ITS News

Jumat, 26 April 2024
16 September 2005, 21:09

Beda Budaya Insinyur-Dokter Sebabkan Pemborosan Alat Kesehatan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Workshop Nasional Rekayasa Biomedika di ITS Surabaya yang menghadirkan beberapa pakar dari Grouningen University, Belanda, berkesimpulan, salah satu penyebab pemborosan alat di bidang kesehatan yang serba elektronik, dikarenakan adanya perbedaan budaya antara kalangan insinyur dengan dokter yang hingga kini belum menemui titik temu.
Salah satu kesimpulan itu diungkapkan Dr Ir Son Kuswadi, ketua panitia penyelenggara, di tengah-tengah kegiatan workshop yang berlangsung sehari di Gedung Rektorat ITS, Jumat (16/9).

Dikatakannya, penyebab utama memang masih adanya kendala dan berbedaan budaya antara insinyur dengan dokter. “Insinyur selalu berpandangan untuk mengatasi persoalan peralatan kesehatan harus dilakukan pentahapan-pentahapan agar alat tersebut mampu menyesuaikan dengan kebutuhan, sementara dokter berprinsip, jika saat itu ada persoalan, maka saat itu pula harus bisa diselesaikan,” katanya.

Perbedaan itulah, kata Son Kuswadi yang baru menyelesaikan doktornya di Tokyo Institute of Technology, yang menyebabkan seringkali alat-alat kesehatan atau kedokteran yang serba elektronik jika rusak dibiarkan begitu saja atau lama untuk diperbaiki, sehingga terjadi pemborosan. “Sebenarnya kita punya banyak ahli di bidang itu, sehingga kerusakan yang lama baru diperbaiki karena menunggu pemasoknya dari luar negeri tidak harus terjadi,” katanya.

Persoalannya, kata Son seperti mengutip pernyataan Prof Jim van Horn, seringkali insinyur tidak mau tahu apa kebutuhan dokter sedang dokter juga tidak mau terbuka apa yang sesungguhnya akan mereka lakukan dengan alat itu. “Para dokter kita sering hanya membeli dan menggunakan tanpa dibekali pengetahuan tentang bagaimana cara untuk bisa memperbaiki jika alat itu mengalami kerusakan. Seringkali persoalannya hanya sepele yang menyebabkan alat itu tidak bisa digunakan,” kata Son.

Sementara itu Rektor ITS, Prof Dr Ir Mohammad Nuh DEA dalam sambutan pembukaan mengatakan, workshop bidang biomedika kali ini bertujuan untuk merumuskan road map pengembangan biomedika di Indonesia ke depan. Itu sebabnya, berbagai kalangan dan pakar-pakar dari berbagai displin ilmu sengaja diundang dan dipertemukan. “Workshop kali ini diharapkan dapat mengubah kebiasaan kita selama ini pada alat-alat kesehatan yang hanya sebagai pemakai menjadi bisa sebagai produsen atau paling tidak bisa memperbaikinya sendiri manakala terjadi kerusakan,” katanya.

Bukan hanya itu, Nuh menambahkan, workshop kali ini juga diharapkan mampu mengembangkan pendidikan bidang biomedika lebih terfokus lagi diantara perguruan tinggi yang ada. “Kita ingin memetakan dan berbagi peran agar tidak saling tumpang tindih antara perguruan tinggi satu dengan lainnya. Ini penting agar pengembangan biomedika ke depan lebih terarah dan masing-masing perguruan tinggi punya peran secara spesifik,” katanya. (Humas/rin)

Berita Terkait