ITS News

Selasa, 30 April 2024
05 Juli 2005, 10:07

Awalnya Takut, Kini Merasa di Negara Sendiri

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Mulai tahun akademik 2005-2006, ITS Surabaya menerima sembilan mahasiswa asing. Tiga diantaranya berasal dari Papua New Guinea di program strata satu (S1), sedang enam lainnya mahasiswa jenjang strata dua (S2). Kegiatan ini merupakan rangkaian kerja sama pemerintah Indonesia dalam program Kemitraan Negara Berkembang. Keenam mahasiswa Program Pascasarjana masing-masing berasal dari Alzajair dua orang, sedang Cina, Guyana, Sudan dan Yaman masing-masing seorang.

Apa kesan mereka tentang Indonesia dan ITS? Stephen Bita dan Justin Winuan, dua mahasiswa asal Papua New Guinea, Senin (4/7) siang, mengatakan awalnya ia sangat takut untuk datang ke Indonesia mengingat berita-berita media massa di negerinya mengesankan Indonesia begitu menakutkan. Demikina juga dengan kampus ITS, terkait dengan lokasinya yang dekat dengan Bali, tempat terjadinya peristiwa peledakan bom.

“Memang beberapa orang di negeri kami menyarankan untuk tidak memilih Indonesia, tapi pemerintah kami memberi jaminan kalau Indonesia tidak seperti yang didengar dan dilihat melalui berita, demikian juga dengan ITS. Sebagai perguruan tinggi teknik terbesar Indonesia, ITS menjajikan pengembangan ilmu yang akan sangat membantu pemerintah Papua New Guinea ke depan,” kata Stephen menirukan sikap pemerintahnya.

Mahasiswa Kelahiran, 23 Juni 1982 yang memilih Jurusan Teknik Industri ini pun mengakui benar-benar menyiapkan mental untuk ke Indonesia. “Kami pasrah saja, karena yang kami cari adalah ilmu, sehingga apa pun berita mengenai Indonesia yang negatif tidak kami hiraukan,” katanya.

Dan benar saja, kata Stephen, faktanya sangat bertolak belakang dengan pemberitaan-pemberitaan yang ia dengar dan lihat di media massa negerinya. “Kami malah menilai sangat aman tinggal di Indonesia, suasananya cukup memberi jaminan keamanan, karena dijalan-jalan dengan santai orang bisa berbicara dan menyampaikan pendapat. Sungguh ini sangat demokratis,” katanya.

Sedang Justin menilai, mahasiswa di ITS begitu bersahabat. “Kami tidak menyangka jika mahasiswa di ITS begitu menjunjung tinggi perbedaan, sehingga kami yang warga asing pun diperlakukan layaknya bangsa sendiri. Sungguh ini tidak pernah kami bayangkan sebelumnya,” kata Justin kelahiran 9 September 1980 yang mengambil Jurusan Teknik Elektro.

Ditanya kendala yang dihadapi di ITS, baik Justin maupun Stephen mengungkapkan, factor bahasa menjadi kendala pertama dalam berkomunikasi. “Tapi setelah saya mendapat pelajaran bahasa Indonesia, kini saya sudah mulai paham dan bisa berkomunikasi dengan teman-teman asal Indonesia,” katanya.

Diungkapkannya, untuk persiapan pemahaman bahasa Indonesia, ia sudah tinggal lima bulan lalu di lingkungan kampus ITS. “Mulai tahun akademik nanti kami sudah mulai masuk bersama-sama dengan mahasiswa ITS lainnya. Kini kami sedang memperdalam bidang matematika, fisika dan computer. Tujuannya agar ketika mulai masuk kelas bersama-sama mahasiswa lain, kami sudah mengerti dan paham tentang berbagai materi perkuliahan,” kata Justin.

Baik Justin dan Stephen mengaku kalau mereka kini sudah merasa seperti tinggal dinegerinya sendiri. “Kami merasakan tidak ada perbedaan perlakuan sedikit pun yang kami alami tinggal dan kuliah di ITS. Sungguh kami tidak salah memilih ITS untuk bekal mengembangkan negeri kami dikemudian hari,” katanya.

Ditanya tentang pilihannya, Justin yang mengaku senang pada bidang elektro mengatakan, ia melihat ITS punya keunggulan yang sangat besar di bidang teknik elektro, karena itu, mengingat negerinya juga sangat membutuhkan pengembangan di bidang itu, maka pilihannya pun jatuh pada jurusan teknik elektro.

Sedang Stephen mengungkapkan, ia sangat tertarik dengan jurusan teknik industri, karena bidang itu memberi kesempatan yang sangat luas untuk mendapatkan lapangan pekerjaan, tidak hanya di negerinya tapi juga di Negara-negara lain. “Kami ingin setelah selesai di ITS bisa mengembangkan ilmu dan membangun industri di Papua New Guniea,” katanya.

Negara Berkembang
Dihubungi terpisah, Rektor ITS Prof Dr Ir Mohammad Nuh DEA, Senin (4/7) siang mengatakan, penerimaan mahasiswa luar negeri berkait dengan program ITS untuk bisa memperoleh pengakuan internasional internationally recognized. Sedang untuk enam mahasiswa Program Pascasarjana asal luar negeri itu dalam rangka pelaksanaan pemberian beasiswa pemerintah Indonesia dalam program Kemitraan Negara Berkembang. ”Kami menyambut baik ditunjuknya ITS sebagai salah satu perguruan tinggi didalam penempatan program tersebut. Melalui cara ini diharapkan program ITS didalam mencapai pengakuan internasional (internationally recognized) segera terwujud,” katanya.

Diungkapkan Nuh, dalam kerangka program kemitraan tersebut, tahun 2005-2006 pemerintah Indonesia menerima sebanyak 25 mahasiswa yang ditempatkan pada tiga perguruan tinggi negeri, selain ITS, ada Universitas Gadjah Mada (UGM) sebanyak 14 mahasiswa dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sebanyak lima mahasiswa. “Mereka berasal dari 21 negera yang tergabung dalam kerangka kerja sama Kemitraan Negara Berkembang yang dahulu lebih dikenal sebagai Gerakan Non-Blok,” katanya.

Dikatakannya, keenam mahasiswa itu akan memilih bidang studi di Jurusan Elektro, Fisika, Teknik Sipil dan Informatika. “Penunjukkan ITS ini akan dijadikan motivasi tersendiri bagi jurusan maupun para dosen yang akan mengajar mereka, agar materi yang disampaikan bisa diterima dan menarik bagi mahasiswa asal luar negeri itu. Kalau sudah tertarik mereka diharapkan tidak hanya belajar berkait dengan pemberian beasiswa dari pemerintah Indonesia, tapi bisa saja mereka akan mencari sponsor sendiri,” katanya. (Humas/rin)

Berita Terkait