ITS News

Senin, 29 April 2024
10 Maret 2006, 11:03

Cumlaude Yang Nyaris Sempurna

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

”Memang hanya ada dua nilai AB yang berhasil saya peroleh, masing-masing untuk mata kuliah statistik dan supply chain management. Selebihnya nilai mata kuliah yang lain A,” kata ibu seorang putri ini mengungkapkan tentang prestasi akademik yang berhasil diraihnya.

Bagi isteri I. Nyoman Ngurah ini, motivasi yang melatarbelakangi mengapa ia harus lulus lebih cepat dan dengan nilai baik semata karena alasan biaya kuliah yang disediakan oleh Ubaya dan TPSDP, sehingga ia tidak ingin berlama-lama membebani lembaga. ”Prinsip saya lebih cepat lebih baik. Belum lagi dengan keinginan untuk membagi waktu lebih banyak lagi dengan anak dan keluarga,” katanya.

Indri mengakui, saat melanjutkan studi di Program Pascasarjana ITS, ia memang meminta untuk dibebaskan dari beban mengajar di Ubaya. Selain ingin berkonsentrasi untuk belajar dan cepat selesai, ia juga tidak ingin mengabaikan tanggung jawab untuk merawat putra pertamanya yang waktu itu masih berusia setahun. ”Untungnya permintaan untuk bebas mengajar dikabulkan, sehingga saya bisa konsentrasi penuh belajar dan mengasuh anak. Kalau di rumah saya selalu belajar setelah anak tidur,” katanya.

Motivasi lain yang mempengaruhi ia mampu mencapai IPK tertinggi dari 51 lulusan cumlaude lainnya adalah karena dirinya merasa harus menunjukkan rasa terimakasihnya kepada teman-teman dosen di Ubaya. ”Sebagai dosen di Ubaya, saya memperoleh kemudahan karena banyak mendapat referensi dan bahan kuliah tambahan selain yang diberikan dosen. Artinya, jika tidak ada di ITS saya bisa mencarinya di Ubaya. Prinsip saya bagaimana dapat mengerjakan tugas dengan baik, karena jika tugas sudah dikerjakan, saat ujiannya pun akan mudah. Apalagi nilai akhir juga sangat bergantung dengan tugas-tugas itu,” kata Indri yang memperoleh gelar S1-nya juga dari ITS ini.

Selan itu, katanya menambahkan, ia juga merasa tidak ada hambatan dengan dosen-dosen di ITS. Karena saat menyelesaikan program S1 sebelumnya, ia juga bertemu dan mendapatkan materi dari dosen yang sama. Sehingga jika memang saat di ruang kuliah masih kurang mengerti, ia bisa mengejar dosen yang bersangkutan untuk bertanya dan berdiskusi hingga benar-benar mengerti. ”Ini sering saya lakukan karena saya tidak ingin membawa pulang topik bahasan yang tidak saya mengerti ke rumah. Saya memaksimalkan pemahaman di ruang kuliah, setelah itu di rumah sambil mengurus anak dan suami, saya hanya akan mengulang sekadarnya,” kata ibu seorang putri kelahiran, Bogor, 13 Desember 1977 ini. (Humas/ftr)

Berita Terkait