(Diam Saat Khutbah: Adab, Hikmah, dan Latihan Jiwa)
Oleh:
Dr. Eng. Ir. Rudi W. Prastianto, S.T., M.T, IPU.
Kepala Program Studi Teknik Lepas Pantai,
Departemen Teknik Kelautan, ITS – Surabaya
Menurut jumhur ulama salah satu syarat dan rukun ibadah shalat Jumat adalah khutbah Jumat. Sebelum khatib naik mimbar, sering kali ada peringatan dari pengurus masjid yang intinya: “Mohon tidak berbicara saat khutbah, bahkan tidak menegur orang lain.” Biasanya dilantunkan dalam Bahasa Arab, ada kalanya yang diiringi dengan artinya dalam Bahasa Indonesia. Ini pengingat untuk tidak berbicara bahkan dilarang menegur jamaah lainnya yang ramai saat khotib sedang berkhutbah. Mengapa sampai ada larangan demikian ketat? Adakah pelajaran atau hikmah dari larangan ini?
Larangan untuk berbicara, bahkan sekadar menegur orang/jamaah lain ketika khatib sedang berkhutbah, sesungguhnya adalah ketentuan yang didasarkan pada hadits shahih Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, yaitu: “Jika engkau berkata kepada temanmu pada hari Jumat, ‘Diamlah!’ padahal khatib sedang berkhotbah, maka sungguh engkau telah lalai (laghwa)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Larangan ini berlaku bahkan meskipun niatnya baik untuk menyuruh orang lain diam. Seolah bertentangan dengan kaidah umum bahwa kita selalu diminta untuk amar ma’ruf yaitu menyuruh kepada kebaikan. Lalu ada apa di balik larangan terseut, apa hikmah besarnya? Mari kita renungkan dan refleksikan sejenak.
Khutbah Jumat bukan sekadar ceramah biasa, tapi merupakan bagian utama dari ibadah Jumat. Seperti takbir dalam shalat, khutbah adalah bagian dari ibadah Jumat. Karenanya, menyimak khutbah menjadi bagian dari ibadah, dan sikap tenang serta mendengarkan dengan penuh perhatian adalah bentuk pengagungan terhadap ibadah tersebut.
Larangan ini mengajarkan umat Islam tentang kesopanan dan adab dalam majelis yang suci, termasuk saat berada dalam majelis ilmu atau ibadah. Bahkan ketika kita punya niat baik untuk menegur orang lain agar diam, tetap tidak dibolehkan jika itu mengganggu kekhusyukan khutbah. Islam sangat menjunjung tinggi adab. Bahkan niat baik bisa menjadi salah jika dilakukan pada waktu yang tidak tepat. Ini mendidik umat untuk mengutamakan etika dalam bertindak.
Rasulullah menyebut orang yang berbicara atau menegur orang lain dalam khutbah telah melakukan “laghwa”, yaitu sesuatu yang sia-sia. Artinya, amal Jumatnya bisa kehilangan pahala utama, bahkan dikhawatirkan batal Jumatan-nya jika terlalu banyak gangguan atau tidak serius menyimak khutbah.
Jika setiap orang merasa berhak menegur yang lain saat khutbah, maka bisa terjadi kekacauan dan saling berbicara. Suasana khutbah akan berubah menjadi forum perdebatan. Ini justru akan semakin menjauhkan dari hikmah dan kekhusukan khutbah itu sendiri. Islam mencegah keributan dengan satu perintah sederhana: diam.
Sesungguhnya dari empat hal di atas, kita dapat mengelaborasinya menjadi nilai-nilai universal yang dapat menjadi pelajaran dan hikmah besar yang bisa kita petik untuk diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Diam dan fokus saat khutbah, bahkan ketika ada gangguan, merupakan bentuk pengendalian diri dan kedisiplinan rohani. Ini adalah latihan batin untuk menahan emosi dan tidak reaktif, bahkan ketika kita merasa benar. Diam saat khutbah adalah latihan kesabaran dan kendali diri. Tidak mudah menahan diri saat melihat orang lain ramai, namun perintah Rosulullah SAW mendidik kita untuk tetap tenang dan tidak reaktif.
Hadis ini juga mengajarkan bahwa kita harus memprioritaskan ketaatan kepada aturan Allah dan Rasul-Nya, meskipun terkadang bertentangan dengan logika atau naluri kita (misalnya, ingin menegur orang yang ramai). Dalam hal ini, diam lebih bernilai dan utama daripada berbicara dengan maksud baik. Saat khutbah, prioritas bukan menegur orang lain, tetapi mendengarkan dan merenung. Ini mengajarkan bahwa ketaatan kepada Nabi SAW lebih utama daripada logika pribadi.
Penutup
Perihal di atas menunjukkan bahwa khutbah Jumat bukan sekadar momen mendengarkan ceramah, melainkan bagian sakral dari ibadah Jumat itu sendiri. Larangan berbicara, bahkan untuk menegur orang lain saat khutbah, bukan sekadar masalah fiqih teknis. Ia adalah pendidikan rohani dan sosial yang sangat dalam, yang mengajarkan: penghormatan terhadap waktu ibadah, pentingnya adab, pengendalian diri, serta ketundukan penuh terhadap perintah Nabi Muhammad SAW, bahkan dalam hal-hal yang tampak sepele. Dengan begitu, umat Islam dilatih untuk menjadi pribadi yang sabar, tertib, dan tunduk kepada aturan dalam kehidupan beragama.
Kadang, perintah yang tampak sederhana menyimpan pelajaran besar tentang adab, jiwa, dan ketundukan. Diam saat khutbah bukan hanya soal aturan masjid, tetapi refleksi keimanan kita kepada Rasulullah Muhammad SAW. Mari kita jaga khutbah Jumat dengan sikap terbaik: diam, menyimak, dan mengambil hikmah isi khutbah untuk bekal mengarungi kehidupan hingga akhir hayat. Semoga shalat dan ibadah jumat kita senantiasa diterima dan diridhoi Allah SWT, aamiin.
[@RWP, Surabaya 10 Agustus 2025].
Forum Pendidikan Tinggi Maritim Indonesia Oleh Prof. Daniel Mohammad Rosyid Staf Pengajar Dept. Teknik Kelautan ITS Alhamdulillah, Rabu
Peran Strategis Indonesia dalam ASEAN SUMMIT 2025 Oleh Daniel Mohammad Rosyid @Rosyid College of Arts Latar Belakang KTT
Siapkah Bertransformasi Diri ? (Menjadi Lebih Baik Lewat Fase yang Terlihat Buruk) Oleh Dr. Eng. Ir. Rudi W.