ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
30 November 2010, 15:11

Empat Tahun LuSi di Bumi Sidoarjo

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Seminar Nasional 4 Tahun Lumpur Sidoarjo "Pengelolaan Lumpur Sidoarjo dalam Perspektif Teknik dan Ilmu Kebumian" adalah judul dari seminar yang baru saja diadakan oleh LPPM ITS sebagai institusi yang menangani secara administratif dan UP3D sebagai pelaksananya. Seminar ini mendatangkan berbagai pembicara ahli dari berbagai macam bidang keilmuan seperti P. Andang Bachtiar dari Geolog Independen, M. Nur Cahyadi S.T M.Sc dari Teknik Geomatika ITS, Dra. Dian Saptarini dari Biologi ITS, Ir. Christiono Utomo dari Teknik Sipil ITS, Achmad Chusairi, S.Psi dari Unair, Ir. Soetjahyono Soedjito Deputi bidang sosial BPLS, dll.

"Ada satu misi dan cita-cita yang ingin dibawa LPPM sebagai salah satu alasan untuk mengadakan seminar LuSi ini, yaitu untuk mendukung berdirinya Fakultas Teknik Kebumian sehingga ITS mempunyai disiplin yang kuat dalam menguasai penanganan bencana baik di dalam maupun di atas permukaan bumi," ungkap Dr. Ing. Ir. Teguh Hariyanto, M.Sc selaku ketua panitia. Adapun tujuan utama diadakannya seminar nasional 4 Tahun Lumpur Sidoarjo ini adalah untuk mencari solusi yang terintegrasi dalam rangka menangani LuSi yang sampai saat ini masih belum memiliki data-data lengkap menyangkut keadaan bawah tanahnya. Seperti yang dikemukakan oleh Deputi KLH dalam pembukaan seminar bahwa prioritas pembangunan jangka menengah Indonesia adalah mengenai penguasaan dan penanggulangan resiko bencana. Memang sudah selayaknya setiap pembangunan harus memperhatikan tentang mitigasi bencana yang berguna dalam mempermudah pemetaan kawasan rawan bencana dan resikonya, serta dapat pula meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap probabilitas terjadinya bencana di daerahnya.

Dalam berbagai bencana yang baru-baru ini melanda Indonesia seperti banjir bandang di Wasior, tsunami di Mentawai, ataupun leusan Gunung Merapi, faktor alam merupakan faktor utama terjadinya bencana yang melanda Indonesia. Contoh-contoh faktor alam tersebut misalnya perusakan hutan dan habitatnya, perusakan tanah, pencemaran air dan udara, perburuan fauna dan satwa langka, serta pertambahan penduduk yang makin lama semakin meningkat. Alam sebenarnya tidak begitu saja memberikan bencana terhadap manusia, alam terlebih dahulu memberikan tanda-tanda bahaya yang seharusnya dapat dibaca oleh manusia penghuninya. Kearifan lokal telah lama mengajarkan kita untuk mengenali tanda-tanda bahaya dari alam. "Jika bencana hendak dihindari, jangan pernah menunda sampai terjadinya bencana," tutur beliau.

Korban dari keterlambatan antisipasi bencana biasanya merupakan masyarakat awam yang tidak mengerti tentang bagaimana membaca tanda-tanda bencana dari alam. Untuk itu diperlukan pendidikan yang bisa memberikan pencerdasan bagi masyarakat  dalam memahami keadaan kebumian seperti dampak tektonik, vulkanik, ataupun tsunami yang pada kenyataannya masih belum cukup kita pelajari secara menyeluruh. Dampak yang ditimbulkan bukan hanya dalam segi lingkungan namun juga dalam segi sosial, ekonomi, kesehatan, dan psikologi masyarakatnya. Dalam kasus LuSi sendiri yang menjadi korban adalah masyarakat Sidoarjo yang bermukim di sekitar luapan Lumpur Lapindo. Tidak hanya kehilangan tempat tinggal, mereka juga masih harus berkutat dengan ketidakjelasan pemberian ganti rugi atas hilangnya rumah, harta benda, dan warisan sejarah budaya mereka yang ikut tertimbun bersama Lumpur Lapindo ini.

Selama 4 tahun LuSi bersama kita, telah banyak dampaknya kita rasakan. Tanggul yang membatasi semburan Lumpur Sidoarjo saat ini masih dikategorikan sebagai tanggul yang berbahaya dan beresiko karena terletak pada pemukiman padat penduduk dan dilewati jalur transportasi yang padat. Sejak munculnya LuSi sampai sekarang telah berdampak pada 15.000 keluarga yang terpaksa mengungsi, rusaknya berbagai infrastruktur dan fasilitas umum, lenyapnya harta benda, gangguan kegiatan sosial ekonomi masyarakat, kerusakan lingkungan, kehilangan rasa aman dan kenyamanan, dan banyak lagi dampak lainnya. " Sebaiknya perusahaan melakukan penelitian mendalam tentang AMDAl, vibilities, study kelayakan terlebih dahulu sebelum melakukan pembangunan  sehingga memperkecil risiko terjadinya bencana alam dalam pelaksanaannya. Benar-benar memperhatikan kearifan lokal, apalagi jika kearifan lokal dan SOP Mud Volcano dijadikan sebagai kearifan universal," tutur Ali Murtadho, salah seorang mahasiswa Teknik Industri yang menjadi peserta di Seminar Nasional 4 Tahun Lumpur Sidoarjo.

Berita Terkait