SIDOARJO – Limbah cair berwarna pekat dari pewarna sintetis selama ini menjadi momok bagi banyak UMKM batik. Selain sulit diolah, biaya listrik untuk pengolahan limbah sering kali memberatkan pelaku usaha. Namun kini, kabar baik datang dari tim Kuliah Kerja Nyata Pengabdian Masyarakat (KKN Abmas) Berbasis Produk Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Mereka sukses menghadirkan inovasi fotoreaktor dua tingkat bertenaga surya yang mampu mengurai limbah batik secara efisien, murah, dan ramah lingkungan.
Dipimpin oleh Haniffudin Nurdiansah, S.T., M.T., dosen Departemen Teknik Material dan Metalurgi ITS, tim ini menyoroti persoalan utama yang dihadapi pengrajin batik—mulai dari minimnya fasilitas pengolahan limbah hingga tingginya biaya listrik. “Kami merancang alat ini agar UMKM dapat mengolah limbah tanpa bergantung pada listrik PLN. Harapannya, biaya operasional lebih rendah dan pengolahan limbah menjadi lebih mudah diterapkan,” jelasnya.
Inovasi fotoreaktor ini menggunakan tenaga surya untuk menjalankan proses fotokatalitik, yang mampu memecah molekul pewarna sintetis seperti methylene blue—salah satu jenis pewarna yang dikenal sulit terurai. Material CuO berperan sebagai semikonduktor fotokatalitik, sedangkan nanoselulosa digunakan sebagai adsorben untuk meningkatkan efektivitas proses pemurnian.
Prosesnya dilakukan dalam dua tahap. Pertama, limbah dialirkan ke tabung fotoreaktor, di mana zat warna mengalami degradasi ketika terpapar sinar UV. Tahap kedua, cairan yang sudah berkurang warnanya disaring kembali melalui tabung filtrasi yang berisi pasir silika, karbon aktif, serabut kelapa, zeolit, dan kerikil. Hasilnya luar biasa: absorbansi methylene blue turun dari 1,209 menjadi 0,091—setara dengan tingkat degradasi 92,47%. Warna limbah yang awalnya biru pekat pun berubah menjadi nyaris jernih.
UMKM Rumah Batik Al-Huda di Perum Sidokare Asri, Sidoarjo, menjadi mitra uji coba alat ini. Pemiliknya, Ir. Nurul Huda, M.Agr, mengaku lega dengan hadirnya solusi inovatif tersebut. “Dulu kami hanya menggunakan kaporit untuk menetralkan limbah, tapi itu menimbulkan kekhawatiran soal dampak lingkungan. Alat ini benar-benar membantu—lebih aman, lebih bersih, dan tanpa ketergantungan bahan kimia berlebih,” tuturnya.
Teknologi ini tidak hanya menyelesaikan masalah limbah, tetapi juga membawa angin segar bagi pelaku usaha kecil. Dengan memanfaatkan energi matahari yang melimpah, UMKM batik kini memiliki peluang menerapkan praktik produksi yang lebih ramah lingkungan tanpa biaya tambahan yang menguras kantong.
Haniffudin berharap inovasi ini dapat menjadi pemicu bagi UMKM lain di Sidoarjo dan sekitarnya untuk beralih ke teknologi pengolahan limbah yang bertanggung jawab. “Peningkatan ekonomi UMKM tidak boleh mengabaikan keberlanjutan lingkungan. Kami ingin ITS terus menjadi bagian dari solusi nyata bagi masyarakat,” ujarnya.
Dengan hadirnya fotoreaktor surya berbasis CuO/nanoselulosa ini, ITS kembali menunjukkan komitmennya sebagai institusi yang tidak hanya mengembangkan teknologi, tetapi juga memastikan teknologi tersebut benar-benar memberi dampak langsung bagi masyarakat.
Inovasi yang lahir dari kolaborasi mahasiswa dan dosen ini menjadi langkah penting dalam mewujudkan industri batik yang lebih bersih, hemat energi, dan berkelanjutan.
SIDOARJO – Limbah cair berwarna pekat dari pewarna sintetis selama ini menjadi momok bagi banyak UMKM batik. Selain sulit
SIDOARJO – Upaya memperkuat kemandirian pangan di kawasan perkotaan kembali dilakukan oleh mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Departemen Teknik