ITS News

Rabu, 01 Mei 2024
22 September 2005, 20:09

PWK Perlu Inovasi Bisnis

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Praktek penataan ruang semakin menghadapi tantangan seiring dengan dilaksanakannya desentralisasi pembangunan di Indonesia. Secara substansial, penataan ruang diharapkan mampu mengintegrasikan berbagai kegiatan pembangungan ruang di daerah dan antar daerah. Secara prosedural para perencana juga dituntut mampu berkomunikasi dengan berbagai stakeholders pembangunan sehingga menghasilkan produk tata ruang yang ideal.

Menurut Kepala Badan Perencana Pembangunan Provinsi (Bappeprov) Jawa Timur, Ir Hadi Prasetyo, “Penerapan Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) hingga saat ini berhenti hanya sampai land use plan.” Sehingga wajar saja jika banyak produk PWK seperti Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) tidak digunakan.

“Harus disadari selama ini banyak produk penataan ruang tidak dimanfaatkan oleh para pengguna jasa. Kenyataan ini membuktikan pendapat pakar-pakar seperti John Friedmann (1987) yang menyatakan bahwa 9 dari 10 planner akan bersaksi bahwa produk mereka tidak dimanfaatkan dan tidak termanfaatkan oleh para pengguna jasa, yang sebagian besar adalah pemerintah,” Ucap Putu Gede Ariastita, Ketua Panitia Seminar ini.

Hadi menambahkan, “Planologi bermasalah pada kebijakan zoning regulation, yang berbuntut pada kacaunya kebijakan desentralisasi. Bayangkan selama 1997-2004 provinsi Jawa Timur 40% lahan hutan lenyap. Ada yang diubah menjadi budidaya pisang, ya akhirnya longsor.” Pada saat itu Planologi bertarung dengan bisnis, khususnya agrobisnis.

Contoh lain Planologi berhadapan dengan bisnis properti adalah kasus 2000 Ha tanah Surabaya Barat yang dikuasai Ciputra. “Pertama Ciputra hanya membeli dengan Rp 50.000 rupiah per hektar. Kemudian, pemerintah membangun infrastruktur seperti jalan, harga tanah pun melonjak naik sepuluh kali lipat. Jadi, untunglah dia tiap hektar Rp. 450.000, jelas Alumnus Planologi ITB ini.

Hal tersebut juga menunjukan belum ada manfaat nyata yang diberikan PWK terhadap pembangunan. Adalah kenyataan pengembangan lahan sangat terkait dengan bisnis swasta. “Hampir 50 persen pembangunan merupakan keputusan-keputusan swasta” jelas Prof Ir Budi Tjahjati Soegijoko MCP PhD, salah satu pembicara utama.

Padahal, menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Pasal 22 ayat 3 menyebutkan, Rencana Tata Ruang Kabupaten atau Kota merupakan pedoman penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan oleh pemerintah ataupun masyarakat. Karena itu, Hadi menginginkan Mahasiswa Planologi dibekali kewirausahaan bidang PWK. “Mahasiswa perlu ruang exercise berpikir bebas. Saat ini semua harus bernilai bisnis. Sehingga saat ada pengembangan lahan mahasiswa bisa menjawab pertanyaan. Bisnis properti apa yang anda mau? Muncullah inovasi-inovasi yang cepat dan actual, sehingga produk tata ruang pun praktis bisa diterapkan dan bernilai.”(mac/tov)

Berita Terkait