ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
15 April 2011, 09:04

Gagas Panel Surya Untuk Konstruksi

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Semuanya berubah di semester kedua. Bersama salah seorang temannya, ia mencoba membuat sebuah karya tulis untuk lomba. Karya pemula itu tidak berhasil memenangkan juara. Namun pengalaman membuat karya tulis itu ternyata membuatnya keranjingan. ”Ternyata banyak hal yang bisa saya pelajari selama membuat karya tulis,” aku pehobi sepak bola ini.

Sejak saat itu, Dimas keranjingan membuat karya tulis ilmiah. Hingga saat ini, ia sudah membuat sekitar lima karya tulis ilmiah lagi. Yang terakhir diikutinya adalah Lomba Karya Tulis Ilmiah Energi Terbarukan untuk Industri Konstruksi. Lomba tersebut diadakan oleh PT Hutama Karya.

Dimas menulis karya berjudul Optimasi Panel Surya dengan Konsentrator dan Pengarah Surya Berbasis Mikrokontroler sebagai Pembangkit Listrik Mini untuk Penerangan Proyek Gedung di Malam Hari. Akhir Maret lalu (29/3) ia dinobatkan sebagai juara pertama.

Ia bercerita, awalnya ia sama sekali tak tahu apa-apa mengenai industri konstruksi. Setelah berkonsultasi dengan dosen, akhirnya ia mendapat ide baru. Yaitu untuk meneliti sumber energi di kawasan konstruksi. Untuk contoh kasus nyata, ia mengobservasi pembangunan laboratorium baru Teknik Elektro di dekat jurusan Material dan Metalurgi.

Lelaki asal Klaten ini menanyakan banyak hal mengenai sumber energi untuk penerangan di kawasan proyek itu. Yang ia temukan, ternyata bahwa setiap harinya, kawasan konstruksi tersebut butuh sekitar 20-30 liter solar untuk menjalankan genset untuk kebutuhan penerangan kawasan proyek.

”Kalau dihitung-hitung, dalam setahun bisa menghabiskan sekitar 32 juta liter solar,” ucap kelahiran 19 Januari 1991 itu. Bukan jumlah yang sedikit, baik untuk kuantitas sumber daya maupun harga yang harus dikeluarkan.

Dimas mulai merancang sumber energi proyek alternatifnya, dengan menggunakan panel surya. Langkah pertama yang dilakukannya adalah mengoptimalkan peran panel surya. Ia mengaku, bahwa kendala dari penggunaan panel surya saat ini salah satunya adalah harganya yang mahal. Selain itu, panel surya yang umum digunakan baru bisa menyerap sekitar lima persen cahaya matahari yang datang.

Ide yang ia tawarkan adalah memasang semacam konsentrator sinar matahari, dalam bentuk sebuah lensa cembung besar. Lensa bernama Fresnel itu diatur dioptri dan jarak fokusnya sedemikian rupa sehingga dapat menguatkan intensitas matahari yang diterima oleh sel surya.

Berkaca pada kasus pembangunan laboratorium Teknik Elektro, Dimas menghitung kebutuhan listrik setiap harinya sebanyak 3600 Watt. Untuk menghasilkan daya listrik sebesar itu, panel surya buatannya dibutuhkan biaya yang lebih sedikit dari panel surya konvensional.

Cukup mahal, namun solar genset tersebut dipastikan bisa mencapai umur 25 tahun. ”Bandingkan dengan solar Rp 30 juta sehari, biaya sebesar itu lebih baik untuk gaji karyawan,” tutur Dimas lagi.

Juara kedua lomba tersebut juga berasal dari ITS. Yaitu Achmad Ferdiansyah. dengan judul karya Bio Plastic Diesel: Inovasi Bahan Baru sebagai Pengganti Solar Mesin Diesel di Industri Konstruksi. (lis/nrf)

Berita Terkait