Sejarah itu seperti puzzle. Setiap kepingnya berada di tuannya. Begitu pula dengan sejarah kampus ITS. Banyak sekali cerita yang terpendam dan belum sempat terkuak ke permukaan untuk setidaknya diketahui oleh generasi ITS zaman ini. Dengan semangat perjuangan pula, sekelompok mahasiswa ITS berani menelusuri kepingan tersebut kepada para pendiri ITS dan saksi sejarah pendirian kampus tercinta ini.
Tim yang bernama Djoeang ini merupakan tindak lanjut dari pesan dari Bahtiar Rifai Septiansyah, senior mereka yang juga bertugas di ITS Online. Kepada mereka, mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan ini menyarankan agar setiap angkatan untuk membuat buku. Pasalnya, Bahtiar dan teman-temannya juga berhasil meluncurkan sebuah buku inspiratif yang berjudul 25 mahasiswa inspiratif ITS.
Gayung bersambut. Dengan semangat cinta almamater, Nur Huda segera membentuk tim. ”Awalnya teman satu angkatan saya di ITS Online hanya tersisa saya dan Hanif Azhar. Namun ketika dia diajak untuk masuk tim, ia menolak, karena ia sedang menjabat sebagai Ketua Himpunan Desain Produk Industri ITS,” ucap pria yang akrab dipanggil Huda ini.
Tak berputus asa, Huda mengajak angkatan yang ada di bawahnya. Maka terbentuklah tim yang beranggotakan Erik Sugianto, Lutfia, Eka Setyowati, Fatimatuz Zahroh, Lisana Shidqina, Kurnia Luthfi Wahyu Fendini dan Elita Fidya Nugrahani. Semuanya merupakan jurnalis ITS Online.
Seiring dengan perjalanannya. Erik Sugianto mahasiswa Teknik Perkapalan mundur di awal karena alasan akademik. Pun dengan Kurnia Luthfi yang mundur karena kesibukannya di Politeknik Negeri Surabaya (PENS). Otomatis tim ini hanya diisi oleh satu orang pria dan lima orang wanita. Untuk keperluan koordinasi dan penambahan tenaga, mereka merekrut, Aldrin Dewabrata, mahasiswa Sistem Perkapalan ITS.
Di awal terbentuknya tim, ketujuhnya masih belum menentukan genre buku yang akan dipilih. ”Waktu itu mas Bah mengatakan kalau bisa jangan membuat buku profil lagi. Mungkin kalian bisa mengangkat sejarah awal ITS terbentuk,” ujar Huda menirukan uraian Bahtiar.
Diskusi mulai dilakukan. Tema dan tokoh buku mulai dianalisa. ”Pada saat diskusi pertama, kami menentukan ide dan alur cerita buku ini, namun yang terjadi adalah simpang siur pemikiran sehingga kebanyakan ide yang diutarakan ngambang,” tutur Eka, mahasiswa Jurusan Teknik Kimia angkatan 2009 ini. Kesulitan mereka dalam mencari ide ini karena tim ini harus menggali kepingan sejarah ITS.
Data dan fakta mulai mereka kaji. Informasi mengenai tokoh-tokoh penting ITS sewaktu didirikan mereka kumpulkan satu persatu. ”Pokoknya kita nyari bapak-bapak atau ibu-ibu yang sudah tua. Yang berkaitan langsung dengan pendirian ITS,”ujar Eka lagi.
Reportase nan Heroik
Pemetaan tokoh akhirnya rampung. Tugas wawancara menanti. ”Kebanyakan dari mereka ini berada di daerah Surabaya dan Jakarta,”ujar Lutfia.
Demi mendapatkan fakta, mereka nekat berangkat ke Jakarta. Salah satu narasumber yang berada di Jakarta adalah Rektor Kedua ITS yaitu Kolonel Laut Marseno.
Untuk liputan di ibukota ini, Lutfia memiliki cerita yang cukup menarik. Ia dan Huda yang berangkat, dihadapkan dengan kemacetan yang luar biasa. Selain itu, mereka juga sempat tersesat di labirin Jakarta. ”Padahal kami akan menuju alamat yang seharusnya 10 meni, karena kami salah belok, kami harus menyelesaikannya selama dua jam, dan kami sempat menyentuh garis kota Bekasi,” kenang Lutfia lagi.
