ITS News

Jumat, 26 April 2024
15 Maret 2005, 12:03

Kartini, Prestasi Adalah Impiannya

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Tiga mahasiswi ITS, Agustina Rachmawardani, Dewi Puspasari, dan Lilik Anifah, merupakan pemenang pertama untuk kategori LKTI IPA tingkat nasional. Berita ini, tampaknya bisa menepis anggapan bahwa mahasiswi di jurusan teknik tidak dapat berprestasi.

Maklumlah, mahasiswi yang belajar di ITS hanya sekitar 25 persen saja. Tapi, bukan berarti prestasi mereka juga minim. Buktinya, ketiga mahasiswi jurusan Teknik Fisika itu mampu mengangkat nama ITS di tingkat nasional.

Dan mungkin masih banyak lagi mahasiswi yang berprestasi. Baik itu tingkat nasional maupun internasional. Seperti, Fransisca Mayasari, salah satu mahasiswi dari jurusan Teknik Informatika yang sempat wewakili Indonesia dalam Microsoft Asia Student.net di Korea . Atau bahkan tingkat kampus ITS sendiri, seperti Oke Oktavianti, mahasiswi jurusan Fisika yang terpilih sebagai mahasiswa berprestasi tahun 2001 kemarin.

Ini sekali lagi, menunjukkan kalau perjuangan R.A. Kartini tempo dulu tak sia-sia belaka. Meski banyak pujian dan gugatan atas tokoh perjuangan wanita ini (Kompas, 23/4). Kartini dipuji karena beliau dinilai telah memperjuangkan emansipasi wanita. Digugat dengan alasan satu diantaranya, surat yang ditulisnya menimbulkan suatu kemustahilan bahwa seorang gadis berusia 13 tahun, mampu menulis dengan bahasan asing yang baik. Dan tulisan mempunyai nilai sastra yang tinggi.

Namun, terlepas dari itu seorang wanita tetaplah mempunyai perasaan yang peka terhadap lingkungan disekitarnya. Maka tak heran, jika ada pendapat yang mengatakan "Wanita lebih menggunakan perasaan daripada pikirannya". Pendapat ini entah benar atau tidak.Tapi, kenyataannya perasan inilah yang mengelayuti jiwa Kartini. Ketika dirinya merasa dikekang oleh adat istiadat dan agamanya, Kartini mulai memberontak hal itu.

Lantas, seiring dengan berubahnya waktu, timbul kesadaran di diri Kartini kalau apa yang ada di adat istiadatnya dan agamanya, tidak bisa dirubah begitu saja. Tetapi harus dengan usaha yang serius, konsekuen, dan terus menerus. Jadi perasan sensitif itu bisa menjadi keutamaan seorang wanita. Tetapi juga menjadi kelemahannya, tergantung dari pribadi masing-masing wanita.

Mungkin, dari pelajaran hidup seorang Kartini ini. Mahasiswi ITS dapat belajar banyak untuk mengedepankan pikirannya, tanpa meninggalkan perasaannya atau kodratnya. Kalau kedua kunci ini diterapkan dalam melangkahkan kakinya kedepan. Tak bisa dipungkiri lagi, apa yang menjadi impian dari kartini akan terwujud.

Impian itu bisa berwujud berupa prestasi, menjadi pribadi mandiri, dapat berperan serta dalam pembangunan, menjadi mitra dari lawan jenisnya, atau bahkan kelak ketika mempunyai anak dapat memberikan pendidikan yang lebih baik lagi. Serta masih banyak impian lainnya. Tetapi impian akan tetap impian jika tidak direalisasikan. ***

Roma Wibawa
Jurnalis ITS Online

Berita Terkait