mengungkapkan pendapatnya untuk memperoleh energi nuklir tanpa radioactive waste. ”Saat itu, ia mengusulkan reaksi fusi dari proton Hidrogen dan nukleus Boron B-11 sehingga akan dihasilkan 3 Helium stabil tanpa neutron yang tertinggal,” kata Pramudita. Beberapa energi nuklir dengan reaksi fusi kini mulai dikembangkan. Pria yang mengenakan batik biru ini kemudian memaparkan beberapa reaksi fusi yang mulai dikembangkan. Yakni yang dikelompokkan dalam Cold Fussion dan Hot Fussion.

Namun menurutnya, teknologi ini masih memiliki beberapa tantangan yang harus diatasi yakni pengkondisian temperatur setinggi 1 Milyar Kelvin. ”Reaksi fusi juga membutuhkan gravitasi yang sangat besar. Kalau di matahari dengan massa besar sehingga gravitasinya juga besar. Sedangkan di bumi yang massanya jauh lebih kecil dari matahari ya gravitasinya juga kecil,” ungkapnya.

Selain menggelar Seminar Fisika dan Aplikasinya 2007 ini, Jurusan Fisika FMIPA juga menyelenggarakan Seminar Teorithical Physics sehari sebelumnya (9/5) di Theater B. Kedua seminar ini dihadiri oleh fisikawan dari seluruh Indonesia.(ftr/asa)

Berita Terkait