Kampus ITS, ITS News — Sebagai negara maritim, potensi perikanan di Indonesia tentu tak perlu diragukan lagi. Dengan sumber daya yang melimpah dan pengelolaan yang baik, Indonesia seharusnya mampu menguasai bisnis dalam sektor kelautan dan perikanan. Peluang inilah yang berhasil dimanfaatkan oleh Ir Didik Sudiarso dan Achmad Nizam dalam membangun usahanya, Kamis (8/10) malam.
Ir Didik Sudiarso dan Achmad Nizam menyampaikan pengalaman berbisnis di sektor kelautan dan perikanan dalam agenda Kelas Inkubasi Startup Inovatif (KINSOV) kelima yang diselenggarakan oleh Direktorat Inovasi dan Kawasan Sains Teknologi (DIKST) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Sebanyak 60 persen sumber daya ikan berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) wilayah timur Indonesia. Sementara konsentrasi Unit Pengolahan Ikan (UPI) masih berpusat di barat Indonesia, khususnya di pulau Jawa. “Hal ini menjadi tantangan logistik bagi sektor kelautan dan perikanan,” tutur Didik, sapaan akrab direktur PT Kurnia Mitra Makmur tersebut.
Selain disparitas sumber daya ikan, Didik menyampaikan bahwa ada hal lain yang menjadi tantangan distribusi lokal, yakni biaya logistik yang tidak efisien, penurunan kualitas produk, hingga minimnya sarana dan prasarana. “Biaya transportasi ekspor lebih murah dari pada biaya pengiriman domestik,” terangnya.
Proses pemasaran produk ikan sendiri dimulai dari perikanan budidaya atau tangkap, yang kemudian disalurkan ke pasar segar ataupun UPI. UPI kemudian memasok untuk produk ekspor, industri katering, pengiriman daring, pasar modern, restoran dan kafe, hingga hotel.
“Selama pandemi ini kami mengalami penurunan omzet sebesar 30 persen karena biasanya suplai ke hotel, tapi sekarang perhotelan sedang ambruk,” ujarnya. Sebagai solusi, perusahaannya kini memproduksi aneka produk beku yang dinilai lebih praktis, karena dapat diolah sendiri di rumah.
Menurutnya, bisnis perikanan memiliki potensi cukup besar secara nasional. Baik secara makro, sektor-sektor industrinya, logistiknya, dan maritimnya. Belum lagi, lanjut Didik, sepuluh persennya belum diolah. “Ikan yang tadinya bernilai ekonomi rendah, kalau diolah bisa bernilai tinggi. Dan start-up yang menyelesaikan storage selama pengiriman,” ujarnya.
Produk Perikanan Indonesia di Pasar Amerika
Berbeda dari Didik yang fokus pada pasar domestik, Achmad Nizam memilih ekspor sebagai segmentasi pasarnya. Selain itu, direktur PT Bahari Mulia Utama ini memilih rajungan sebagai produk utamanya sejak tahun 2015. “Indonesia itu kaya sekali akan produk perikanan. Kalau Pak Didik spesialisasinya ikan, saya rajungan,” ucapnya membandingkan.
Menurutnya, dibutuhkan kerja keras dan kedisiplinan untuk bisa menembus pasar Amerika. Hal ini dikarenakan Amerika memiliki standar kualitas yang sangat tinggi. Terlebih, rajungan termasuk produk yang mudah basi. Dan produk rajungan milik pria dengan sapaan akrab Nizam ini merupakan produk pasteurisasi dalam kaleng.
Produk rajungan di laut Indonesia ada 65 persen dari keseluruhan produk perikanan, dan Blue Swimming Crab terbaik ada di Indonesia. Namun sayangnya, standar kualitas di Indonesia tidak terlalu bagus. Sehingga importir lebih memilih membeli dari Vietnam, India, hingga Tunisia. “Tapi akhirnya Amerika tetap ambil di Indonesia karena rajungan kita terbaik,” ujar Nizam.
Produk rajungan miliknya dibeli langsung dari nelayan dengan jumlah yang cukup melimpah. Namun setelah disortir, banyak rajungan yang tidak lolos uji kualitas. Sehingga harus dibuang karena tidak sesuai dengan standar Amerika.
Untuk mengatasi hal tersebut, perusahaannya menjual kembali second-grade-crab (rajungan kelas dua) ke pasar domestik. “Namanya Rajungan Legit. Hasilnya juga lumayan. Tapi tujuannya agar limbahnya tidak terlalu terbuang,” jelasnya.
Agar menembus pasar Amerika, Nizam berbagi kisah bahwa yang terpenting adalah adanya permintaan pasar terlebih dahulu, baru dapat menjadi pemasoknya. Lalu diperlukan dedikasi tinggi untuk memelihara kualitas produk. “Produk kita juga spesifik, tidak bisa dijual di tempat umum,” tambahnya.
Bagi Nizam, belajar menjadi entrepreneur harus siap untuk rugi dan tidak bermimpi untuk selalu untung. Karena banyak orang yang latah terjun di bisnis hanya karena melihat produk yang bagus. Padahal menurutnya, dibutuhkan kedisiplinan yang tinggi agar tidak tergerus oleh pesaing. “Di bisnis yang saya jalani ini contohnya, kompetitor kita bukan hanya di Indonesia. Tapi di negara lain yang standarnya tinggi,” tandasnya. (yus/id)
Kampus ITS, ITS News — Memasuki tahun kedua penerimaan mahasiswa baru Fakultas Kedokteran dan Kesehatan (FKK), Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS, Opini – Seiring berkembangnya teknologi, sajian komunikasi seni saat ini tidak lagi hanya muncul dalam ruang waktu
Kampus ITS, ITS News — Usaha pengurangan energi dalam pembuatan dan pengoperasian bangunan tidak luput dari mata para arsitek.
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggelar Halal Bihalal bersama Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS)