Pada umumnya pemanfaatan energi dilakukan dengan mengkonversikan energi dari gerak menjadi listrik pada generator, cahaya menjadi listrik pada sel surya, panas menjadi cahaya pada lampu kawat, maka Isa Albanna ingin memanfaatkan cahaya tetap menjadi cahaya pada Solar Ilumination. Alat ini ditujukan untuk meneruskan cahaya matahari ke dalam ruangan-ruangan yang memiliki banyak sekat.
Jika suatu gedung memiliki banyak ruangan dan setiap ruangan dibatasi oleh sekat, maka akan ada ruangan yang sangat sedikit sekali terkena cahaya matahari saat siang hari. Agar terkena cahaya, lampu harus dinyalakan pada ruangan tersebut. Tentunya hal ini akan menambah pemakaian daya listrik yang berakibat naiknya tagihan listrik.
Di sinilah peran Solar Ilumination. Dengan memanfaatkan cahaya matahari, Isa, demikian mahasiswa tersebut biasa dipanggil, menerangkan bahwa alat ini bisa memberikan penerangan di ruangan yang sedikit terkena cahaya tadi. Tanpa perlu menyalakan lampu yang menggunakan sumber listrik.
Prinsip kerja secara umum dari alat ini adalah berkas cahaya dari luar dikumpulkan dan difokuskan oleh cermin cekung. Kemudian cahaya yang telah difokuskan tadi akan ditransmisikan menggunakan media tertentu dengan teknik pemanduan cahaya hingga sampai ruang yang diinginkan.
Tidak perlu khawatir jika posisi matahari tidak berada pada posisi yang tepat untuk bisa difokuskan, karena sensor LDR yang dipasang siap untuk membuat cermin cekung menyesuaikan pemfokusan cahaya sesuai dengan posisi matahari, yakni dengan merubah sudut kemiringannya.
Karena yang dimanfaatkan oleh alat ini adalah cahaya matahari, alat tersebut hanya bisa berfungsi saat siang hari. Kenapa harus cahaya matahari? Isa memaparkan karena cahaya matahari mempunyai panjang gelombang yang berbeda-beda dan membantu proses kehidupan. "Menyehatkan. Nggak sama dengan cahaya lampu. Coba bandingkan dua warna tumbuhan yang satu kena matahari dan yang lain lampuâ€, ungkap mahasiswa kelahiran Gresik tersebut. Selain itu, cahaya matahari merupakan sumber energi yang tak tergantikan.
Ketika ditemui di Laboratorium Fisika Akustik, Isa menunjukkan alat tersebut. Ukurannya kecil. Namun alat ini masih berupa miniatur, bukan ukuran sebenarnya. Kalau yang sebenarnya jauh lebih besar. “Untuk membuat alat ini, diperlukan pemahaman lintas disiplin ilmu. Tidak hanya Fisika saja, tetapi juga keteknikanâ€, ulas mahasiswa angkatan 2006 tersebut.
Pada saat membuatnya, juga harus memperhatikan Fisika Bangungan. Dalam penggarapan tugas akhirnya tersebut, Isa dibimbing oleh Drs. Suyatno, M.Si dan Gatut Yudhoyono, S.T, M, Si. Pernah juga alat ini dituliskan dalam bentuk gagasan untuk diikutkan di ajang Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM GT). Saat itu karyanya lolos sampai DIKTI.
Isa berharap dengan mengaitkan basic sains dan teknik, alat ini bisa dikembangkannya lagi. “Harapan saya, semoga alat ini bisa dikembangkan lagi dan bisa memberikan tambahan inovasi karya mahasiswaâ€, ungkap Drs Suyatno M Si berharap.(nir/hoe)
Kampus ITS, ITS News — Perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menegaskan perannya dalam memperkuat ekosistem riset kampus
Kampus ITS, ITS News – Ikatan Orang Tua Mahasiswa (Ikoma) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menunjukkan komitmennya dalam mendukung
Nganjuk, ITS News — Tim Pengabdian kepada Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil membangun dan mengimplementasikan Kumbung
Kampus ITS, ITS News – Transparansi informasi merupakan hal yang krusial dalam keberlanjutan sebuah institusi. Berangkat dari inisiasi tersebut,