ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
31 Desember 2010, 14:12

Berjibaku Sembilan Tahun Untuk Sebuah Paten

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Ketika seseorang melahirkan inovasi baru, maka wajib hukumnya ia melindungi ide kreatifnya. Salah satu caranya adalah melalui perlindungan paten. Jika tidak, gagasan yang telah susah payah diteliti akan diklaim pihak lain. Nyatanya, tak sedikit karya yang dibajak tanpa tanggung jawab. Begitu pemaparan Prof Ir Wahyono Hadi MSc PhD, salah satu penerima paten tahun 2010 ini.

Dosen jurusan Teknik Lingkungan ini mengakui bahwa banyak dosen ITS yang telah memiliki paten untuk hasil penelitiannya. Namun, tak sedikit pula yang belum mengajukan paten untuk temuannya. “Kalau alatnya yang mau dipatenkan sudah ada, ya tidak bisa diajukan sebagai paten,” ujar spesialis sanitary engineering. Jadi bukan karena kualitas penelitian yang menurun.

Proses mendapatkan paten, lanjut Wahyono, cukup panjang. Butuh sembilan tahun sampai pengajuan patennya diterima terhitung Januari 2001. “Bahasa teknis dan hukum kekayaan intelektual memang berbeda,” tambahnya.

Untuk itulah, perlu ada sekitar empat revisi terhadap deskripsi patennya hingga tulisan tersebut benar-benar mudah dipahami masyarakat secara umum. Revisinya pun hanya berjalan dua kali untuk tatap muka secara langsung, yakni di Jakarta dan Yogyakarta.

Bagi Wahyono, ini adalah hak paten pertama yang ia miliki. Sesuai bidangnya, ia memiliki inovasi alat yang disebut saringan air. Model serupa memang banyak di pasaran. Namun, alat yang diteliti sejak 1998 ini memiliki banyak keunggulan dibanding lainnya. “Alat ini bisa mencuci sendiri jika kotoran dari air di dalam alat cukup banyak,” lanjut dosen yang pernah juga melakukan kajian penanggulangan banjir Bengawan Solo.

Senada dengan Wahyono, Dr Ir Soeharto DEA dari jurusan Teknik Mesin pun menjalani proses panjang serupa. Meski usianya hampir menginjak masa pensiun, ia masih berusaha aktif dalam penelitian. Dan paten ini juga paten pertama yang ia terima dengan proses revisi yang sama pula dengan Wahyono.

Berbeda dengan Wahyono, Soeharto mengajukan paten terkait alat pengering ikan. Alat ini secara khusus diujikan untuk industri tepung ikan yang memanfaatkan ikan-ikan kecil buangan. “Dengan alat ini, kadar air dalam ikan tinggal sepuluh persen,” tutur Kepala Laboratorium Teknik Pengecoran.

Alat ini juga memiliki kapasitas tujuh puluh kilogram per jam. Bahkan, waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan ikan hanya berkisar 15 menit. Sedangkan pengeringan alami yang biasa dilakukan justru membutuhkan waktu lama, sehingga menurunkan efisiensi.

Sebenarnya, ia berharap alat inovasi ini bisa disebarluaskan ke masyarakat. Sebab, penelitian ini termasuk kategori penelitian tepat guna dan punya nilai jual. Namun, keterbatasan dana menjadi persolan.

Ia hanya berharap Dikti masih memberikan dana untuk pengajuan paten. Hal serupa juga dituturkan Wahyono. “ITS juga perlu proaktif mengundang industri dan investor,” harap Wahyono. Sehingga banyak investor yang tergerak untuk menginisiasi penelitian dosen ITS. (esy/bah)

Berita Terkait