Sejak peraturan kompetisi internasional tersebut diumumkan pada Agustus tahun lalu, tim RI-NHO telah mulai merencanakan konstruksi robotnya. Dimulai dari melakukan berbagai riset terkait dengan teknologi untuk membuat robot hingga merancangnya. Perjuangan mereka pun berlangsung hampir setiap hari tanpa absen.
M Fatkhulloh Arrohman, Pinky Rexa Buana, Zaini Latif, Isa Hafidz serta Moch Wahyu Kurniawan adalah kelima mahasiswa tersebut. Sedangkan Rudy Dikairono, dosen Jurusan Teknik Elektro, menjadi dosen pembimbing mereka.
Uniknya, mereka tidak hanya terdiri dari mahasiswa Jurusan Teknik Elektro yang umumnya menggilai robotik dan elektronika. Diantaranya ada yang berasal dari Jurusan Teknik Mesin. Bahkan ada yang berasal dari jurusan yang tidak ada hubungannya dengan dunia robotik sama sekali, Teknik Geomatika. ”Kami tidak memperdulikan jurusan, yang pasti kita punya hobi dan kecintaan yang sama,” jelas Fatkhul, ketua tim.
Usut punya usut, mereka telah terjun dalam dunia robotik ITS sejak masih menjadi mahasiswa baru. Saat itu, dalam sebuah tim robot terdapat satu tim support yang bertugas untuk membantu. Dengan menjadi tim support itulah mereka mulai belajar merangkai robot. Menurut Fatkhul, penilaian untuk dapat menjadi tim inti juga dilakukan ketika mereka masih menjadi tim support. ”Dosen pembimbing dan tim terdahulu yang menilai kemampuan dari calon tim,” ujarnya.
Dari 13 tim KRI, akan diambil tiga juara dan satu tim pemilik catatan waktu tercepat yang diranking dari seluruh peserta yang ada. Fatkhul menjelaskan bahwa tim RI-NHO mengejar catatan waktu tercepat sehingga menjadi salah satu kandidat untuk tingkat nasional nantinya.
Perjuangan mereka dalam mempersiapkan kompetisi jelas tidak setengah-setengah. Mereka mengerjakan robotnya setiap hari mulai jam lima sore hingga subuh menjelang. Rexa menambahkan bahwa mereka sering tidak mengikuti perkuliahan lantaran terlalu sibuk berkutat dengan robot. ”Kalau kuliah pun juga pasti ngantuk dan ketiduran di kelas,” selorohnya sambil tersenyum.
Saat ini, mereka menargetkan untuk lolos di kancah nasional, baru kemudian menyusun strategi ke kancah internasional. ”Sangat optimis untuk lolos hingga nasional,” tegas Fatkhul berbarengan dengan Rexa saat ditanya seberapa optimis mereka akan menang.
Salah satu hal yang membuat mereka cukup optimis adalah efisiensi gerakan yang mereka terapkan di robotnya. Sejak awal pengerjaan, mereka berlima cenderung sangat teliti dalam membuat robot. Setiap gerakan dari robot tersebut dibuat seefisien mungkin.
Misalnya, dalam gerakan tangan robot kolektor, alternatif tercepat dari gerakan tersebut lah yang mereka program untuk robot. Uji kemampuan robot pun mereka lakukan mulai dari komponen terkecil. ”Setiap selesai satu bagian langsung diprogram, tidak menunggu hingga banyak,” jelas Fatkhul lagi. (fin/izz)
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,
Surabaya, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) memperkuat perannya dalam mendorong pendidikan berkelanjutan melalui audiensi bersama Dinas