ITS News

Rabu, 24 April 2024
10 Desember 2017, 15:12

Rektor ITS Bersikukuh Tak Kurangi Kuota Maba

Oleh : gol | | Source : -

Rektor ITS, Prof Ir Joni Hermana, MScES PhD

Menanggapi keinginan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) mengenai pembatasan jumlah mahasiswa baru Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Prof Ir Joni Hermana MScEs PhD angkat suara. Joni menegaskan bahwa ITS akan tetap mempertahankan kuota penerimaan mahasiswa baru (maba). Menurut Joni, Indonesia masih kekurangan sarjana sains dan sarjana teknik.

Joni meyakini yang dimaksud dengan pengurangan kuota maba adalah mahasiswa dari kelompok program studi (prodi) sosial, politik, budaya, hukum, dan humaniora.  Hal ini tercermin dari prosentase lulusan prodi tersebut yang mencapai 60 persen tiap tahunnya. Sementara jumlah lulusan sains dan teknologi yang hanya berkisar 20 persen dari total wisudawan perguruan tinggi di Indonesia.

“Kami masih akan tetap mempertahankan jumlah kuota penerimaan maba, mengingat Indonesia masih memerlukan sarjana sains dan teknik,” tutur guru besar Departemen Teknik Lingkungan ITS ini kepada ITS Online, Selasa (5/12).

Pengurangan kuota maba PTN, lanjut Joni, tidak akan lantas meningkatkan jumlah mahasiswa perguran tinggi swasta (PTS). “Jika dikalkulasi, jumlah PTS di Indonesia adalah sejumlah 4.300. Sementara PTN yang diminta mengurangi kuota maba hanya sekitar 140 PTN. Jumlah tersebut sangatlah tidak sebanding,” terang Joni.

Lagi pula, menurut Joni, melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi merupakan hak setiap siswa Indonesia. Artinya, para siswa tersebut tidak boleh dipaksa untuk masuk ke perguruan tinggi mana, apalagi dengan kapasitas dosen dan fasilitas yang sangat berbeda. 

Melihat hal tersebut, Joni menganggap tidak perlu ada pembatasan maba yang diterima PTN sesuai apa yang diusulkan Aptisi. Terlebih, PTN juga mempunyai standar baku tentang berapa kapasitas mahasiswa yang dapat diterima. Semua telah dihitung berdasarkan rasio dosen, fasilitas ruang kelas, serta laboratorium dan peralatan. 

Joni kemudian mencontohkan situasi di Tiongkok yang hanya memiliki 2500 perguruan tinggi. Padahal, jumlah penduduk Negeri Panda tersebut mencapai 2 miliar jiwa.  “Sementara Indonesia dengan jumlah penduduk 260 juta malah mempunyai perguruan tinggi yang tak kurang dari angka 4400. Sudah jelas tidak efisien, jadi kita tidak bisa menyalahkan mahasiswa atas kurangnya jumlah pnerimaan maba PTS,” kata orang nomor satu di ITS ini.

Rencana pengurangan kuota penerimaan maba di PTN ini bermula dari gelaran Rembuk Nasional Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) di Jakarta, Kamis (30/11) lalu. Ketua Umum Aptisi, Prof Dr Ir Budi Djatmiko meminta pemerintah mengurangi jumlah penerimaan maba di PTN.

Menurut Budi, PTN cukup menerima 3000 hingga 3500 mahasiswa strata satu setiap tahunnya.  Pengurangan ini diharapkan akan menjadikan PTN fokus mengelola mahasiswa strata dua dan strata tiga. “Dengan meningkatkan pengelolaan mahasiswa magister dan doktoral, saya rasa PTN akan jauh lebih siap menjadi institusi berkelas dunia,” ungkap Budi. (saa/mis)

Berita Terkait