ITS News

Jumat, 26 April 2024
23 Juli 2022, 20:07

Menilik Kemampuan Memilih di Hidup yang Penuh Pilihan

Oleh : itsric | | Source : ITS Online

Layaknya pohon yang bercabang, berbagai pilihan hidup yang ada akan memiliki ujungnya masing-masing

Kampus ITS, Opini – Kehidupan sehari-hari tidak lepas dari sekelebat ide yang singgah dan berganti. Seperti halnya dengan memilih berbagai aktivitas yang akan dilakukan seseorang di hari tersebut. Nyatanya, otak manusia memegang kendali atas seluruh aspek biologis pada dirinya, apakah sama halnya dengan menentukan jalan hidup? 

Tanpa kita sadari, aktivitas sehari-hari tidak lepas dari kinerja otak yang dengan ajaibnya dapat mengatur keseharian kita. Entah itu dalam mengerjakan kalkulus hingga sekadar memilih tempat makan siang, keduanya melibatkan pikiran yang melalui ragam pilihan. 

Tak hanya itu, manusia sendiri merupakan salah satu makhluk hidup yang memiliki kemampuan berpikir secara rasional. Dengan kemampuan tersebut, manusia sanggup hidup berkelompok, mengonsep negara, bahkan menciptakan teknologi yang dapat membawa pada perkembangan atau kemusnahan. Dengan segala hasil yang telah kita capai, tak ayal manusia kelak dapat menjelajahi angkasa dan menyelami alam semesta. 

Namun tidak perlu jauh-jauh, harapan tentang masa depan yang begitu jauh untuk digapai nyatanya berada dekat dengan diri sendiri. Segala tujuan atau keinginan inilah, menurut saya, yang mendasari suatu pemikiran yang berbuah menjadi perbuatan. Sebuah pilihan adalah hal yang mutlak.

Mahatma Gandhi merupakan pemimpin spiritual dan politikus dari India yang juga merupakan tokoh penting dalam Gerakan Kemerdekaan India

Sejauh Mana Seseorang Menentukan Pilihan?
Hidup tidak lepas dari aktivitas memilih yang kita lakukan tiap harinya tiap jam, menit, hingga detik. Entah dari memilih minuman mana yang akan dibeli di toko kelontong, menentukan pasangan hidup, ataupun memilih untuk tidak memilih. Nyatanya, tiap pilihan tersebut memiliki arti masing-masing dan dari tiap pilihan tersebut membawa kita ke salah satu jalan dari difraksi kisah hidup kita yang tak terbatas.

Mengutip salah satu tokoh spiritual ternama, Mahatma Gandhi, ia pernah mengungkapkan untuk berhati-hati dalam berpikir. Karena apa yang kita pikiran menjadi perkataan, perkataan menjadi perbuatan, perbuatan menjadi kebiasaan, kebiasaan menjadi nilai hidup, dan nilai tersebut menjadi takdir.

Sekilas, pemikiran yang datang dan pergi tersebut menjadi sesuatu hal yang biasa dalam hidup. Namun, bila apa yang pemikiran yang kita pilih menjadi takdir, tampaknya agak jauh dari kata masuk akal bila kita pikir secara mentah-mentah. Tentu pilihan untuk percaya atau tidak akan kembali ke tangan masing-masing. Tetapi, tentu tidak ada salahnya sedikit berkenalan dengan konsep tersebut dan menarik hal baik di dalamnya.

Salah satunya adalah lewat introspeksi diri dan menanyakan kembali esensi dari perbuatan yang diperlukan untuk melihat apakah pemikiran telah berada di jalur yang tepat. Hal ini dapat menjadi penentu setiap tindakan yang akan diambil agar tidak berdasarkan emosi, hasrat, maupun bias yang tidak disadari. Karena, sering kali kita sadar namun tidak menyadari.

Tentu mustahil untuk menentukan apakah pilihan yang kita buat akan membawa dampak baik ataupun buruk di masa depan akibat ketidakpastian yang menyelimuti. Namun, di sisi lain, hanya diri kitalah yang mengetahui mana yang baik dan buruk bagi diri kita sendiri. Karena takdir, mimpi, dan perspektif seseorang adalah miliknya seorang dan baginya untuk menentukan. 

Namun, tentu busur tanpa panah tidak akan menjadikan seorang pemanah dapat menembak sasarannya. Sehingga, dalam hidup pun memerlukan tindakan yang kokoh di dalamnya. Layaknya panah yang terombang ambing oleh angin untuk mencapai tujuan, akan tetapi tetap percaya pada tangan dan busur yang melepasnya. Aksi inilah yang menjadi penunjuk seberapa bernilainya pemikiran dan tujuan yang ada.

Terakhir, manusia terlahir sebagai sosok makhluk sosial yang membutuhkan satu sama lain. Seperti halnya kita menjaga segala pemikiran dan pilihan kita, ada baiknya bila kita turut merawat milik sesama. 

Perilaku tersebut bukan hanya sebagai amal baik, namun juga menjadi penegur diri kita masing-masing. Karena, melihat apa milik orang lain akan lebih mudah daripada melihat milik pribadi. (*)

Ricardo Hokky Wibisono
Teknik Sistem Perkapalan
Angkatan 2021
Reporter ITS Online 

Berita Terkait