Tabuhan rebana dan alunan lagu religi UKM Rebana mengalun memenuhi Grha Sepuluh November. Seperti tahun-tahun sebelumnya, hari pertama aktif kalender akademik selalu dijadikan waktu yang tepat untuk menggelar hajatan silaturahmi.
Sekitar lima ribu sivitas akademika ITS yang terdiri dari dosen, karyawan, serta mahasiswa hadir dalam kesempatan ini. Tak ayal jika terjadi barisan panjang yang dibentuk oleh antrian sivitas menunggu kesempatan sungkem dengan rektor ITS dan jajarannya.
Dalam sambutannya yang sekaligus menjadi penutup kegiatan Ramadhan di Kampus (RDK), Probo sedikit mengurai tentang tradisi halal bihalal di Indonesia. Ia menyebut budaya halal bihalal hanya ada di Indonesia. “Budaya ini berasal dari walisongo yang berusaha menyatukan budaya peninggalan penjajah dan budaya Islam,†tuturnya.
Tradisi yang turun temurun sejak jaman walisongo sampai kini masih terjaga, menurut Probo adalah karena sifat cerdas, amanah, dan kreatif. Sehingga semua umat muslim hendaknya senantiasa menjaga ketiga nilai penting tersebut.
Senada dengan rektor ITS, Prof Dr Yunahar Ilyas Lc MAg, Ketua PP Muhammadiyah yang menggantikan Din Syamsudin, juga turut mengurai makna Hari Idul Fitri dan tradisi halal bihalal. “Setelah kita melalui bulan Ramadhan dan merayakan Idul Fitri, bukan berarti perjalanan sudah selesai,†tandas Yunahar mengawali tausiahnya.
Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini mengumpamakan manusia adalah sebuah pesawat yang akan take off. Selama bulan Ramadhan, adalah waktu dimana pesawat memacu kecepatan agar bisa terbang dan tinggal landas. Kecepatan yang dipacu tersebut adalah ibadah-ibadah yang kita jalankan, termasuk sedekah. Ketika sudah mencapai Idul Fitri, berarti pesawat sudah berada di atas. “Tapi jangan lalu melakukan pendaratan darurat. Tapi tinggal muamalat-nya, dengan halal bihalal,†sambungnya.
Mengutip kitab suci Alquran Yunahar menyebut, agar manusia bisa segera menuju surga salah satunya dengan mendapatkan ampunan dari sesamanya. “Jika ada seseorang yang menyinggung ataupun menyakiti kita, maka yang kita lakukan ada tiga pilihan,†runut pria paruh baya ini.
Pertama adalah menahan marah. Akan tetapi Yunahar menekankan bahwa tingkatan pertama ini nilainya sangat minimum. Pilihan yang kedua adalah dengan memberi maaf. “Sedang yang ketiga adalah yang lain dari yang lain, yaitu dengan ihsan, membalas dengan kebaikan,†ujar Yunahar. Karena membalas dengan kebaikan derajatnya sangat baik dimata Allah.
Seperti halnya tipe-x yang menghapus coretan di atas sebuah kertas, Yunahar pun mengumpamakan demikian untuk manusia dengan dosanya. “Agar bisa membalas dengan kebaikan, setelah dihapus, buka halaman baru,†tuturnya. (fz/tyz)
Jakarta, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menorehkan prestasi nasional dengan memborong empat penghargaan pada ajang Anugerah
Kampus ITS, ITS News — Sebagai bentuk dukungan terhadap riset energi bersih, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menerima kunjungan
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung