Dialah Prof Ir Johan Silas, laki-laki yang telah mengabdi kepada ITS selama hampir 50 tahun. Penghargaan yang ia dapat kali ini berasal dari karyanya dalam hal pembangunan pemukiman di kampung-kampung. "Saya tidak tahu kok bisa mendapatkan penghargaan ini, " ungkapnya merendah.
Sosoknya yang terkenal lewat ide briliannya yakni Kampung Imrovement Program (KIP). Dengan santun alumni ITB ini mengaku akademisi seperti dirinya tak akan tinggal diam selama masih melihat kampung dan juga orang-orang kecil. Johan Silas mengaku bersyukur melihat keadaan kampung di Surabaya. Pasalnya Rektor ITS pun mengacungi jempol dengan keadaan kampung-kampung yang ada di Surabaya, semisal di Keputih.
Lebih lanjut ia pun menambahkan bahwa ada dua pertanyaan besar terkait pemukiman. Pertama, apakah permukiman yang layak tersebut bisa dicapai atau tidak? Kedua, mengapa sejauh ini masih banyak pemukiman yang kurang layak? "Yang pertanyaan pertama kita ambil contoh untuk pemerintahan Surabaya. Ini sudah sangat layak," tuturnya. Jadi sudah tidak ada alasan lagi bagi kota kota lain untuk tidak seperti Surabaya.
Dirinya menuturkan bahwa tidak ada yang luar biasa dari Surabaya. "Kenapa di tempat lain nggak bisa, ya gara-gara yang punya pemerintahnya," tegasnya. Jadi kalau di suatu daerah di Indonesia tidak bisa membuat pemukiman yang layak, sudah jelas yang salah itu aparatur pemerintahannya. Tapi, Johan Silas pun tidak men-judge bahwa daerah lain rusak semua. Kota-kota seperti Tuban, Balikpapan menurutnya sudah cukup bagus.
Penghargaan Yang Tak Terlupakan
"Yang paling berkesan itu ketika saya selesai membangun kembali rumah-rumah di Kepulauan Nias," terangnya. Menurutnya saat terjadi gempa di kepulauan Nias dirinya mendapat panggilan hati untuk membenahi keadaan disana, tepatnya di Nias bagian selatan. Singkat cerita, Johan Silas dan juga orang-orang dari Asian Development Bank (ADB) berhasil mengembangkan 6000 rumah bagi masyarakat yang saat itu terkena gempa.
Ketika semua pekerjaan sudah selesai ia pun merencanakan untuk kembali ke Surabaya. Tiba-tiba masyarakat setempat meminta ia dan yang lainnya untuk tinggal dulu sebentar. Berdasar kabar yang ia dengar, masyarakat sekitar berencana melakukan syukuran yang merupakan ucapan terimakasih para masyarakat karena rumah yang telah dibangun. "Waktu itu saya tidak punya firasat apa-apa, bahkan istilahnya menuju ke pemikiran dapat penghargaan pun tidak ada," tambah laki-laki yang sudah sepuh itu.
"Saat mau berangkat syukuran, saya belum memakai pakaian yang rapih bahkan orang-orang dari ADB malah memakai pakaian lapangan," ceritanya. Johan Silas dan rekan kerjanya pun segera menuju ke tempat syukuran. Tapi keanehan terjadi saat ada penyambutan dari ibu-ibu sepuh, bahkan ada juga istri raja yang menyambutnya. Yang lebih membuat ia kaget saat berada di depan gapura desa, ia dan yang lainnya disambut oleh tari-tarian perang yang merupakan tari adat ditempat tersebut.
"Saya sempat mikir kok ini syukuran mewah banget," terangnya. Keanehan pun mulai mencair saat diumumkan bahwa ia akan mendapat penghargaan dari raja Nias. Johan Silas mendapatkan penghargaan Balugu Samaeri Ono Niha yakni penghargaan raja pelindung masyrakat Nias. Ia menuturkan bahwa penghargaan kala itu merupakan penghargaan yang unik tanpa ada embel-embel sertifikat segala macam.
Upacara penganugerahan gelar pun berlangsung dengan lancar. Bahkan sampai ada kegiatan makan nasi khusus yang dimasak di kuali kemudian ditumpuk tumpuk, lalu ada acara potong babi juga. "Saya sangat tersentuh padahal niat saya ke Nias itu hanya ingin membantu masyarakat yang memang terkena bencana," pungkasnya. (hil/guh)