ITS News

Minggu, 12 Mei 2024
21 November 2007, 12:11

Peran ITS dalam Mendukung Visi Indonesia 2030/2050

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Pada awal September 2007, Presiden SBY tidak mau kalah dengan meluncurkan “Visi Indonesia Emas 2050” dalam kuliah umum di UNAIR. Ketika masa awal krisis ekonomi 1997 – 1998, ada wacana skenario visi Indonesia 2010 untuk membangkitkan spirit manusia Indonesia bahwa “ Badai Pasti berlalu “.

Pernyataan Visi
Dalam konsep manajemen strategi, pernyataan visi haruslah mengandung unsur "soft" yang bersifat appealing (gambaran masa depan yang jelas kepada para stakholder, sehingga memberi semangat dan spirit kebersamaan dalam partisipasi dan kontribusi) dan meaningful (harus bisa memberi makna yang cerdas dalam menggugah emosi positif stakeholder). Selain itu, maka visi juga harus mengandung unsur “hard” berupa fisibilitas (menjadi dasar bagi tujuan yang bisa dicapai dengan resource, energi, dan waktu yang ada) dan measurable (bisa diukur agar pencapaiannya dapat dievaluasi).

Memang pernyataan visi haruslah agak bombastis dan bersifat “out of the box”, sehingga mampu menggugah otak bawah sadar kita untuk mempunyai “gairah” dalam mencapainya secara kreatif. Dan visi tersebut haruslah diselami dan dijiwai oleh semua stakeholder, sehingga gairah dan semangat mencapainya akan tetap membara dalam jangka panjang, mengingat bahwa pernyataan visi adalah merupakan trigger bagi perencanaan strategi jangka menengah hingga panjang.

Faktor Pendukung Pencapaian Visi 2030
Mendeklarasikan visi dan misi kebanyakan dimulai dengan analisis potensi diri dan perubahan lingkungan, atau biasa dikenal dengan istilah SWOT. Analisis SWOT akan melihat besarnya Peluang yang bisa diperoleh dari Potensi Kekuatan yang ada serta besarnya Ancaman akibat Potensi Kelemahan yang tidak dapat ditanggulangi.

Analisis SWOT yang tepat terbukti mampu dilakukan Singapura, negara tetangga dekat kita secara geografis. Tahun 1959, Lee Kwan Yew mengajak bangsa Singapura bangkit dan bekerja keras agar pada tahun 1980 (20 tahun kemudian) bisa menyamai bangsa Eropa, tapi tak seorangpun percaya. Mengapa demikian? Karena waktu itu GNP per capita Singapura hanya USD 400. Ternyata 31 tahun kemudian saat Lee mengundurkan diri sebagai Perdana menteri (1990), GNP percapita Singapura meningkat 60 kali lipat (6000 persen) dari USD 400. Contoh lainnya adalah di Finlandia, yang mampu bertransformasi dari negara dengan ekonomi SDA menjadi negara produsen ICT terkemuka dunia (contohnya NOKIA) hanya dalam waktu 15 tahun.

Jumlah penduduk yang besar disatu sisi bisa jadi peluang, tetapi disisi lain bisa jadi ancaman. Singapura dan Finlandia adalah contoh pelaku sukses visi negara dengan penduduk sedikit (sekitar +/- 5 juta jiwa), tetapi ternyata China adalah salah satu contoh sukses negara bervisi dengan jumlah penduduk lebih besar dari Indonesia.

Peran Pendidikan Dalam Pencapaian Visi
Diluar faktor lainnya, ternyata kualitas pendidikan memainkan peranan besar dalam pecapaian visi makmur suatu negara. Michael Porter, Professor Manajemen terkemuka dunia, dalam penelitiannya menyatakan bahwa pendidikan formal berperan strategis dalam pembangunan ekonomi. Tanpa pendidikan, maka akan ada penghalang yang kokoh dalam upaya pembangunan ekonomi. Kesimpulan Porter ini terutama diambil dari pengalaman Singapura dan Korea Selatan dalam awal membangun kemajuan negaranya yang menyeimbangkan antara pembangunan fisik dengan infrastruktur berupa sistem pendidikan dan pelatihan tenaga kerja. Kedua negara tersebut dalam dua puluh tahun pertama dari proses pembangunannya mengutamakan pembangunan infrastruktur termasuk pendidikannya.

