Aditya dan Yabes berlari naik ke podium ketika namanya disebut di antara 3000 mahasiswa dari 70 negara di dunia. Mereka berdua dianugerahkan satu dari lima penghargaan yang diperebutkan dalam kompetisi itu. Dengan perolehan tersebut, mereka menempatkan nama ITS di posisi puncak di antara pemenang lainnya dalam kompetisi yang digelar di Harvard University, Boston, Amerika Serikat.
Social Venture Challange (SVC) merupakan gelar juara yang diberikan kepada tim yang memiliki proyek sosial yang memberikan dampak paling besar bagi perekonomian masyarakat. Adapun proyek sosial yang mereka angkat adalah memberdayakan petani dan peternak di Desa Mojosari, Kabupaten Mojokerto untuk membuat vermikompos berbahan dasar cacing tanah dan limbah kotoran sapi. ”Vermikompos tersebut kemudian dijadikan sebagai pupuk untuk meningkatkan produktivitas jagung saat kemarau,” ujar Yabes kepada ITS Online, Kamis (26/2).
Mereka berdua kemudian membawa proyek tersebut ke Harvard untuk dipresentasikan di HNMUN. Alhasil, karya dan presentasi dua mahasiswa angkatan 2011 ini mendapat tempat di hati dewan juri. Menurut Yabes, juri sangat terkesan dengan proyek mereka karena berhasil mengubah hal yang jorok menurut orang banyak, tetapi menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis tinggi. ”Orang bule itu bakalan terbuka pikirannya dengan hal yang menjijikkan, tapi bisa menghasilkan uang,” terang Yabes.
Sejatinya, mekanisme kompetisi utama dalam HNMUN adalah para kontingen menjadi representasi dari suatu negara. Sehingga negara tersebut akan dinilai keaktifannya dalam berdiplomasi dengan negara lain untuk memberikan resolusi terhadap permasalahan dunia yang sedang terjadi. Dalam hal ini, ITS menjadi representasi dari Tanzania. ”Adapun SVC adalah cabang perlombaan dari HNMUN itu sendiri” jelas mahasiswa asal Makassar itu.
Ada tiga tim ITS yang maju di kategori SVC. Bahkan, dua di antaranya berhasil masuk ke babak final. Akan tetapi, hanya satu yang akhirnya dapat juara. ”Negara-negara di Amerika Latin yang paling berat, karena mereka sangat ambisius,” jawab Aditya ketika ditanya negara mana yang menjadi pesaing paling berat dalam kompetisi ini.
Yabes mengaku, mereka bukan main-main dalam mempersiapkan kompetisi ini. Ia dan tim yang tergabung dalam ITS HNMUN Club telah mempersiapkan diri sejak Oktober 2014. Meski baru pertama kali ikut dalam HNMUN, anggota tim yang berangkat telah memiliki berbagai prestasi dalam ajang MUN lainnya. Menariknya mereka bisa menaklukkan HNMUN, meski datang dengan status sebagai pendatang baru. ”HNMUN itu paling keras, seperti di PBB beneran, istilahnya the mother of MUN,” ujar mahasiswa Teknik Mesin itu.
Prestasi yang ditorehkan Tim ITS HNMUN ini menjadi bukti bahwa mahasiswa ITS tidak hanya berprestasi di bidang teknik, tetapi juga bidang sosial yang bergengsi. Karena menurut Aditya, permasalahan yang dibahas di PBB tidak hanya berkutat mengenai sosial dan hubungan internasional saja, tetapi juga permasalahan alam dan eksakta yang membutuhkan campur tangan orang-orang teknik.
Yabes berharap, prestasi ini mampu menjadi pelecut semangat bagi mahasiswa ITS agar tidak alergi di dunia sosial, politik dan hubungan internasional. Menurutnya, pemikiran-pemikiran mahasiswa teknik dapat diaplikasikan dalam dunia politik. ”Engineering tanpa politik itu kuli,” tegasnya. (mis/guh)
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Kampus ITS, ITS News — Guna meneguhkan komitmen sebagai World Class University (WCU), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyiapkan
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung