Hateem pertama kali menginjakkan kakinya di Surabaya pada 2012 silam. Sebagai penerima beasiswa dari Kemitraan Negara Berkembang (KNB), ia pun diwajibkan kursus bahasa Indonesia terlebih dahulu. "Bersama dua teman saya, kami baru terdaftar sebagai mahasiswa di ITS pada 2014," tuturnya.
Awalnya, ia kesulitan beradaptasi dengan budaya dan kondisi lingkungan di Indonesia. Meski begitu, ia mengaku bersyukur karena para dosen dan teman-temannya sangat membantu perihal kegiatan akademik, sehingga Hateem tak merasa kesulitan mengejar materi.
"Dosennya bahkan selalu bersedia menjelaskan ulang kepada saya jika ada materi yang tidak saya mengerti. Saya juga dibantu oleh teman-teman sesama mahasiswa S2 maupun S3," ucap Hateem.
Tak heran, Hateem mampu menyelesaikan studi magisternya hanya dalam waktu tiga semester dari yang umumnya ditempuh empat semester. Dalam tesisnya, ia memaparkan penelitiannya tentang data hiding. Teknologi ini termasuk dalam kategori teknologi keamanan informasi.
"Penelitian saya memungkinkan pengiriman informasi rahasia tanpa diketahui orang lain melalui sebuah data carrier. Isinya dapat berupa gambar maupun suara. Metodenya hampir seluruhnya saya buat sendiri," jelas pria penyuka masakan Padang ini.
Selain kepada dosen dan teman-temannya, Hateem mengaku sangat berterima kasih kepada pihak administratif ITS. Khususnya Rektor ITS Prof Ir Joni Hermana MScES PhD dan ketua UPT Kerjasama dan Hubungan Internasional ITS Maria Anityasari ST ME PhD. Menurut Hateem, mereka secara kontinu memberinya dukungan untuk segera menyelesaikan studinya.
"Mereka turut bahagia saat saya lulus. Itu sebabnya, saya merasa seperti diwisuda di negara asal saya, walaupun saat itu tidak ada keluarga saya yang hadir. Ini membuat saya bangga menjadi lulusan ITS," kata Hateem.
Di samping karena dukungan ITS padanya yang begitu besar, perayaan wisuda di ITS turut meninggalkan kesan menarik bagi Hateem. Sebab, arak-arakan yang menjadi tradisi dalam wisuda ITS ternyata juga menjadi tradisi kelulusan di Yaman. "Saya juga sangat suka dengan toga wisudawan ITS. Apalagi toga yang dipakai rektor dan jajarannya sangat bagus," kenang Hateem.
Cerita bahagianya kala lulus dari ITS pun mendorongnya untuk melanjutkan studi doktoral di kampus yang sama. Meskipun, diakui Hateem, terdapat beberapa tawaran dari negara lain yang datang kepadanya. "Saya menolak tawaran tersebut," ujar pria lulusan Universitas Alemania Yaman ini seraya tersenyum.
Saat ini, Hateem mengaku masih melanjutkan penelitiannya tentang data hiding. Bahkan, salah satu jurnalnya telah dipublikasikan secara internasional. Sehingga, untuk meraih gelar doktor, Hateem hanya harus memiliki satu publikasi internasional lagi. "Saya menargetkan menyelesaikan program doktoral dalam tiga tahun," akunya.
Meski begitu, Hateem mengaku bahwa ITS harus selalu melakukan perbaikan guna mengakomodasi mahasiswa asing yang ingin menempuh pendidikan di Kampus Perjuangan. Salah satunya adalah dengan menambah jumlah kelas internasional yang jumlahnya masih sedikit untuk jenjang S2 dan S3.
Selama ini, menurut Hateem, mayoritas calon mahasiswa asing awalnya pasti bertanya dahulu bahasa apa yang digunakan di universitas tersebut. Jika tak ada kelas internasional yang menggunakan bahasa Inggris, kebanyakan dari mereka akan memilih mundur. .
Hal ini pun berlaku pada beberapa teman Hateem dari Yaman. "ITS harus melihat kenyataan ini dan mencoba membuat lebih banyak kelas internasional. Sebab, saya benar-benar berharap ITS dapat menjadi higher class university dalam waktu dekat," pungkasnya. (ayi/akh)