Kecintaan Nur terhadap dunia otomotif sudah tertanam dalam nuraninya sejak masih kecil. Ia senang mengotak-atik motor miliknya sendiri, meskipun pada saat itu masih belum mengerti mengenai permesinan motor. ”Buat saya yang penting kencang. Mau modif juga nggak punya uang,” kenang Nur terhadap masa kecilnya dahulu.
Bahkan, akibat hobinya yang suka ngebut-ngebutan, dosen kelahiran Purworejo Jawa Tengah ini pernah mengalami peristiwa yang tak terlupakan semasa duduk di bangku SMP. Motor yang dikendarainya mengalami kecelakaan hebat yang menyebabkan kakinya patah. Ia pun tak dapat bersekolah selama beberapa hari dan harus mengikuti ujian semester dengan kondisi kaki di gips.
Meskipun demikian, kejadian tersebut tak lantas membuat Nur jera mencintai otomotif. Tahun 1997, dosen kelahiran 38 tahun silam tersebut mendapatkan mobil pertamanya dengan merk Holden Torana. Ia pun mengganti daya mobil yang awalnya hanya 2800 cc menjadi 3300 cc. ”Saya memang orang yang suka tantangan,” tuturnya.
Guna mengembangkan minatnya dalam dunia otomotif, Nur memilih jurusan Teknik Mesin ITS sebagai pelabuhan pendidikan perguruan tinggi. Ia sempat kecewa dan merasa salah jurusan ketika memasuki masa awal perkuliahan. Hal itu disebabkan, materi yang dipelajari di jurusan Teknik Mesin bukan mengenai otomotif seperti yang ia harapkan. Melainkan dasar-dasar teori permesinan secara umum, seperti termodinamika.
Tetapi, bersamaan dengan berjalannya waktu, ia pun mulai menikmati kuliah di Jurusan Teknik Mesin ITS. Hingga akhirnya lulus dan melanjutkan kuliah di Universitas Manchester, Inggris. ”Meskipun tinggal di Inggis, saya tetap mengikuti perkembangan dunia otomotif, terutama motor sport,” Ujar dosen yang gemar menghabiskan waktu bersama keluarga tersebut.
Lahirnya Karya-Karya Fenomenal
Kecintaan mendalam Nur terhadap dunia otomotif akhirnya terbayar tuntas. Berbagai karya prestatif satu persatu lahir dari tangan ayah tiga anak tersebut. Di awali dengan mobil Sapu Angin ITS tahun 2010 lalu.
Kala itu, tak ada niatan dari Nur untuk membuat Sapu Angin. Pihak ITS yang ditugaskan mewakili Indonesia mengikuti Shell Eco Marathon (SEM) tahun 2010 menyatakan belum siapmengikuti ajang tersebut. Sehingga, tidak ada alasan buat dia untuk membangun proyek Sapu Angin.
Namun, melihat semangat mahasiswa Jurusan Teknik Mesin yang begitu besar untuk mengikuti ajang tersebut. Akhirnya Nur menerima tawaran menjadi dosen pembimbing dan menghubungi pihak pemerintah untuk menyatakan kesiapan kontingen ITS. ”Waktu itu anak-anak datang ke rumah untuk meminta hal itu,” tuturnya
Selama beberapa bulan Nur dan 18 anggota timnya mempersiapkan Sapu Angin. Rencana awal, mereka hanya mengirim satu mobil saja. Tetapi, karena semua anggota tim berhasrat untuk pergi ke Malaysia, akhirnya diputuskan jumlah mobil yang akan dilombakan dua buah. ”Kami mengirim untuk kategori Urban dan Prototipe,” ujar Nur.
Tak dapat dipercaya, hasilnya sunguh mengejutkan. Dua mobil Sapu Angin yang sebelumnya tak difavoritkan keluar sebagai kontingen terbaik Indonesia untuk masing-masing kategori. Yang lebih prestrisius, Sapu Angin kategori urban keluar sebagai juara umum untuk kendaraan berbahan bakar bensin. ”Itu merupakan momen yang luar biasa bagi saya,” tutur dosen yang berprofesi sebagai konsultan tersebut.
