Oleh
Dr. Eng. Ir. Rudi W. Prastianto, S.T., M.T, IPU.
Kepala Program Studi Sarjana Teknik Lepas Pantai
Departemen Teknik Kelautan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) – Surabaya
“Filosofi transformasi diri mengajarkan bahwa kebaikan sejati tidak datang dari mempertahankan kenyamanan, melainkan dari keberanian untuk menembus ketidaknyamanan. Fase “jelek” bukanlah kegagalan, tetapi ruang laboratorium tempat kualitas sejati ditempa.”
Hakikat. Transformasi diri adalah proses perubahan batin, pola pikir, dan tindakan menuju tingkat kualitas yang lebih tinggi. Ia bukan sekadar “perbaikan” atau “adaptasi”, melainkan metamorphosis: perubahan hakiki yang mengubah bentuk lama menjadi sesuatu yang baru dan lebih matang. Seperti ulat menjadi kupu-kupu: pada fase kepompong, tampak diam dan bahkan “tidak indah”, tetapi justru di situlah perubahan besar terjadi.
Analogi Filosofi Transformasi Diri
Kadang hidup terasa baik-baik saja. Segalanya tampak stabil, berjalan wajar, dan tidak ada alasan untuk berubah. Namun di balik keseharian yang tampak tenang itu, sering tersembunyi celah-celah kecil seperti kebiasaan yang tak lagi produktif, pola pikir yang sudah usang, atau nilai yang tidak lagi relevan dengan arah yang ingin kita tuju. Kita tak menyadarinya, karena permukaan yang halus sering menipu pandangan.
Transformasi diri dimulai ketika kita berani menengok ke dalam, dan mengakui bahwa kondisi “baik” hari ini belum tentu cukup untuk esok. Perubahan sejati jarang datang dengan indah; ia sering datang dengan rasa kacau. Dalam proses menuju lebih baik, kita mungkin tampak “lebih buruk” dahulu: lebih bingung, lebih rapuh, atau bahkan kehilangan arah. Inilah fase di mana struktur lama dalam diri sedang dibongkar agar yang baru bisa dibangun.
Seperti logam yang ditempa api, manusia juga harus melewati panas dan tekanan untuk menjadi kuat. Seperti ulat yang menutup diri dalam kepompong gelap, kita pun perlu melewati masa diam, masa yang tampak tak indah, agar sayap bisa tumbuh.
Jadi, jangan takut pada fase “jelek” dalam perjalanan hidup. Itu bukan tanda kemunduran, melainkan pertanda bahwa sesuatu sedang tumbuh, sedang berubah, sedang menyiapkan kualitas baru yang lebih jernih. Kebaikan sejati bukanlah bertahan di zona nyaman, melainkan keberanian untuk melewati masa tak nyaman demi menjadi diri yang lebih utuh, lebih sadar, dan lebih bermakna (@RWP, Surabaya-Jumat 24 Oktober 2025).
Forum Pendidikan Tinggi Maritim Indonesia Oleh Prof. Daniel Mohammad Rosyid Staf Pengajar Dept. Teknik Kelautan ITS Alhamdulillah, Rabu
Peran Strategis Indonesia dalam ASEAN SUMMIT 2025 Oleh Daniel Mohammad Rosyid @Rosyid College of Arts Latar Belakang KTT
Siapkah Bertransformasi Diri ? (Menjadi Lebih Baik Lewat Fase yang Terlihat Buruk) Oleh Dr. Eng. Ir. Rudi W.