ITS News

Sabtu, 09 November 2024
04 Maret 2009, 06:03

Cerita Dra Lubna Algadrie Dipl TELF MA Nikmati Profesi

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Meski demikian, dosen bahasa Inggris FMIPA (fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam) tersebut masih memiliki kesibukan yang padat. Di masa purnatugas, Lubna tetap diminta untuk membantu mengajar mahasiswa. Selain itu, dia masih harus menjalankan kewajiban sebagai direktur sebuah pusat dan pelatihan bahasa Paramount Language and Training Centre. Kegiatan menjadi konsultan dan penerjemah juga tetap dilakukan. "Jadi, tidak berbeda antara pensiun dengan sebelumnya," katanya ketika ditemui di kediamannya, kawasan Perumahan ITS, Sukolilo.

Ibu tiga anak itu mengatakan tak akan berhenti mengajar sepanjang Tuhan masih memberinya kemampuan untuk berbagi ilmu. Karena itu, status sebagai pensiunan tak bisa menghentikannya mengamalkan apa yang diketahuinya kepada orang lain. "Rugi, ilmu hanya disimpan untuk diri sendiri. Selain itu, kita bisa terus belajar," cetus lulusan Fakultas Sastra Inggris IKIP Negeri Malang (sekarang menjadi Universitas Negeri Malang) tersebut.

Sejak muda, Lubna sudah merasa senang dengan profesi guru. Begitu ada kesempatan mengajar pada 1969, saat masih duduk di bangku kuliah, dia tidak menampiknya. "Saya mengajar bahasa Inggris di SMEA I Malang," ucapnya.

Menjadi guru, Lubna harus sembunyi-sembunyi. Dia tak ingin sang paman, Abdullah, yang membiayainya kuliah tahu. Sebab, itu bisa menimbulkan amarah. "Paman pasti ngerasa uang yang dikeluarkan untuk saya kurang sampai saya harus kerja. Padahal, nggak. Saya ngajar karena senang saja, bukan mau cari uang," tutur sulung di antara sembilan bersaudara itu.

Setahun setelah skripsi selesai, Lubna pindah ke Surabaya. Dia ingin mengembangkan karir di Kota Pahlawan sekaligus agar bisa lebih dekat dengan orang tuanya yang tinggal di Gresik. "Saya mulai ngajar di SMEA 1 Surabaya. Selain itu, saya jadi instruktur bahasa Inggris Sekolah Komando Tempur (Suskopur) KKO (sekarang sebutannya Marinir)," ujarnya.

Dari pergaulan dalam lingkungan militer itu, Lubna berhasil membuka jalan mengajar di perguruan tinggi. Seorang kolonel bernama Sulandra yang dikenalnya meminta Lubna menjadi dosen Fakultas Sastra IKIP Surabaya pada 1974. "Ketika itu, Pak Sulandra menjadi kepala Dinas P dan K Jatim yang merangkap rektor IKIP," tuturnya.

Tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu, Lubna langsung mengiyakan. Baru beberapa bulan, Lubna mendapat tawaran dari ITS yang butuh orang untuk mengoperasikan laboratorium bahasa Inggris yang baru dibangun.

Sejak itu, Lubna menjadi dosen tetap ITS di FIPA (fakultas fisika dan ilmu pengetahuan alam) yang sekarang menjadi FMIPA (fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam). (dio/ayi) 

Berita Terkait