Ribuan penonton tampak memadati halaman GOR Pertamina untuk mendengarkan dialog monolog yang dibawakan oleh budayawan intelektual, Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun dan Kiai kanjeng.
Saking penuhnya, salah seorang pengunjung, Man, rela duduk di atas rumput demi mendengarkan dialog monolog yang bernapas islam tersebut. "Saya suka sekali cara berpikir Cak Nun," ungkap warga Keputih tersebut.
Pak Man juga mengapresiasi acara tahunan yang dilaksanakan ITS ini. Setiap tahun, ITS mendatangkan pembicara yang handal dan inspiratif. "Sudah dua tahun saya tidak pernah absen, dan selalu mengajak keluarga saya. Karena ada saja nilai moral yang didapat di acara ini," jawabnya seraya menyeruput kopi hitamnya.
Senada dengan Pak Man, salah seorang dosen ITS yang juga hadir malam itu, Ir Subowo M Sc pun mengungkapkan pendapatnya tentang Cak Nun dan acara puncak tersebut. "Saya suka karena ajarannya yang bermanfaat, dan caranya menjelaskan dikemas dengan ringan dan lucu," ujarnya.
Namun, Subowo mengungkapkan kekecewaannya lantaran suara dari Cak Nun tidak jelas terdengar. "Ini kan dialog monolog, tapi saya pribadi kurang jelas mendengar apa yang dibicarakan oleh Cak Nun. Harusnya suaranya lebih banter," ujarnya berdecak kesal ketika duduk di barisan paling belakang.
Selain itu, suara dialognya juga dirasa tenggelam oleh suara genset yang ada di belakang lapangan. "Tadi saat penjelasan 3S, suaranya samar – samar. Syukurnya suara musik Kiai Kanjengnya lumayan kencang dan kedengaran hingga kebelakang," tambahnya.
Ketika ditanyai pendapat mengenai kampanye 3S, Bowo mengatakan Ia mendukung kampanye tersebut. "Saya setuju dengan kampanye tersebut. Mahasiswa ITS memang butuh karakter yang baik," ungkap dosen Jurusan Teknik Mesin tersebut.
Menurutnya, yang terpenting adalah bukti atau hasil dari 3S, tidak berhenti hanya di kampanye saja, tapi dilakukan pengawasan dan evaluasi. (jel/oti)