ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
10 Mei 2010, 12:05

Gelar Kuliah Tamu, Bahas Nuklir di Masa Depan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Mereka adalah Dr Syahril, Kepala Pusat Diseminasi IPTEK Nuklir BATAN, yang menyampaikan Sosialisasi Rencana Pembangunan PLTN di Indonesia. Ia dibarengi oleh Dr Setyanto, Kepala Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN.

PLTN menyediakan sebuah alternatif bagi krisis listrik tersebut. Biaya pendirian sebuah PLTN pada awalnya memang mahal, namun untuk tahun-tahun mendatang, biaya produksi sekaligus maintenance jauh lebih murah dibandingkan alternatif lainnya. Harga listrik yang dihasilkan juga lebih murah, yaitu US$ 4,23 sen/KWh, ini harga paling murah bila dibandingkan dengan gas, batubara, bahkan energi hydro dan geotermal,” tegas Syahril.

Menurut Dr Setyanto, PLTN itu bersih.”Dari segi lingkungan dia bersih, tidak mengeluarkan hasil pembakaran ke udara,” ia menjelaskan. Selain itu, sebuah PLTN berkekuatan 1000MWh dapat memasok kebutuhan listrik daerah sekitarnya selama 230 tahun.

Indonesia merupakan tempat yang sangat potensial bagi pendirian sebuah PLTN. Ada banyak lokasi yang memungkinkan, tetapi yang paling memenuhi syarat adalah Babel (Bangka-Belitung). Tanah Babel mengandung kandungan zat radioaktif yang cukup besar. “Yang muncul di permukaan tanah saja sudah melebihi yang terdapat di India, belum lagi yang di lautan,” lanjut Dr Setyanto.

“Sisi keamanan PLTN terus menerus ditingkatkan,” tutur Dr Syahril. PLTN yang dirancang kini sudah jauh melebihi sistem yang ada di Chernobyl dulu. Dari segi desain, peralatan, maupun sistem keselamatan. Reaktor didesain untuk dapat mengontrol sendiri bila daya yang digunakan tiba-tiba meningkat, menggunakan multi instrumen untuk mengukur setiap parameter, dan sistem shut down ketika terjadi kesalahan pada sistem.

Mengenai limbah, Setyanto menjelaskan bahwa limbah dari PLTN sangat kecil. Limbah tersebut pun masih dapat didaur ulang. Sayangnya, Indonesia belum memiliki teknologi tingkat tinggi untuk mengolahnya.Karena itu, alternatif terbaik bagi Indonesia adalah menjual kembali limbah nuklir kepada negara-negara yang dapat mengolah dan menggunakannya kembali, seperti Amerika Serikat. Selebihnya disimpan dalam sebuah kontainer anti-bocor.

“Kami sedang dalam tahap keputusan pemerintah,” Syahril berkata. Kedatangan mereka ke ITS pun tidak lepas dari hal tersebut. Mereka ingin memberikan pengertian yang merata mengenai isu PLTN ini. Mereka juga mengharapkan kerjasama ITS dalam membangun SDM yang mempunyai wawasan cukup mengenai teknologi nuklir dan mempersiapkan mereka untuk berbagai macam maintenance PLTN nantinya. Ini sudah dilakukan oleh BATAN dengan beberapa universitas lain, seperti ITB. (lis/nrf)

Berita Terkait