ITS News

Jumat, 26 April 2024
09 November 2019, 12:11

Biografi Rasul: Kecerdasan Luar Biasa Sang Pendidik Umat (Opini Maulid Nabi Muhammad)

Oleh : itsmad | | Source : ITS Online

llustrasi yang menggambarkan Nabi Muhammad SAW.

Kampus ITS, Opini- Fathonah (cerdas) merupakan salah satu sifat yang pasti ada pada diri seorang nabi dan rasul. Tak terkecuali pada diri Nabi Muhammad SAW, yang selalu nampak dalam sikap dan dakwahnya. Berkat kecerdasannya tersebut, beliau mampu memainkan berbagai peran, seperti ahli ilmu masyarakat, kesehatan, spiritual, sastra hingga ahli strategi perang bagi umatnya.

Bagi para ahli dan peneliti tokoh dunia, kecerdasan Rasulullah (Muhammad) sudah tak perlu diragukan lagi. Tidak hanya berbekal takwa, Allah SWT juga membekali kecerdasan luar biasa kepada beliau. Kecerdasan ini merupakan salah satu faktor suksesnya dakwah dan penyebaran Islam. Hingga saat ini pun, buah kecerdasan beliau masih kental diterapkan oleh umatnya dalam kehidupan spiritual maupun sosial.

Dalam disertasi Dr Linda Yarni yang berjudul Kecerdasan Profetik Nabi Muhammad SAW Sebagai Pendidik Umat dalam Al-Qur’an dan Hadits (2019), sebagai sosok pendidik umat, Rasulullah memiliki tiga macam kecerdasan, meliputi kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Kecerdasan inilah yang tampak saat Rasulullah mengajarkan pengetahuan, membentuk akhlak, dan mengembangkan umat menjadi pribadi yang berkualitas. Kombinasi sempurna ketiganya menjadikan Rasulullah sosok sempurna sebagai suri tauladan umat.

Secara intelektual, Rasulullah menguasai kecerdasan bahasa, berhitung, menghafal, cerdas gambar, cerdas visi, dan cerdas dalam menyelesaikan masalah. Salah satu buktinya dapat kita lihat pada saat Rasulullah wahyu yang disampaikan oleh Malaikat Jibril meskipun hanya sekali. Atau ketika Rasulullah menyampaikan firman Allah dalam redaksi yang disusunnya sendiri (Hadits Qudsi), dan menghasilkan bahasa yang padat, indah, dan sangat efektif untuk pahami para sahabat.

Begitu pula ketika Rasulullah memimpin Perang Badar dan mempersiapkan strateginya. Kala itu, Rasulullah menaksir jumlah pasukan lawan dengan informasi sebatas jumlah kambing dan unta  yang disembelih setiap hari. Rasulullah pun dengan cerdik mempersiapkan perang selama setahun dengan mengirimkan pasukan khusus untuk melakukan ekspedisi. Selain itu, mobilisasi masif, pembagian komando, serta pembentukan majelis permusyawaratan militer pun terstruktur.

Hingga setelah perang berakhir dan kemenangan di tangan kaum Muslimin, Rasulullah tetap membuat kesinambungan strategi pasca perang. Yakni berupa pemberdayaaan para tawanan, penetapan sistem perundang-undangan Daulat Islamiyah, penerapan sistem perekonomian negara, dan pengokohan kekuatan militer. Hal ini semua merupakan bukti kecerdasan intelektual Rasulullah secara nubuwah (kenabian) dari Allah.

Kedua, secara emosional, kecerdasan Rasulullah mencakup cerdas diri, cerdas sikap, dan cerdas sosial. Cerdas diri sendiri meliputi sadar emosi, perasaan, pengaturan emosi. Sedangkan cerdas sikap meliputi lemah lembut, santun, pemaaf, sabar dan penyayang. Pun secara sosial, kecerdasan Rasulullah tertuang dalam toleransi, empati, hubungan baik dengan orang lain, serta membuat orang lain merasa nyaman. Ketiga kecerdasan emosional inilah yang sering disebut sebagai akhlak al-karimah yang dipuji langsung oleh Allah dalam firman-Nya.

Seperti ketika diusirnya Rasulullah dari negeri Thaif. Kala itu, perlakuan yang kasar dan biadab diterima Rasulullah atas dakwahnya. Meski bercucuran darah akibat lemparan batu oleh orang-orang yang menentang dakwahnya, Rasulullah tidak lantas emosi. Justru, di saat seperti itu Rasulullah malah mendoakan mereka agar diberikan hidayah oleh Allah.

Walaupun orang-orang ini tidak menerima ajaran Islam, tidak mengapa. Aku berharap suatu masa nanti anak-anak mereka akan menyembah Allah dan berbakti kepada-Nya,” ucap Rasulullah kala itu.

Yang terakhir ialah kecerdasan spiritual. kecerdasan ini tentunya sangat melekat dalam diri Rasulullah. Ketaatannya pada perintah Allah, kesenantiasaannya menyandarkan hatinya hanya kepada Allah, serta kecintaannya yang luar biasa kepada Allah menjadi teladan bagi umat Islam. 

Salah satu wujud ketergantungan hati Rasulullah kepada Allah juga terlihat pada Perang Badar. Kala itu Ia bermunajat dan beribadah kepada Allah, semalam suntuk hingga pagi. Air mata tercucur deras membanjiri wajahnya sembari mengulang-ulang kalimat “Ya Hayyu, Ya Qayyum,” tiada henti dalam salat tahajudnya. Dalam doanya pun beliau berkata, “Ya Allah aku mengingatkan-Mu atas janji-janji-Mu, Ya Allah jangan tinggalkan aku,” hingga jubah beliau pun terjatuh dan diambil kembali oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Sungguh kecerdasan yang merupakan anugerah dalam diri Rasulullah atas semua makhluk. Mulai dari dari malaikat hingga manusia. Mulai dari zaman Nabi Adam hingga hari kiamat nanti. Shollallohu Alaihi Wa Alihi Wa Shohbihi Wa Sallam!

 

Ditulis oleh:

Akhmad Rizqi Shafrizal
Mahasiswa Departemen Teknik Sistem Perkapalan ITS
Angkatan 2018
Reporter ITS Online

Berita Terkait