Konsep pendidikan yang visioner mengungkap dua kalimat yang sangat menarik, yaitu : “educate people to change”, dan “educate the future leader”. Makna dari konsep tersebut adalah bahwa proses pendidikan harus merubah manusia untuk berkarakter pemenang, inovatif, kreatif, berwawasan dan berkekuatan untuk bersaing positif untuk mencapai visinya. Disamping itu, proses pendidikan harus mampu mencetak pemimpin yang mampu mengantar masa depan untuk pencapaian visi.

Penelitian Porter di Singapura dan Korea Selatan tersebut ternyata juga didukung oleh fakta serupa dari pendidikan visioner di China, dimana yang pada tahun 1990-1991 hanya menghasilkan 200.000 sarjana IPA dan teknik, ternyata 15 tahun kemudian (2004) telah mampu menghasilkan output 2,5 kali lipat sebanyak 500.000 orang pertahun.

Cerita sukses ini menunjukkan bahwa pendidikan, utamanya pendidikan tinggi adalah merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan negara, terutama ekonomi. Bila kita bandingkan, pernyataan pada Visi 2030 kurang mendudukkan peran pendidikan tinggi, sedangkan Visi 2050 menjelaskan lebih detail tentang peran intelektual capital dalam membawa Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2050.

Peran ITS Dalam Mensukseskan Visi 2030/2050
ITS sebagai salah satu pemain utama dalam penciptaan Intelektual Capital di Indonesia mempunyai Visi yang dicanangkan Renstra 2008–2017 sebagai berikut :

Menjadi perguruan tinggi yang maju pesat dibidang kelautan, permukiman dan enerji yang berwawasan lingkungan untuk mencapai pengakuan Internasional

Visi ini tentunya cocok dengan strategi sukses China, India, maupun Finlandia yang menggunakan IPTEKS sebagai strategi peningkatan daya saingnya dari negara dengan andalan Resources Based Economic menjadi Knowledge Based Economic. Adapun kendaraan yang digunakan untuk berkompetisi secara global (mendapatkan pengakuan internasional) adalah energi, kelautan, permukiman.

Dibidang energi, maka ITS memposisikan diri untuk penguasaan dan pengembangan energi alternatif dan terbarukan, terutama terkait dengan industri hilir yang langsung bermanfaat bagi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, maka ITS akan berperan kedepan dalam mengelola bioenergi dan energi alam untuk mencapai kecukupan dan ketahanan energi bagi Indonesia. Pengelolaan bioenergi ini selain harus menggunakan kreativitas teknologi yang semakin canggih, maka juga memanfaatkan SDA yang banyak tersedia di Jatim maupun di daerah–daerah dengan lahan tidak produktif lainnya, seperti derah dengan penanaman jarak pagar, ketela rambat, nyamplung, biji karet, hingga ampas tebu pabrik gula terintegrasi. Adapun energi alam yang dikembangkan adalah energi angin, matahari, dan gelombang.

