ITS News

Sabtu, 27 April 2024
20 Mei 2020, 20:05

Pengelolaan Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pelayaran Kapal Internasional

Oleh : itssin | | Source : ITS Online

Materi tentang “ Current Research Issues of Global Marine Emission Towards 2050”

Kampus ITS, ITS News — Guna membekali mahasiswa mengenai isu terkini dalam aspek perkapalan, kemaritiman, dan kaitannya dengan lingkungan, Departemen Sistem Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) hadirkan narasumber dari Bureau Veritas Group, Rachmat Gunawan MSc. Kuliah tamu yang bertajuk “Current Research Issues of Global Marine Emission Towards 2050” ini dilaksanakan secara daring pada Jumat, (15/5).

Rachmat, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa pelayaran internasional tidak lepas dari meningkatnya jumlah emisi gas buang yang dihasilkan oleh mesin kapal. Gas buang seperti Nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), dan sulfur oksida (SOx) telah diketahui dapat menyebabkan masalah kesehatan dan lingkungan. “Adanya kekhawatiran tentang peningkatan efek gas rumah kaca dalam aktivitas pelayaran internasional telah menjadi perhatian khusus bagi dunia,” terangnya.

Pria yang menduduki Spesialis Efisiensi Energi di Bureau Veritas Group ini menerangkan, studi yang dilakukan oleh International Maritime Organization (IMO) pada tahun 2014 memperkirakan bahwa pelayaran internasional telah mengeluarkan 796 juta ton karbon dioksida (CO2) pada tahun 2012.

Lebih lanjut, Jumlah CO2 tersebut turut menyumbang sekitar 2,2 persen dari total emisi CO2 antropogenik global. “Studi ini juga menegaskan bahwa emisi dari pelayaran internasional dapat tumbuh antara 50 hingga 250 persen pada 2050 terutama karena pertumbuhan perdagangan maritim dunia,” sambungnya.

Sebagai upaya menghadapi hal tersebut, IMO telah mendorong peningkatan efisiensi energi dan mengembangkan langkah strategis untuk mengurangi emisi kapal. Sejak tahun 2013, IMO telah menetapkan dua standar dalam penghematan bahan bakar kapal. Keduanya dikenal dengan Indeks desain penghematan bahan bakar atau Energy Efficiency Design Index (EEDI) dan manajemen penghematan bahan bakar kapal atau Ship Energy Efficiency Management Plan (SEEMP).” lanjut alumnus Departemen Sistem Perkapalan ITS ini.

Rachmat Gunawan M Sc ketika mmaparkan materi dalam kuliah tamu yang bertajuk  “Current Research Issues of Global Marine Emission Towards 2050”

Lebih dalam, Rachmat memaparkan, EEDI mengharuskan kapal-kapal baru untuk mematuhi tingkat kinerja efisiensi energi wajib minimum, kemudian meningkat dari waktu ke waktu melalui berbagai fase. Sementara SEEMP akan menetapkan mekanisme bagi pemilik kapal untuk meningkatkan efisiensi energi kapalnya. “Dalam hal ini menggunakan langkah-langkah operasional seperti perutean cuaca, optimasi trim dan kecepatan, ketepatan waktu kedatangan di pelabuhan dan lainnya,” paparnya.

Alumnus Ecole Centrale de Nantes Prancis ini menjelaskan bahwa IMO berkomitmen untuk mengupayakan pengurangan total emisi gas rumah kaca tahunan dari pelayaran internasional  setidaknya 50 persen pada tahun 2050 dibandingkan tahun 2008. “IMO  juga telah mengeluarkan kebijakan pembatasan bahan bakar dengan kandungan sulfur tidak melebihi 0.5 persen seperti yang tercantum pada MARPOL 73/78 Annex VI pasal 14,” jelasnya.

Sebagai anggota resmi IMO yang turut meratifikasi MARPOL 73/78 Annex VI, lanjut Rachmat, pemerintah Indonesia dalam hal ini wajib melaksanakan kebijakan tersebut. Menyikapi hal tersebut, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan terhadap kapal berbendera Indonesia berbobot 5000 gross tonnage (GT) atau lebih untuk menyertakan perencanaan pengumpulan data dari konsumsi bahan bakar pada SEEMP. “Serta kewajiban bagi kapal untuk memiliki Konfirmasi Rencana Pengumpulan Data Kepatuhan,” terangnya.

Terakhir, Rachmat berharap bahwa kebijakan pengurangan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan IMO bersama pemerintahan di beberapa negara dapat membantu mengurangi konsumsi bahan bakar secara keseluruhan. Termasuk emisi dan kerugian yang ditimbulkan dalam jangka panjang. “Tentunya, semua pihak mulai dari pemerintah, industri, lembaga akademik, dan bahkan diri kita sendiri harus bekerja dengan cerdas dan efektif untuk mencapai tujuan ini,” pungkasnya. (sin/lut)

Berita Terkait