Konsep yang dibawa oleh ESB kali ini diadopsi dari Dutch Solar Challenge yang digelar di Belanda. Acara gelaran Himpunan Mahasiswa Teknik Sistem Perkapalan (HIMASIKAL), Marine Icon 2017 tersebut menggunakan remote control dalam mengoperasikan kapal, dan juga sebagai pembeda dari Dutch Solar Challenge.
Tim yang tergabung dalam perlombaan berjumlah 24 yang berlatarbelakang mahasiswa di seluruh Indonesia.
Untuk jenis kapal yang dilombakan, Daniel Pardomuan, penanggung jawab lomba ESB menyebutkan kapal pariwisata yang berkonsep tenaga solar matahari. Hal ini dilatarbelakangi potensi besar yang dimiliki Surabaya di bidang wisata air dengan sungai-sungai besarnya.
"Kita ingin mahasiswa sama-sama belajar untuk membuat kapal yang ramah lingkungan, khususnya di bidang pariwisata," ujar Daniel.
ESB terbagi menjadi tiga babak, yaitu babak kualifikasi, semi final, dan final. Pada babak kualifikasi, 24 tim akan dibagi ke dalam empat grup. Setiap tim dalam grup akan ditandingkan pada lintasan lurus berbentuk angka delapan dan dipilih tiga tim teratas untuk lanjut ke babak selanjutnya. "Lintasan angka delapan sengaja kita pilih untuk melihat kestabilan lambung kapal" tambah Daniel.
Selanjutnya, tiga tim terakhir akan kembali bertanding dalam babak play-off guna menentukan dua tim yang akan lanjut dan bergabung dengan 12 tim lainnya di babak semi final.
Pada tahap ini, efisiensi setiap tim akan mendapat ujian. Setiap tim akan dipersilahkan menjemur panel mereka selama 45 menit untuk persiapan menuju semi final. "Jadi nantinya ada tim yang tampil dengan energi penuh, ada yang setengah, semua tergantung efisiensi energi masing-masing" terang mahasiswa asal Jakarta tersebut.
Di babak semi final peserta akan dibagi dalam dua kelompok yang masing-masing terdiri dari tujuh tim. Menggunakan lintasan yang sama, kapal-kapal peserta akan menggunakan tenaga tersisa untuk saling mengalahkan satu sama lain. Selanjutnya hanya akan ada enam tim teratas yang dipilih menuju babak final.
Pada babak puncak, panel dari setiap kapal hanya akan diberikan 15 menit untuk melakukan pengisian energi. Selain itu, lintasan yang dilalui juga akan berbalik arah, sehingga operator yang sudah mulai menghafal lintasannya harus membiasakan diri dari awal. "Di babak final, efisiensi dan ketangguhan kapal beserta operator akan benar-benar diuji," ujar Daniel.
Lomba ini bukan sekedar ajang unjuk gigi antar universitas, namun juga sebagai ajang diskusi bagi seluruh peserta dengan cara mempresentasikan kapalnya masing-masing. "Di bagian presentasi nanti, mereka akan menjelaskan kelebihan dan kekuragan kapalnya, sehingga semuanya bisa pulang dengan membawa ilmu," terang mahasiswa semester enam tersebut.
Daniel pun kini berharap ESB bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah, sehingga suatu hari nanti salah satu kapal yang bertanding bisa direalisasikan untuk menjadi kapal pariwisata di Surabaya.
"Konsep eco solar boat ini sebenarnya sangat sederhana, namun kalau bisa direalisasikan maka akan membawa manfaat yang sangat besar bagi banyak orang" tutup Daniel. (mik/oti)