ITS News

Jumat, 19 April 2024
15 Maret 2005, 12:03

Otonomi Kampus PTN-PTN di Jatim

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Tiga Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Surabaya kini tengah berlomba berotonomi. Mereka adalah Universitas Airlangga (Unair), Institut Teknologi Surabaya (ITS), dan Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Hanya saja, untuk berotonomi itu mereka bakal kehilangan dana subsidi rutin dari pemerintah melalui APBN yang besarnya sekitar Rp 45 miliar hingga Rp 50 miliar per tahun. Juga pengurangan pencabutan dana subsidi pembanguan Daftar Isian Proyek (DIP).

Lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi sebagai Badan Hukum berdampak total terhadap perubahan sistem pengelolaan PTN. Aturan pengganti PP Nomor 60 Tahun 1999 ini sangat mungkin membawa angin segar.

Perguruan tinggi (PT) merupakan badan hukum milik Negara yang bersifat nirlaba. Dengan kata lain, ibarat sebuah perusahaan tentu memiliki kewenangan-kewenangan cukup besar. Dalam sistem otonom, pola manajemen PTN nantinya berubah dari sistem yang birokratis menjadi demokratis. Pimpinan PT tidak lagi bertanggung jawab kepada Menteri atau Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Dirjen Dikti). Namun, kepada Board of Trustess (Majelis Wali Amanat). Sementara di bidang akademik, pimpinan bertanggung jawab kepada senat akademik. Majelis Wali Amanat merupakan organ yang berfungsi mewakili pemerintah dan masyarakat.

Keanggotaannya, terdiri dari unsur menteri, senat akademik, masyarakat; dan Rektor. Anggota Majelis Wali Amanat ini diangkat dan diberhentikan oleh menteri setelah menerima usulan dari senat akademik. Senat akademik adalah badan normatif tertinggi di bidang akademik. Anggotanya, pimpinan PT, dekan, guru besar yang dipilih melalui pemilihan, wakil dosen bukan Guru Besar yang dipilih melalui pemilihan, Kepala Perpustakaan PT dan unsur lain yang ditetapkan oleh senat akademik bersangkutan.

Dengan sistem baru ini, merupakan salah satu bukti wujud kemandiran kampus di era otonomi. Sebelumnya hampir semua diatur pusat dalam hal ini adalah Dirjen Dikti. Mulai dari kurikulum hingga jumlah pembantu rektor saat itu jumlahnya harus seragam, yakni, empat.

Kewenangan PT nantinya cukup besar.

Kewenangan itu antara lain memilih staf akademik sesuai tujuan kelembagaannya, menetapkan kuantitas dan kualitas mahasiswa, merumuskan kurikulum. Selain itu, prioritas penelitian dan pengabdian kepada masyarakat serta memanfaatkan sumber daya secara mandiri.

Untuk mensukseskan program otonomi kampus tersebut, pemerintah telah melakukan pilot project pada empat PTN. Yakni, Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Gajah Mada (UGM). Meski empat PTN tersebut ditunjuk pemerintah pusat, tetapi masing-masing kampus jelas punya strategi dan kewenangan otonom agar tetap survive sesuai dengan potensi dan karakteristiknya.

Demikian juga rencana tiga PTN di Surabaya. Unesa yang berbasic pencetak tenaga edukasi, Unair yang cenderung berpotensi lebih pada ilmu-ilmu sains semisal kedokteran, dan ITS dengan teknologinya, di era otonom mendatang jelas akan semakin tertantang mengoptimalkan dan meningkatkan kualitasnya.

Bagaimana persiapan dan strategi tiga PTN di Surabaya menyongsong era PT berbadan hukum tersebut? Pembantu Rektor IV ITS Ir Mohamad Daniel Rasyid PhD mengatakan, pihaknya siap menerapkan otonomi kampus tersebut. Hingga kini, tim otonomi masih terus bekerja mempersiapkannya.

Karena kampusnya berbasic teknologi, jelas ITS akan menggarapnya dengan harapan punya daya jual yang semakin tinggi sesuai dengan kebutuhan. "PT berbadan hukum itu kan intinya bagaimana mengolah potensi atau modal yang dimiliki agar menghasilkan royalty," jelasnya.

Hanya, kata dia, untuk persiapan itu setidaknya paling lambat memakan waktu dua atau tiga tahun. Sampai saat ini, tim otonomisasi yang terdiri atas pimpinan dan guru besar senior masih membahas secara serius. "Kami jelas butuh waktu. Sebab, ini perubahan total," jelasnya.

Senada dengan pimpinan ITS, Rektor Unesa Prof Drs Toho Cholik Mutohir MA, PhD mengatakan justru salah satu masalah terberat nantinya adalah mengubah kebiasaan dari seluruh sivitas akademika. Betapa tidak, kata dia, bertahun-tahun terbiasa dengan pola kerja yang bersifat birokratik menjadi anggota yang demokratis sekaligus partisipatif. "Unesa perlahan-lahan akan memulai mengubah perilaku itu," katanya.

Soal rencana pengurangan dan pencabutan subsidi, Cholik belum menjelaskan apa kiat konkretnya. Yang jelas, meski tanpa ada pengurangan subsidi dari pemerintah tetapi kalau PTN sudah berbadan hukum tidak akan mampu menanggung semua beban yang ada. Ini, kata dia, kalau Unesa atau PTN lain tidak mengubah manajemen kampus bersangkutan menjadi berwawasan kewirausahaan.

Bagaimana dengan Unair? Pembantu Rektor I Prof Dr dr Puruhito SpB menyatakan Unair kini juga telah mempersiapkan otonomi tersebut. Salah satu potensi kelebihan Unair tidak lain adalah sisi sains-nya. Dia membenarkan, saat ini PTN di luar empat PTN yang menjadi pilot project itu memang tengah berlomba-lomba mempersiapkan diri. "Dengan kata lain dulu-duluan, siapa yang lebih dulu, pemerintah malah lebih senang," jelasnya belum lama ini.

Untuk keperluan persiapan otonomi kampus ini, Unair, ITS dan beberapa PTN lain di Jatim juga sudah banyak melakukan studi banding. Terakhir, akhir Mei lalu, mereka berkunjung ke Jerman atas undangan Deutsche Akademische Austsche Dienst (DAAD). Para rektor telah melakukan road show ke beberapa universitas. Semisal, Universitas Teknik Berlin, Universitas Teknik Ilmenau dan PT lainnya. (hud/sheet)

Berita Terkait