Dibidang pemukiman, ITS mempunyai pengalaman dalam menangani perumahan masyarakat, utamanya golongan berpenghasilan rendah seperti perbaikan perumahan bagi golongan berpenghasilan rendah pada era 1970-an dan studi tentang Kampung Improvement Program yang hingga kini menjadi acuan dunia internasional dalam perbaikan perumahan masyarakat miskin. Pengalaman tersebut membuat ITS mempunyai posisi strategis dalam menyumbang penyelesaian bagi masalah besar dunia sebagaimana yang dicanangkan PBB dalam The Milleneum Development Goals (MDGs) tahun 2000, mengingat bahwa target lain dari MDGs selain menurunkan angka kemiskinan adalah meningkatkan kualitas perumahan di area slum yang dihuni oleh 100 juta penduduk hingga dengan 2020. Konsep-konsep membangun bersama masyarakat, dan pendayagunaan secara optimum dari sumber daya perumahan yang dimiliki oleh masyarakat dalam penyelesaian perumahan adalah merupakan kajian-kajian yang sangat dibutuhkan untuk diaplikasikan dalam praktek. Disamping itu, isu penghematan energi, bahkan juga penghematan segala jenis sumber daya alam, pelestarian lingkungan hidup dan lain sebagainya dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan di bidang perumahan adalah merupakan kajian yang akan lebih bisa dikembangkan ITS kedepan.

Dibidang kelautan, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia Indonesia harus mampu mengoptimalkan pengelolaan sarana transportasi hingga kekayaan hasil laut, baik mineral maupun hayati. Klaster industri kelautan, yang meliputi perkapalan hingga pengelolaan sumberdaya lautan harus dapat ditransformasikan menjadi suatu model dalam meningkatkan daya saing bangsa. Model tersebut tentunya harus merupakan suatu kerangka integratif yang mengkombinasikan berbagai disiplin ilmu untuk memecahkan permasalahan khas suatu negara maritim seperti Indonesia.

Bidang IPTEKS pada tiga bidang unggulan tersebut diharapkan akan mampu membuat ITS mampu berdaya saing ditingkat global, dengan kata lain ITS mampu berkontribusi dalam persaingan global yang tak dapat kita hindari lagi. Sebagaimana diketahui, tahun 2015 ini kita sudah menghadapi globalisasi antara sesama negara ASEAN, yaitu Thailand, Malaysia, dan Philipina. Kompetensi SDM perlu disiapkan Perguruan Tinggi umumnya dan ITS pada khususnya agar mampu bersaing dan maju kedepan.

Pengembangan Kompetensi Lulusan ITS
Kompetensi mahasiswa bagi ITS tidak dilihat sebagai penguasaan hard skill (aspek keteknisan berbasis IQ) semata, tetapi juga soft skill dan faktor – faktor multiple intelligence lainnya seperti healthy quotient (kesehatan Jasmani), Art Quotient, Emotional Qutient, Adversity Quotient (kecerdasan menghadapi tantangan), Social Quotient, hingga Spiritual Quotient akan kami kembangkan secara bersama–sama. Sebagai contoh, ESQ training telah menjadi bagian rutin dalam penerimaan MABA ITS sejak tiga tahun lalu, dan akan dikembangkan aktivitas pendukung dalam bentuk multiple intelligence yang lain. Kesemuanya ini adalah dalam rangka menghasilkan lulusan yang cerdas, berkarakter kuat dan berbudi luhur. ITS CAK (Cerdas Adaptif dan Kreatif) adalah jargon yang dikembangkan dalam rangka menuju kompetisi global kedepan. Adapun dari sisi kompetensi teknis secara global, kita akan kembangkan sertifikasi lulusan Internasional (seperti Washington Accord, Sydney Accord) dan akreditasi internasional melalui pengakuan atas Credit Transfer System ITS secara regional Asia hingga internasional.

Penutup
Bila kita mampu meningkatkan kualitas Pendidikan Tinggi setara dengan negara–negara maju, serta mampu membangun karakter pemuda lulusan Perguruan tinggi dengan baik, maka bukan tidak mungkin Visi 2030/2050 melalui kerjasama erat semua komponen bangsa akan mampu dicapai dengan baik. Semoga Allah SWT merahmati niat baik dan usaha yang kita lakukan. Wassalam.

Penulis:
Rektor ITS,
Prof Ir Priyo Suprobo MS PhD

Berita Terkait