Tetapi sore itu Junaidi masih saja sempat bermain futsal di lapangan jurusannya. Akhirnya, baru setelah magrib mereka berangkat, dengan menenteng proposal perencanaan pembangunan sebuah asrama tahan gempa. Mereka tiba di Malang sekitar pukul 23.00 WIB, dan langsung menuju rumah seorang teman mereka.
Baru hendak melepas lelah hari itu, keduanya sadar mereka belum menyiapkan bahan untuk presentasi lomba mereka. “Malam itu kami tidur larut malam karena mengerjakan presentasi kami dulu,†cerita Junaidi.
Beruntung mereka masih bisa bangun pagi. Bahkan, mereka menjadi peserta lomba yang pertama datang ke lokasi lomba. Sesampai di sana, mereka sempat terkejut.
Menurut informasi dari poster mengenai lomba ini yang mereka baca tiga minggu sebelumnya, hari Sabtu (5/12) lomba hanya akan diadakan technical meeting bagi para peserta. Tetapi ternyata hari itu juga, diadakan tes tulis bagi semua peserta.
Meskipun kaget, mereka tidak panik. Tes tersebut terdiri dari dua bagian, yaitu tes perhitungan rencana anggaran bangunan (RAB) dan tes gambar. Junaidi segera mengikuti tes perhitungan RAB tersebut sementara Adi berjuang menyelesaikan gambar komputer rencana rumah yang diberikan oleh panitia lomba.
Beruntung sekali, pagi sebelum berangkat Adi sempat mengingatkan Junaidi untuk membawa kalkulator. Benda tersebut terbukti membantu sekali selama tes itu.
Keesokan harinya, keduanya kembali ditantang untuk melakukan presentasi mengenai desain mereka. “Kami urutan kelima, masih segar dan semangat,†Adi mengenang kembali. Mereka memang sangat beruntung, karena acara presentasi tersebut berlangsung hingga sore. Maklum, ada 22 tim peserta lomba tersebut.
Malam harinya, panitia mengumumkan pemenang. Ia dan JUnaidi cukup senang ketika nama mereka disebut sebagai juara pertama kategori Best Design. Tetapi ketika muncul juga sebagai juara pertama dari kategori Best Performance, lengkap sudah kebahagiaan mereka. “Benar-benar tidak terduga,†kata Adi.
Adi memang tidak menduga menjadi juara. Karena selama lomba, ia sempat minder melihat karya peserta lainnya. Menurutnya, desain peserta lain lebih bagus dari karyanya.
Lain halnya dengan Junaidi. walaupun junaidi mengakui bahwa banyak karya yang desainnya lebih bagus. Ternyata perhitungan RAB para peserta lain kurang akurat, tidak seperti miliknya dan Adi. Jadi ia tenang-tenang saja. “Saya sudah ada feeling, akan jadi salah satu juara,†tutur lelaki asal Sidoarjo ini.
Ia tahu pasti, bahwa penilaian lomba tersebut tidak akan dinilai hanya dari desainnya saja, tetapi juga dari kelayakan pembangunan. Hal tersebut hanya dapat diketahui dari perhitungan perencanaan pembangunannya.
Tiga minggu sebelum final lomba di Malang, mereka sudah bekerja menciptakan desain mereka. “Sebenarnya kami cepat sekali mengerjakannya,†aku Junaidi. Menurut mereka, hanya butuh dua hari untuk menyelesaikan gambar beserta perhitungan RAB-nya.
Tapi jangan disangka mereka bekerja asal-asalan. Mereka bahkan menyertakan detail-detail gambar sekunder dari bangunan tersebut, seperti tangga dan pusat servis bangunan lainnya.
Jadilah sebuah asrama mahasiswa minimalis yang juga tahan gempa bahkan untuk zona 6 (zona rawan gempa paling tinggi menurut Standar Nasional Indonesia, red). Desainnya minimalis, dominan warna kelabu dan terdiri dari dua bangunan utama dipisahkan oleh sebuah lapangan. Masing-masing bangunan terdiri dari tiga lantai dengan total kamar sebanyak 12. Uniknya, asrama tersebut mempunyai atap yang berbentuk seperti sebuah buku yang terbuka.
Sebenarnya, Adi pernah mengikuti kontes yang sama tahun sebelumnya, dengan seorang teman lain. Kebetulan saat itu Junaidi sedang sibuk-sibuknya bertugas sebagai kepala departemen Akademik dan Profesi di Himpunan Mahasiswa Sipil (HMS). Ternyata, Adi hanya berhasil memperoleh juara ke-4.
Junaidi kaget mengetahui kabar tersebut. bahkan seorang arsitek dari Malang pun menyatakan hal yang serupa. Karena menurutnya, desain Adi cukup bagus. Ternyata, perhitungan RAB desainnya saat itu kurang akurat.
“Untungnya, jadi juara empat, masih boleh ikut lomba lagi,†ungkap lelaki asal Jombang itu. Dalam persyaratan lomba tersebut, juara I, II dan III memang tidak boleh mengikuti kembali lomba tahun berikutnya. Tanpa ragu, ia menggaet Junaidi untuk bekerja bersama.
Menekuni Talenta
Dua pemuda ini tampaknya kombinasi yang khusus diciptakan untuk lomba tersebut. Adi si jago gambar dan Junaidi si ahli hitung adalah sahabat karib yang hampir tak pernah terpisahkan. Sejak awal kuliah mereka bersahabat dekat. Mereka bersama dalam hampir segala hal. Mengerjakan tugas, kelas perkuliahan, mengerjakan proyek dari dosen, main futsal, bahkan kini mereka teman sekamar di kos.
Skill kedua sahabat tersebut memang sudah terlihat mereka kecil. Adi sangat senang menggambar. “Sebenarnya saya ingin masuk arsitektur, tapi orang tua saya kurang setuju,†tutur lulusan SMK Negeri 3 Jombang ini.
Bahkan sampai sekarang, banyak temannya yang mengatakan ia salah jurusan. Tetapi ia tak menyesal masuk Teknik Sipil. Saat ini, ia juga merupakan seorang pegawai freelance di PT Wekateks Consultant di Dharmawangsa.
Sementara Junaidi memang sangat menyukai matematika dan hitung-menghitung. Ia sempat tak menyangka akan masuk Teknik Sipil. Tujuan awalnya selepas lulus dari SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo adalah masuk Akademi Angkatan Bersejata Republik Indonesia (AKABRI).
Kini, Adi dan Junaidi tengah menyiapkan untuk masa depan mereka. Tugas akhir mereka sedang dalam masa persiapan. Tentu saja, mereka berencana untuk lulus bersama. (lis/az)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung