ITS News

Jumat, 26 April 2024
10 Desember 2005, 14:12

Tasawuf Tak Berarti Jauhi Dunia

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Rangkaian Lustrum ke-9 ITS tidak hanya di isi dengan acara hiburan saja, tapi juga berbagai acara keagamaan seperti diskusi bertajuk Tasawuf yang Saya Tahu yang diadakan di Masjid Manarul Ilmi, Jumat (9/12) ini. Diskusi yang menghadirkan Ustad Mustafa Mas’ud, Dr Agus Sunyoto, dan dosen ITS Dr Abdullah Shahab. Diskusi singkat ini mencoba memperkenalkan konsep tasawuf dan sejarahnya, terutama yang hubungan dengan perkembangan Islam di Indonesia.

Tasawuf menurut Ustad Mustafa Mas’ud adalah amalan yang sudah dilakukan oleh para sahabat untuk mendekatkan diri pada Allah. Hal ini menurutnya bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti dzikir dan membaca Al Quran. Tasawuf menurutnya juga merupakan bagian tak terpisahkan dari Islam. Lebih lanjut Ustad yang sering mengenakan jubah ini menggambarkan tasawuf sebagai ‘santan dari kelapa’ ajaran Islam.

Pembicara kedua, Agus Sunyoto mengungkapkan bahwa tasawuf mempunyai peran besar dalam perkembangan Islam di Indonesia. “Islam bisa masuk ke Indonesia dan diterima semua kalangan dalam waktu yang singkat. Berdasarkan berbagai buku yang saya baca ternyata tasawuf memiliki peran besar dalam perkembangan Islam ini,” jelasnya. Ia kemudian menceritakan catatan perjalanan Marco Polo dan Cheng Ho. Dalam kedua catatan itu, diterangkan bahwa penduduk asli di Indonesia masih menyembah berhala. Tapi tidak beberapa lama ternyata Islam sudah berkembang pesat dan diterima oleh rakyat Indonesia.

Agus Sunyoto menolak pandangan bahwa tasawuf sering bertentangan dengan ilmu syariat seperti misalnya Fiqih. Menurutnya, pertentangan ini bukan terjadi dalam hal agama tetapi dalam hal politik. “Misalnya ketika salah satu tokoh sufi, Al Hallaj dieksekusi karena dituduh murtad. Padahal sebelum dieksekusi ia shalat dua rakaat. Tenyata memang tuduhan kepadanya bukan karena alasan agama tetapi karena alasan politik” ungkapnya.

Sementara itu, Shahab menekankan bahwa tasawauf tidak berarti menjauhi kenikmatan dunia. “Para sufi yang saya tahu ketika saya kecil semuanya bekerja. Mereka tidak mengasingkan diri dari dunia,” terang dosen Teknik Mesin ini. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa dunia ini dipersiapkan untuk khalifah Allah di dunia, yaitu manusia, karena itu sudah menjadi kewajiban kita. “Bahkan bekerja pun bila diniatkan dengan baik bisa dinilai sebagai ibadah dan mendekatkan diri kita pada Allah,” ungkapnya. Pendapat ini disepakati oleh para pembicara lainnya.

Diskusi ini diakui oleh sangat singkat oleh para pembicara, sehingga tidak cukup untuk membahas tasawuf secara lengkap. ” Kalau pun kita bahas tasawuf ini dalam simposium satu bulan penuh maka tetap tidak akan cukup, karena luasnya tasawuf ini” ungkap Ustad Mustafa yang juga sering memberi ceramah di Masjid Manarul Ilmi ini. (rif/tov)

Berita Terkait