ITS News

Jumat, 26 April 2024
14 November 2019, 19:11

Cegah Defisit Neraca Gas, Mahasiswa ITS Sabet Juara

Oleh : itsojt | | Source : ITS Online

(dari kiri) , Bella Clarensia, Briangga Herswastio Bromo usai penyerahan hadiah sebagai 1st Runner Up dalam Petrofest 2019 bidang Kompetisi Studi Kasus

Kampus ITS, ITS News – Prestasi membanggakan kembali diraih mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Kali ini, berkat inovasinya untuk menyelesaikan persoalan defisit neraca gas, gelar 1st Runner Up kategori Kompetisi Studi Kasus dalam ajang Petrofest 2019, Sabtu (2/11) lalu berhasil dibawa pulang.

Adalah Bella Clarensia, Briangga Herswastio Bromo, dan Muhammad Daffa Alim, mahasiswa Departemen Teknik Kelautan ITS yang tergabung dalam Tim Barden Bellas yang mengusung ide inovasi berupa teknologi Multi Hydraulically Fractured Lateral Well. Teknologi tersebut merupakan solusi persoalan defisit neraca gas nasional yang mereka tawarkan dalam ajang yang digelar di Universitas Indonesia selama dua hari sejak Jum’at (1/11) tersebut.

“Solusi tersebut kami (Tim Barden Ballas, red) cetuskan saat diberi peran sebagai Pemerintah Indonesia dan BUMN untuk mengelola energi minyak dan gas bumi (migas) non konvensional,” ungkap Bella Clarensia, salah seorang anggota Tim Barden Ballas.

Ia juga menjelaskan, Neraca Gas Nasional merupakan gambaran pasokan gas bumi  dan kebutuhan gas bumi nasional dalam jangka waktu tertentu. Neraca Gas Nasional sendiri diduga akan mengalami defisit pada tahun 2025-2027 lantaran kebutuhan masyarakat lebih tinggi daripada persediaan yang ada.

“Oleh karena itu, kami mencoba sebuah teknologi yang belum pernah diterapkan di Indonesia tersebut (Multi Hydraulically Fractured Lateral Well, red),” sahutnya.

Bella menjelaskan, dengan implementasi teknologi tersebut, proses drilling akan menjadi lebih mudah. Pasalnya proses drilling nantinya hanya akan menggunakan satu wellpad dibarengi dengan multilateral drilling pipe. “Selama ini satu wellpad hanya untuk satu sumber, tapi kali ini dalam satu wellpad akan digunakan pipa yang banyak,” jelasnya.

Mahasiswi kelahiran 1999 tersebut mengaku, efektivitas inovasi ini ditunjukkan dari seberapa banyak jumlah produksi yang dapat ditingkatkan. Berdasarkan data prediksi perbandingan migas yang dihasilkan dua conventional wells dengan satu multilateral wells, dari data penelitian ini bisa meningkatkan 100 persen jumlah produksi.

“Teknologi ini bisa menaikan jumlah produksi dan bahkan memberikan surplus,” klaim mahasiswa angkatan 2017 tersebut.

 

Rancang bangun teknologi Multi Hydraulically Fractured Lateral Well yang diusung tim Barden Bellas

Untuk implementasi inovasi tersebut, Bella memaparkan bahwa Ia dan tim telah memilih tiga tempat yaitu Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan dan Pulau Papua. Hal tersebut diukur melalui tiga parameter, di antaranya adalah jumlah gas dalam cekungan, fleksibilitas cekungan, dan sistem distribusi gas.

“Selain mempertimbangkanjumlah gas dan infrastruktur yang, kami (Tim Barden Ballas, red) juga mempertimbangkan apakah terdapat akses yang mudah untuk menuju region tersebut,” ungkapnya.

Mahasiswi yang juga menjabat sebagai Director of Professionalism di SPE ITS SC 2019/2020 itu membeberkan, bahwa penetapan skema pemberian insentif kepada kontraktor pun tak luput menjadi salah satu dari tiga ide yang ditawarkan Tim Barden Bellas. Ide tersebut berupa pergantian kebijakan skema bagi hasil antara yang awalnya kebijakan cost recovery menjadi kebijakan gross split. Di dalam kebijakan itu mengatur pemberian insentif kepada kontraktor sebesar 10 persen jika menggunakan fase produksi tingkat lanjut.

“Melalui solusi-solusi tersebut diprediksi dapat menambah produksi yang signifikan dan mencegah defisit neraca gas pada tahun 2025 hingga tahun tahun setelahnya,” imbuhnya.

Kendati demikian, Bella mengaku bahwa teknologi yang Ia dan tim tawarkan tersebut masih sangat sulit untuk diimplementasikan di Indonesia. Hal tersebut disimpulkan melalui ketersediaan migas non konvensional yang hingga kini masih dalam tahap eksplorasi dan belum ada satupun lapangan yang sudah mulai produksi.

Di akhir wawancara, Bella menuturkan bahwa pencapaian yang berhasil timnya raih ini tak lepas dari faktor persiapan yang matang. Bella menceritakan bahwa persiapan yang dilakukan tim sudah berlangsung selama tiga bulan terhitung sejak Agustus lalu. Secara maksimal tim tersebut dapat menaklukkan beberapa poin penilaian yakni penyampaian inovasi sebaik baik mungkin, ide yang realistis, dan dapat diimplementasikan secara nyata.

Melalui lomba ini, tim Barden Bellas juga merasakan segudang manfaat yang mendalam bagi tim, di antaranya adalah lebih menumbuhkan kesadaran mengenai permasalahan energi di Indonesia dan dunia. Pun dapat mengetahui berbagai teknologi mengenai energi, belajar banyak hal baru dalam hal teknis menyusun paper, hingga bertemu dengan banyak orang dengan bidang dan ketertarikan yang sama.

“Yang terpenting itu bisa bertemu dengan orang orang baru dari berbagai universitas lain, sekalian nambah relasi juga,” pungkasnya. (ai/rur)

Suasana presentasi Tim Barden Bellas saat tahap final

Berita Terkait