Satu per satu anak berkebutuhan khusus tersebut mementaskan karyanya di hadapan pengunjung. Karya yang dipentaskan adalah murni tulisan mereka sendiri. Tidak hanya menulis dan bercerita, ada pula anak dengan kepercayaan diri penuh, bernyanyi lepas tanpa beban. Walaupun berkebutuhan khusus, kemampuan mereka tidak jauh berbeda dengan anak normal.
“Sebenarnya mereka memiliki kemampuan yang bagus, tapi terhambat masalah komunikasi. Juga banyak yang tidak PD (Percaya Diri, red),†tutur Putri Abdi, Ketua Panitia WTEC ini.
Bagi mahasiswi yang akrab disapa Putri ini, melalui kegiatan dengan model kompetisi, anak-anak tersebut bisa terpacu untuk bisa percaya diri. Sekaligus bisa melatih kepekaan dalam berkomunikasi dengan orang lain. “Kami menggunakan cara menulis dan bercerita karena dua hal tersebut adalah komponen utama dalam berkomunikasi,†ungkap mahasiswi Jurusan Teknik Kimia ITS.
Dalam kegiatan yang sejatinya merupakan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) ini, tercatat ada 15 peserta dari empat sekolah yang ikut berpartisipasi. Yakni SMP 29 Surabaya, Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC), Yayasan Pembinaan Anak Buta (YPAB) dan Sekolah Pandu Wiyati. “Waktu sosialisasi kebanyakan Sekolah menolak untuk dimasuki, bahkan kami sering hanya diperbolehkan masuk sampai Pos Satpam,†ujarnya.
Banyak hal unik yang dilakukan panitia untuk menyelenggarakan kegiatan ini. Untuk makanan, pembina melarang memakai makanan dari bahan gandum. Hal ini terjadi karena gandum mengandung zat yang ternyata bisa membuat anak lebih hiperaktif. Ada juga anak yang lari ketika melihat blitz kamera. “Bahkan ada yang langsung pingsan saat melihat blitz kamera. Dan tubuh anak itu langsung mengenai tubuhku,†ungkap mahasiswi bertubuh mungil ini.
Tidak hanya unik, ada juga hal mengharukan selama kompetisi ini. Setelah para pemenang diumumkan, salah satu peserta memberikan sebuah testimoni ringan. Namanya Dwi Nova, dia mengucapkan permohonan maaf kepada guru sekolahnya yang turut menemaninya karena tidak bisa menjadi juara I.
“Uang yang saya peroleh juga mau saya serahkan kepada guru BK (Bimbingan Konseling, red) agar bisa dipakai untuk biaya sekolah,†ungkapnya terbata-bata.
Bentuk kegiatan WETC ini adalah wujud keprihatinan Putri dan keempat temannya terhadap anak-anak berkebutuhan khusus. Terlebih orang tua Putri adalah kepala sekolah SMP 29 Surabaya. Sekolah ini adalah salah satu Sekolah Inklusi di Surabaya dimana anak berkebutuhan khusus dan anak normal berada dalam satu sekolah. Di sini, Putri mengamati kondisi anak-anak khusus ini.
“Ternyata ada juga orang tua yang menyembunyikan anaknya. Bahkan dilarang bermain di luar karena dianggap sebagai aib,†kata mahasiswa asli Surabaya ini. Lebih lanjut Putri menambahkan, potensi anak berkebutuhan khusus tidak kalah dengan anak normal. Hanya perlu dibimbing dan pendampingan secara berkelanjutan. (hoe/bah)
Surabaya, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) memperkuat perannya dalam mendorong pendidikan berkelanjutan melalui audiensi bersama Dinas
Kampus ITS, ITS News — Apresiasi mahasiswa yang aktif berorganisasi, Lembaga Pengelola Dana Abadi (LPDA) Institut Teknologi Sepuluh
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) secara resmi
Surabaya, ITS News — Mewujudkan sinergi dengan pemerintah daerah, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyambut positif program Bantuan Biaya