ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
05 Desember 2013, 00:12

Cintai Pertanian, Olivia Sabet Juara LKTI

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Berbagai permasalahan pertanian, seperti gagal panen, serangan hama, bencana, cuaca yang tidak menentu berhasil menginspirasi Oliv, sapaan akrabnya. Mahasiswa angkatan 2010 ini menerapkan ilmu Manajemen Resiko untuk mempermudah petani menyelesaikan masalahnya. Sebelumnya, ia mengatakan tengah menekuni bidang Food Security alias ketahanan pangan lantaran isu tersebut sedang marak dibahas. Tak pelak, ia pun berusaha mendalami pemahamannya seputar dunia ketahanan pangan selama satu bulan lama.

Namun, menurutnya topik soal ketahanan pangan tak membuat ia betah untuk menulis. Setelah rasa bosan menyelimuti, akhirnya Oliv memutuskan mengganti topik untuk penulisan karya tulisnya. ”Karena merasa nyaman dan sudah memahami pertanian, akhirnya saya mengambil topik pertanian,” ungkap penerima Beswan Djarum ini.

Awalnya, ia mulai menulis dengan melakukan pengamatan terhadap kondisi pertanian di negara lain. Diantaranya Pakistan dan India. Ia merasa ada banyak hal yang ada di luar sana sebenarnya dapat pula diterapkan di Indonesia. Menurutnya, yang paling krusial yakni sistem untuk menanggulangi resiko pertanian. Sebab, jumlah petani kian menurun lantaran karakteristik pertanian Indonesia yang mempunyai tingkat resiko tinggi namun rendah pengembalian (modal, red).

Di India, misalnya, terdapat aplikasi yang mencakup tiga komponen manajemen resiko, yaitu mitigasi resiko, transfer resiko serta penanggulangan resiko. Resiko pertanian acapkali terjadi karena keterbatasan pengetahuan petani dalam menghadapi suatu kondisi. Contohnya ketika terjangkit hama dan penyakit, para petani tidak memahami bagaimana sikap yang harus dilakukan terhadap tanamannya. ”Padahal, bantuan dari para ahli bisa menyelesaikan permasalahan petani,” ungkap national finalist Mandiri Young Technopreneur ini.

Karena itu, lanjutnya, dibutuhkan aplikasi yang dapat menciptakan kolaborasi informasi antar stakeholder pertanian, sehingga dapat memudahkan informasi yang diakses oleh petani. Siresip dapat menjembatani gap informasi antara kebutuhan petani dengan stakeholder terkait. Stakeholder tersebut diantaranya Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pemerintah, lembaga keuangan, universitas, dan pasar.

Lebih lanjut, ia menjelaskan Siresip memang dikonsep khusus untuk masing-masing personal petani. Terdapat informasi detail terkait petani yang dibagi ke dalam kategori usia, pendidikan, dan lokasi pertanian. Sehingga, informasi yang diberikan oleh para ahli dapat disesuaikan dengan kondisi petani. ”Kalau ahli itu mengetahui bahwa petani yang ia beri saran pendidikan terakhirnya adalah Sekolah Dasar, maka ia bisa menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami petani,” jelas Oliv panjang lebar.

Ada Harapan Orang Lain

Oliv bercerita kabar dirinya dinyatakan lolos sebagai finalis LKTI Gemastik 2013 justru muncul ketika ia masih berada di India. Kala itu, ia tengah mengikuti program ASEAN-India Student Exchange 2013. Antara senang bercampur bingung harus melakukan apa setelah itu, Oliv pun hanya memberikan kabar kepada dosen-dosen di ITS dan memohon bimbingannya. ”Hanya memberitahu saja, tapi tidak melakukan apa-apa karena jadwal acara di India juga sangat padat,” ungkap mahasiswi yang juga aktif di BEM FTIf ITS ini.

Sepulang dari India, Oliv pun langsung mengejar ketertinggalannya. Dirinya masih ingat betul selama perjalanan di kereta ia hanya berfokus pada persiapan mengenai materi presentasi. Maklum, kala itu ia memang hanya memiliki waktu selama tiga hari sebelum mengikuti Gemastik 2013 di Institut Teknologi Bandung (ITB). Bahkan, perasaan putus asa diakui Oliv mulai menghampiri dirinya saat itu. ”Karena sudah lelah sekali setelah penerbangan selama hampir 20 jam dan kondisi presentasi belum siap,” ujarnya berkisah.

Ia berpikir untuk berhenti, daripada nantinya justru memalukan ITS. Tapi ketika ia sampai di kampus, ia mendapati para dosen-dosen di ITS sangat mendukungnya. Ia dipanggil oleh bidang kemahasiswaan ITS untuk dibimbing secara khusus, selama tiga hari yang tersisa. Ia mengaku, apresiasi ITS terhadap prestasi mahasiswanya memang sangat tinggi. ”Mereka mengatakan siap membantu, apapun untuk kesuksesan saya mewakili ITS,” jelasnya sembari membayangkan perasaannya kala itu.

Akhirnya, Oliv merubah pikirannya. Ia berjuang untuk orang-orang yang menaruh harapan besar dibelakangnya. Ia pun mempresentasikan karyanya di hadapan empat dewan juri. Fakta bahwa tiga diantara juri itu adalah profesor tidak membuatnya gentar. Beruntung, Oliv selalu menyiapkan slide tambahan yang akan memudahkannya dalam menjawab pertanyaan juri. Sehingga, tidak ada pertanyaan yang tidak bisa ia jawab dengan referensi sesuai pertanyaan juri.

Di akhir, tanpa prasangka akan menjadi juara pertama, Oliv berhasil meraihnya. Uniknya, selama masa perlombaan berlangsung, ia sama sekali tidak tahu bagaimana konsep milik finalis lain. Ia hanya memberikan usaha terbaiknya sebagai perwakilan ITS. Menurutnya, yang berada di sana hanyalah ia seorang saja. ”Yang dibandingkan adalah seberapa besar usahaku melawan diriku sendiri,” tutur mahasiswi yang punya cita-cita pergi ke London ini. (fin/man)

Berita Terkait