Memasuki tahun 2011, Nur keluar dari tim Sapu Angin. Ia ingin memfokuskan pikiran terhadap proyek penelitian Engine Controller Unit (ECU). Awalnya, ECU yang dipakai untuk penelitian adalah ECU mobil. Namun, karena jumlah modifikator motor lebih banyak dari pada modifikator mobil. Akhirnya ECU motor yang di pakai sebagai bahan penelitian. ”Saat ini alat tersebut sudah jadi dan siap kami pasarkan,” tambah Nur.
Meskipun begitu, ternyata jiwa Nur yang menyukai tantangan lebih besar dari pada hasrat fokus terhadap satu objek saja. Pada tahun yang sama, pemerintah membentuk tim mobil listrik nasional (Molinas) yang digawangi lima perguruan tinggi nasional. Mereka adalah ITS, ITB, UGM, UI dan UNS. Dari ITS, pencipta tricycle surya ini ditunjuk sebagai perwakilan. Tanpa berpikir panjang, Nur pun langsung menerima tawaran tersebut.
Sebagai langkah awal, ia membuat proyek mobil listrik untuk dilombakan pada ajang Indonesia Energy Marathon Competition (IEMC) tahun 2012 lalu. Hasilnya tak terlalu mengecewakan, mobil listrik yang diberi nama Sapu Angin Electric Zero Emision Vehicle (SAE_ZEV) tersebut, berhasil menduduki posisi kedua dalam ajang yang baru digelar pertama kali ini.
Tak puas dengan SAE_ZEV, Nur akhirnya membentuk tim baru guna mengerjakan proyek mobil listrik berikutnya dengan tipe yang lebih sporty. Siang mereka jadikan malam dan malam mereka jadikan siang agar proyek selesai tepat waktu. Pola kerja tersebut kemudian menginspirasi Nur dan timnya untuk menyebut tim mereka sebagai tim kelelawar.
Tepat Sabtu (26/1), mobil yang di beri nama EC-ITS tersebut resmi diluncurkan oleh menteri pendidikan dan kebudayaan nasional, Prof Dr Ir Mohammad Nuh DEA. Mobil listrik kedua karya dosen Jurusan Teknik Mesin ITS tersebut berhasil memukau publik nasional dan menjadi perbincangan utama di berbagai media dalam negeri selama beberapa hari.
Bahkan, mobil berwarna putih ini digadang-gadang akan diproduksi massal. Tak hanya itu, pada saat pelaksanaan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 2013 Bali Oktober nanti, ia juga akan menjadi salah satu kendaraan resmi yang digunakan.
Meskipun begitu, Nur juga menyadari masih banyak kekurangan pada EC-ITS yang perlu diperbaiki. Sehingga proses penelitian dan pengembangan masih akan terus dilakukan agar performa mobil semakin sempurna, terutama dari segi safety.
Setelah Mobil Listrik, Lanjut Mobil Surya
Di samping pengembangan EC ITS, saat ini Nur juga sedang mengadakan proyek penilitian proyek mobil surya. Ia dan timnya berencana mengikuti ajang World Solar Car (WSC) di Australia Oktober mendatang. ”Mobil surya ini merupakan tantangan berat yang lebih prestisius lagi,” tuturnya.
Nur menjelaskan, proyek mobil surya ini merupakan impiannya sejak dulu. Pasalnya, selama ini belum ada di ITS bahkan di Indonesia yang berhasil membuat mobil surya untuk diikutkan dalam ajang WSC. ”Widya Wahana 3 dulu pernah akan diberangkatkan, tapi akhirnya batal,” ujar kepala laboratorium Otomasi Jurusan Teknik Mesin ITS tersebut.
Sehingga, untuk motto proyek mobil surya tersebut, Nur menciptakan istilah dreams come true. Ia pun berharap, kedepan akan semakin banyak pengembangan dan penelitian tentang mobil listrik dan surya. Karena, mau tidak mau masyarakat harus sadar bahwa kita membutuhkan energi alternatif untuk generasi akan datang. (ali/ran)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung