Bidang yang ditawarkan untuk dijadikan penelitian pun berbeda-beda. “Tergantung dari permintaan dari negara yang menawarkan hibah,” ujar Prof Ir Gamantyo Hendrantoro MEng PhD, sekertaris LPPM ITS.

Sebagai contoh Khawarizmi International Award (KIA) dari Iran yang memberikan penghargaan pada penelitian di bidang basic science dan technology. Lalu ada juga tawaran kerjasama dari Jepang yang diwakili oleh Kementerian Luar Negeri dan Kementrian Pendidikannya pada bidang lingkungan, energi, penanggulangan bencana dan kesehatan masyarakat.

Program-program hibah tersebut rata-rata berbentuk partnership. Maksudnya disini adalah para peneliti Indonesia dalam hal ini ITS harus melakukan kerjasama penelitian dengan peneliti dari negara asal program tersebut. “Jadi dibutuhkan koordinasi yang intensif, karena peneliti dari kedua negara harus punya penelitian yang seragam dan sejalan,” tegasnya.

Ia mengungkapkan bahwa kesulitan yang sering dihadapi dalam penelitian berjenis partnership adalah kesulitan mencari rekan dari negeri lain. “Tapi hal itu seharusnya bukan menjadi kendala, karena banyak dosen ITS yang pernah studi ke negara tersebut seperti Perancis atau Jepang,” tuturnya.

Saat ini ITS, dalam hal ini diwakili LPPM ITS, sedang mendorong para peneliti untuk aktif dalam penelitan dan mempublikasikannya. “Dalam hal ini LPPM bertugas untuk memfasilitasi para peneliti,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan harapannya agar banyak peneliti di ITS yang mengikuti kompetisi hibah penelitian yang sekarang sedang gencar. Gamantyo berharap budaya intelektual dan enelitian di ITS bisa hidup kembali. “Karena dengan penelitian bertaraf internasional ITS bisa dikenal dunia,” tambahnya. Menurut Gamantyo, semakin aktif peneliti ITS dalam melakukan riset maka hal itu akan mendongkrak nama atau citra ITS baik nasional maupun internasional.(bah/ap)

Untuk informasi lebih lanjut, segera menghubungi sekertariat LPPM ITS