ITS News

Sabtu, 27 April 2024
15 Maret 2005, 12:03

Kebesaran Empat PTN Favorit karena KKN

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

SURABAYA (Media): Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM) menjadi besar dalam waktu 30 tahun ini dinilai tidak lepas dari pengaruh korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Demikian dikatakan oleh Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya (ITS) Soegiono kepada Media, Selasa (24/9). "Keempat PTN itu selama 30 tahun menjadi besar karena tidak lepas dari KKN," kata Soegiono yang juga Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Se-Indonesia itu.

Adanya tuduhan KKN terhadap empat perguruan tinggi negeri (PTN) favorit ini, menurutnya, bisa dibuktikan dengan perbedaan alokasi dana pemerintah yang dikucurkan, yang menunjukkan mereka memperoleh jauh lebih besar dibandingkan dengan PTN lainnya. Soegiono mengatakan, hal itu bisa terjadi karena tidak terlepas dari dominasi alumni keempat PTN tersebut di dalam struktur pemerintahan yang menjadi pejabat strategis.

"Jabatan menteri, direktur jenderal, sampai pejabat di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) kebanyakan adalah alumni keempat PTN tadi." Kondisi seperti ini, menurut Soegiono, tidak dapat dibiarkan terus-menerus.

Rektor ITS mengungkapkan, ketika zamannya Menteri Pendidikan Nasional dijabat Yahya Muhaimin, dirinya pernah memprotes kebijakan pemerintah yang tidak adil tersebut. Namun, oleh pemerintah hal itu dijawab, apabila dana untuk PTN dibagi rata kepada 80 institusi, maka masing-masing hanya mendapatkan bagian kecil.

Sehingga pada akhirnya PTN diyakini tidak akan menghasilkan apa-apa. "Waktu itu saya jawab dengan tegas bahwa anggapan begitu tidak benar dan hanya sebuah mitos."

Apalagi dengan diberinya hak istimewa pada keempat PTN tadi menjadi BHMN pada 2001, oleh Soegiono dinilai menyebabkan PTN di Indonesia Timur berontak. Apalagi, ujarnya, kebijakan itu dinilai telah melakukan kebohongan publik. Pemerintah saat itu, ungkapnya, mengatakan sudah kebijakan itu dibuat sudah berdasarkan konsultasi dengan para rektor PTN se-Indonesia. Padahal konsultasi itu tidak pernah dilakukan. (HS/B-4)

Berita Terkait