News

Kecelakaan Kapal Kembali Terulang (Kesalahan dengan Daya Rusak Terdahsyat)

Sen, 21 Jul 2025
9:20 AM
Opini
Share :
Oleh : Admin-Teknik Kelautan   |

Kecelakaan Kapal Kembali Terulang

(Kesalahan dengan Daya Rusak Terdahsyat)

 

Oleh: Dr. Eng. Ir. Rudi W. Prastianto

Kepala Program Studi Teknik Lepas Pantai, ITS Surabaya.

Hari ini terjadi lagi tragedi di laut, Kapal Motor (KM) Gregorius Barcelona V terbakar di sekitar perairan Pulau Talise, Kabupaten Minahasa Utara di Perairan Sulawesi Utara. Kapal ini berlayar dari Pelabuhan Kabupaten Kepulauan Talaud menuju Pelabuhan Manado. Duka kesekian kalinya di dunia maritim nasional.

Padahal belum lagi duka berlalu, sebelumnya pada 2–3 Juli 2025 KMP Tunu Pratama Jaya, kapal ferry tujuan Banyuwangi–Gilimanuk (Bali), tenggelam sekitar 30 menit setelah berlayar. Korban tewas 17 orang dengan 30 korban selamat, dan 18 orang dinyatakan hilang. Tragedi di laut yang besar dan sangat memilukan.

Kecelakaan kapal laut tercatat lainnya selama 3 bulan terakhir (Mei–Juli 2025) ini adalah tenggelamnya KM Muchlisa di perairan Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur pada 5 Mei 2025. Sejumlah penumpang dapat dievakuasi setelah kapal dilaporkan bocor dengan penyebab yang diduga kerusakan baling‑baling ditambah dengan akibat cuaca buruk.

 

============================

Seringkali masyarakat umum dengan cepat menilai hal tersebut akibat kesalahan teknis atau kurang canggihnya atau bahkan menganggap begitu lemahnya SDM teknis kita di bidang Perkapalan. Apakah benar selalu begitu? Mari kita sedikit cermati.

Sebenarnya penyebab kecelakaan pada man-made structures seperti kapal, anjungan lepas pantai, jembatan, gedung bertingkat, dan bangunan teknik lainnya tidaklah semata-mata dapat dijelaskan dari satu sudut pandang teknis saja. Faktanya banyak aspek lainnya yang berpengaruh. Kita harus menelaah akar permasalahannya secara holistik dan lebih luas, yang mencakup banyak dimensi, baik dimensi teknis, etis, sosial, epistemologis, bahkan hingga politis.

Pertama dari Aspek Teknis (Technical Failures). Dari sudut epistemologi teknik, kesalahan teknis ini bisa berasal dari faktor-faktor seperti keterbatasan pengetahuan atau model prediktif, misalnya asumsi yang terlalu menyederhanakan beban lingkungan, kegagalan material, atau perhitungan struktural yang tidak akurat. Juga bisa akibat faktor desain yang tidak mencukupi (design flaw) ataupun karena kegagalan dalam proses konstruksi atau fabrikasinya. Dalam pandangan filsafat bahwasanya keterbatasan ini adalah bagian dari keterbatasan rasionalitas manusia. Aspek teknis tidaklah bebas dari ketidakpastian dan asumsi yang bisa meleset dari kenyataan.

Kedua dari sisi Aspek Etika & Moralitas (Moral Negligence). Kecelakaan struktur juga bisa bersumber dari kelalaian atau kesengajaan dalam pengambilan keputusan, seperti penggunaan bahan murahan demi efisiensi biaya, pengabaian prosedur inspeksi atau safety, atau bisa juga karena memaksakan operasi dalam kondisi yang tidak aman. Hal-hal ini menyangkut etika teknik: apakah insinyur atau manajemen bertindak dengan integritas dan tanggung jawab profesional, atau tunduk pada tekanan ekonomi/politik?

Aspek ketiga dari segi Hukum dan Penegakannya (Law Enforcement). Filsafat sosial dan politik dalam teknik menyoroti bahwa lemahnya penegakan hukum akan berujung pada: Pembolehan praktik tidak aman berlangsung terus-menerus, Menjadikan regulasi sebagai formalitas semata (regulatory capture), dan Tidak memberikan efek jera terhadap pelanggaran. Dalam konteks ini, lemahnya hukum merupakan cerminan dari struktur kekuasaan dan kepentingan yang menafikan keselamatan publik.

Keempat dari Aspek Sistemik dan Budaya (Sociotechnical Perspective). Dari perspektif filsafat sistem dan teknik sosial, kecelakaan seringkali merupakan hasil dari beberapa kondisi seperti: kompleksitas sistem manusia-mesin/struktur, budaya organisasi yang permisif terhadap deviasi (normalisasi penyimpangan), dan komunikasi yang buruk antar level operasional. Seperti dijelaskan oleh Charles Perrow (Normal Accident Theory) dan Nancy Leveson (STAMP), kecelakaan adalah konsekuensi dari interaksi antar elemen sistem yang kompleks.

Jadi, misalnya kita ingin menimbang mana yang lebih berpengaruh atau kesalahan mana yang memiliki daya rusak paling dahsyat: Lemahnya Law Enforcement atau Aspek Teknis atau aspek lainnya? Jika dikaji dari sudut pandang filsafat, maka tidaklah ada penyebab tunggal. Tetapi, lemahnya penegakan hukum sering kali menjadi akar yang memungkinkan semua kesalahan teknis dan etis terjadi secara sistemik dan berulang. Misalnya, teknologi mungkin gagal, tetapi regulasi yang kuat bisa mencegah kapal berlayar dalam kondisi berbahaya atau ada kondisi yang terlanggar. Insinyur bisa salah, tapi sistem hukum yang kuat memastikan review, audit, dan tanggung jawab ditegakkan. Kecelakaan seperti Sewol Ferry (Korea Selatan) atau Deepwater Horizon (anjungan lepas pantai) telah menunjukkan bagaimana regulasi yang ditoleransi untuk dilanggar adalah fondasi dari kegagalan besar.

Akhirnya kesimpulan filosofisnya adalah bahwa lemahnya penegakan hukum adalah variabel yang memungkinkan dan memperparah kegagalan teknis dan etis. Dalam pandangan ini, tanggung jawab tidak hanya ada pada individu insinyur (atau pihak-pihak teknis lainnya) saja, tetapi pada struktur sosial, hukum, dan budaya teknis yang menopang sistem teknik itu sendiri. Semoga pisau hukum makin tajam ke segala arah.

[Surabaya, 20 Juli 2025@RWP].

 

 

Latest News

  • Forum Pendidikan Tinggi Maritim Indonesia

    Forum Pendidikan Tinggi Maritim Indonesia Oleh Prof. Daniel Mohammad Rosyid Staf Pengajar Dept. Teknik Kelautan ITS   Alhamdulillah, Rabu

    28 Nov 2025
  • Peran Strategis Indonesia dalam ASEAN SUMMIT 2025

    Peran Strategis Indonesia dalam ASEAN SUMMIT 2025 Oleh Daniel Mohammad Rosyid @Rosyid College of Arts   Latar Belakang KTT

    28 Okt 2025
  • Siapkah Bertransformasi Diri ? (Menjadi Lebih Baik Lewat Fase yang Terlihat Buruk)

    Siapkah Bertransformasi Diri ? (Menjadi Lebih Baik Lewat Fase yang Terlihat Buruk)   Oleh Dr. Eng. Ir. Rudi W.

    27 Okt 2025