ITS News

Rabu, 01 Mei 2024
07 Agustus 2005, 16:08

JMMI Gelar Training Jurnalistik

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Minggu (7/8), JMMI mengadakan Pelatihan Jurnalistik dengan tema Saatnya Pena Kita Bicara. Bambang Subagyo hadir melatih 20 aktivis masjid ini. Wartawan aktif majalah Hidayatullah tersebut memberikan teori ragam penulisan dan teknik wawancara.

Sebelum masuk materi Bambang berkomentar, ”Memang pada masa lalu, orang yang memiliki harta atau tentara adalah yang berkuasa. Saat ini bukan hanya mereka, tetapi orang yang menguasai media atau informasi juga bisa. Peran jurnalis saat turunnya Soeharto dari kursi Presiden RI tidak bisa dipungkiri.” Pentingnya media membuat profesi ini booming bersamaan dengan banyaknya media yang muncul.

Wartawan tidak bisa lepas dengan wawancara. Menurut Bambang, salah satu modal terbesar wartawan agar berhasil dalam wawancara adalah dikenalnya media wartawan tersebut oleh narasumber. Dia mencontohkan pengalamannya mendapatkan waktu wawancara dengan Amien Rais saat Pemillihan Presiden Republik Indonesia tahun lalu.

Saat wartawan kelahiran Ngawi ini berusaha mewawancarai Amien Rais, seluruh tim suksesnya yang berada di Jakarta tidak mengizinkannya. ”Padat sekali waktunya,” ujar Bambang. Suatu waktu mantan Ketua MPR ini pulang ke rumahnya di Yogyakarta. Langsung saja wartawan yang tinggal di Sidoarjo ini pergi ke Kota Pelajar itu.

Sampai di rumah Amien, keadaannya sudah ramai. Seluruh wartawan dari berbagai media sudah kumpul dan menyerbu sosok Bapak Reformasi. Di saat seluruh wartawan meminta waktu wawancara dengannya, hanya Bambang saja yang diizinkan. ”Pak Amien, Hidayatullah menyediakan delapan halaman untuk profil Bapak, bisa wawancara?” ujarnya saat itu. Kenalnya Amien dengan Hidayatullah membuat Bambang bisa wawancara dengannya. Menurutnya, kecurigaan narasumber kepada media atau wartawan adalah masalah bagi pengemban tugas jurnalis. ”Kecurigaan juga bisa disebakan bagaimana kita mendekati narasumber,” tambahnya. Bukan hanya tersedianya waktu, penguasaan materi dan nyali juga menentukan keberhasilan wawancara.

Kemudian, giliran Petrus Harianto memberi materi. Menurut Humas Gema Nusa Jawa Timur ini, manusia dikatakan sebagai jurnalis jika dia sedang melaksanakan tugas jurnalistik. Di luar itu dia tidak ada hak istimewa. ”Jurnalis adalah hanyalah manusia yang dipinjami hak untuk menyampaikan fakta kepada masyarakat,” jelasnya.

Petrus yang juga mantan wakil ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya ini, keunikan wartawan itu terletak bagaimana dia melihat suatu fakta. ”Wartawan itu hanya menyampaikan fakta. Bedanya dari yang lain, dia melihat dari sudut yang sedikit berbeda. Contohnya adalah dua orang sedang bermain jangkrik. Bagi masyarakat ini adalah biasa. Bagi wartawan hal ini bisa dijadikan berita. Misalnya saja dua orang jenderal main jangkrik. Wartawan tersebut melihat dari sisi siapa yang main jangkrik.”

Petrus menjelaskan pentingnya posisi wartawan di masyarakat, ”Wartawan memberi informasi pada masyarakat. Dengan cara seperti itu, dia sudah mendidik para pembaca tulisannya. Bedanya dengan buku teks, tulisannya juga bisa menghibur masyarakat. Dengan demikian wartawan juga berfungsi sebagai agen perubahan.”

Kedua pembicara menekankan pada praktek menulis sebuah berita. Bambang menjelaskan, ”Menulis layaknya belajar sepeda, kalau hanya teori dia tidak akan bisa. Seorang anak harus mencoba mengendarai sepeda tersebut.” (mac/tov)

Berita Terkait