Lain lagi dengan kisah Fatimatuz Zahroh. Mahasiswa yang akrab disapa Ima ini juga berkesempatan ke Jakarta bersama Eka Setyowati. ”Kami berangkat modal nekad. Bahkan kami lupa membawa SIM (Surat Ijin Mengemudi, red),” seloroh Ima. Beruntung, hal tersebut tidak menimbulkan masalah.
Mulai Serius
Pembuatan buku ini memang tidak terikat waktu. Hal ini membuat buku tidak kunjung diselesaikan. Selain itu, penggarapan buku ini sempat vakum ketika pemilihan rektor ITS. ”Waktu itu tata orgasnisasi birokrasi di ITS belum stabil. Sehingga kita tidak tahu akan meminta dana ke siapa, waktu itu ITS Online juga belum tahu di bawah naungan apa,”jelas Huda menambahkan.
Sementara itu, Huda menuturkan hal paling sulit adalah ketika mulai menulis. ”Seringkali hasil wawancara berbeda angle sehingga sulit untuk disatukan,” tambah mahasiswa asal Tuban ini.
Berbagai polemik terus bergulir. Satu yang paling diingat adalah penggunaan istilah CUK. Awalnya, seluruh tim telah sepakat untuk mennambahkan kata CUK di judulnya. Alasannya, kata ini merupakan kependekan dari Cerdas Amanah Kreatif, jargon ITS beberapa tahun silam. Selain, itu kata ini juga merupakan salah satu wujud semangat khas Surabaya.
Ternyata, judul Kampus Djoeang CUK ini menuai protes jeras berbagai kalangan di ITS, mulai dari pihak birokrasi, Tim Character Building ITS, hingga aktivis mahasiswa. ”Namun sebenarnya, pihak narasumber pun mengatakan setuju,” ungkap Huda lagi. Namun demi kelancaran, mereka pun sepakat mengganti judul buku dengan nama Titik Nol Kampus Perjuangan.
Beberapa bulan sebelum Dies Natalis ITS ke-52, tim ini mendapat tuntutan untuk meluncurkan buku tersebut di tanggal kelahiran ITS yakni 10 Nopember. ”Waktu tinggal sebulan, kami masih bersantai. Akhirnya, kami baru sadar bahwa waktu yang tersisa tinggal tiga hari,” tambah Ima.
Selama tiga hari tersebut tim bekerja ekstra keras layaknya kerja rodi zaman Belanda. Waktu tidur yang berkurang hingga melakukan editing yang lumayan banyak. Layout buku juga masih dalam perjalanan. Penambahan seorang layouter lagi untuk menyelesaikannya.
Dini hari, (10/11) buku berhasil diselesaikan namun belum dicetak. Saat itu juga mereka pergi ke percetakan. Mereka mencetak beberapa buah untuk di-launching ketika upacara Dies Natalis ITS. ”Akhirnya buku itu pun lahir, kami sangat bangga, walaupun masih ada sedikit cacat,” ujar Huda.
Akhirnya Launching
Sabtu, (10/11) tahun lalu, Buku tersebut berhasil diluncurkan. Ketika itu Prof BJ Habibie, Bapak Teknologi bangsa ini yang juga mengisi orasi ilmiah, turut serta membubuhkan tanda tangannya di halaman awal buku.
Tak berhenti, buku juga di-launching secara resmi dalam acara ITS Business Summit (IBS) yang digelar oleh Ikatan Alumni (IKA) ITS, akhir November lalu. ”Tentunya dengan sedikit revisi. Buku ini pun sempat dilelang hingga harga mencapai jutaan rupiah ketika itu,” ujar Lutfia.
Hingga saat ini, buku tersebut tetap dijual dan turut diarsipkan oleh ITS. Terakhir buku Titik Nol Kampus Perjuangan ini telah mendapatkan nomor International Standard Book Number (ISBN) dari badang perpustakaan Republik Indonesia. (ais/ran)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung