ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
28 Januari 2012, 21:01

Berbekal Pinjaman, Berangkat ke Papua untuk Mengabdi

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Begitu mendengar nama pulau paling timur Indonesia itu, hal pertama yang terlintas dalam benak kita pasti jarak yang sangat jauh. Dan di sanalah Nur Sita Hamzati, Amar Muhammad, dan Wildan Cahyo Wuriyanto menjatuhkan pilhan untuk melakukan pengabdian.

Judul PKMM mereka cukup panjang, yakni Rumah Pohon (Rupo-Sepua), sebagai Sarana Pengenalan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Perpustakaan Alam bagi Anak Pedalaman di Kampung Klamit Distrik Sawit Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat. Dengan judul tersebut, Sita dkk akan membuat rumah pohon sebagai perpustakaan alam.

”Sesuai dengan namanya, rupo ini terbuat dari bahan yang berasal dari pohon,” tutur Sita. Letak rupo ini nantinya sedikit menggantung pada pohon besar yang masih hidup, seperti panggung. Rencananya, di dalam rupo akan diberi sebuah almari yang akan diiisi dengan buku-buku ensiklopedia, bergambar, dan pelajaran. Serta tak lupa beberapa tempat duduk.

Beberapa kegiatan yang akan mereka lakukan selama di Papua adalah mengenalkan lingkungan hidup dan melakukan pengamatan burung. Pengamatan flora dan fauna juga akan digerakkan pada anak-anak di sana.

Untuk mencapai target, pada awalnya mereka merencanakan akan berada di sana selama dua bulan. ”Tapi setelah kami pertimbangkan ulang, dimampatkan menjadi satu bulan saja. Urusan akademik juga menjadi perhatian kami,” ujar Amar, menambahkan penjelasan Sita.

Ini artinya, pada dua pekan pertama Sita dkk akan menjalankan programnya tanpa rupo terlebih dahulu. Pasalnya, untuk membangun rupo sampai bisa dimanfaatkan, diperlukan waktu sekitar dua pekan. ”Bukan berarti kegiatan vakum sebelum rupo jadi. Sambil berjalan, kita membangun rupo,” ujar mahasiswa Jurusan Biologi tersebut.

Ketika ditanya alasan memilih Papua, Sita mengatakan karena Papua masih hijau. Pulau tersebut memiliki potensi besar untuk tetap menjadi paru-paru dunia. Setidaknya dengan usaha kelompoknya, penduduk di sana lebih sadar bahwa kelestarian alam bisa dimulai dari mereka sendiri. ”Di sana lebih berpotensi menjaga hijaunya Indonesia, dan itu perlu dilestarikan. Karena kalau di Jawa sendiri, sudah semakin panas,” ungkap Sita.

Dana Minim, Cari Pinjaman dan Donatur
Perjuangan tiga mahasiswa ini tidak hanya berurusan dengan tenaga, pikiran, dan waktu. Tetapi juga berhadapan dengan dana. Dan untuk urusan satu ini, menjadi sebuah masalah serius bagi mereka. Pasalnya, perjalanan jauh dan waktu yang tidak bisa dikatakan sebentar memerlukan dana yang tak sedikit pula.

Sementara itu, pencairan dana hibah dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) masih memerlukan beberapa waktu lagi. Penggalangan dana pun dilakukan, baik melalui sms maupun via facebook.

Dan mereka juga bersyukur, Badan Akademik dan Administrasi Kemahasiswaan (BAAK) dan Jurusan Biologi ITS memberikan pinjaman dana. Tak hanya itu, beberapa orang juga memberikan sumbangsih berupa donasi agar program mereka bisa berjalan.

”Rasanya juga mustahil untuk membangun rumah pohon yang sesuai keinginan,” ungkap mahasiswa angkatan 2009 ini. Untuk menghadapi masalah tersebut, mereka juga berniat untuk mencari beberapa instansi untuk mengadakan kerjasama sponsorship.

Mereka juga menerima donasi bagi mahasiswa atau siapapun yang ingin ikut berpartisipasi dalam program tersebut. Donasi dapat berupa alat tulis, buku, dan apapun yang mendukung. Untuk mekanismenya, tinggal menghubungi tim tersebut.

Melihat realita yang ada, mereka yang awalnya menetapkan SD Inpres 153 Klamit sebagai tempat mengabdi, mau tak mau harus dibatalkan. Alhasil, pilihan selanjutnya jatuh pada Madrasah Ibtidaiyah (MI) Malauwele. ”Kalau ke SD Inpres, dana dan waktu yang dibutuhkan lebih banyak. Karena lokasinya berada di pedalaman,” jelas Amar. Sedangkan MI Malauwele berada di pinggiran kota, sehingga aksesnya lebih mudah.

Walaupun dana menjadi masalah yang serius, mereka tetap bersemangat. Dengan kapal laut, mereka berangkat ke Papua hari Selasa (24/1) malam. Sita ingin menunjukkan kepada para mahasiswa bahwa walaupun jauh dan terlihat susah merealisasikan, cita-cita tetaplah harus diperjuangkan. ”Justru daerah yang jauh itu yang jarang kita sentuh,” kata mahasiswi kelahiran Jogjakarta ini.

Hal ini juga diamini oleh Amar. Dia mengatakan, sebagai seorang mahasiswa, penting untuk menumbuhkan rasa pengabdian kepada masyarakat. ”Kita sebagai mahasiswa harus bermanfaat di pendidikan. Lakukan saja dengan ikhlas disertai ikhtiar dengan mengeluarkan tenaga semaksimal mungkin,” pungkas mahasiswa berkaca mata ini. Disisi lain, pengabdian ini juga bisa menjadi bentuk publikasi ITS ke sana. (nir/esy)

Berita Terkait