ITS News

Jumat, 19 Desember 2025
22 Juni 2016, 13:06

Lumpur Lapindo Bisa Dimanfaatkan untuk Limbah Tahu

Oleh : Dadang ITS | | Source : -
Usut punya usut, produksi tahu di Indonesia masih kerap dilakukan dengan teknologi sederhana dalam skala industri rumah tangga atau industri kecil. Keterbatasan teknologi yang digunakan untuk produksi ini ternyata menyebabkan tingginya limbah cair yang dihasilkan.
"Sayangnya, banyak industri yang membuang limbah cair hasil proses pencucian hingga percetakan tahu ini tanpa diolah dahulu sebelum dibuang ke badan air," jelas Novia Astika Hadi Mulyono, mahasiswa Teknik Lingkungan ITS.
Padahal, lanjut Novia, limbah cair tersebut mengandung Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Soild (TSS), dan bahan organik yang sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan pencemaran air. Salah satu teknik pengolahannya adalah melalui koagulasi dan flokulasi. Secara konvensional, proses ini biasanya menggunakan tawas sebagai koagulannya.
"Teknik ini justru menimbulkan limbah lumpur kimia dalam jumlah besar dan biaya operasional yang mahal. Akhirnya banyak penelitian tentang pemanfaatan bahan alami sebagai koagulan," ungkap mahasiswi angkatan 2014 ini.
Selama ini, koagulan alami yang biasa dipakai adalah kelor dan alum. Bersama keempat temannya, Novia kemudian berusaha menemukan koagulan alternatif yang melimpah dan lebih mudah didapatkan. Karena sejatinya koagulan berasal dari aluminium dan besi, mereka kemudian terinspirasi untuk menggunakan lumpur Lapindo. Sebab, lumpur Lapindo mengandung dua zat tersebut.
"Selain itu kami juga terusik karena sudah sepuluh tahun berlalu tapi peristiwa ini belum ada penyelesaiannya. Jadi seharusnya lebih banyak penelitian untuk memanfaatkannya," ujar Novia.
Penelitian guna mengetahui kemampuan lumpur Lapindo pun dilakukan. Mereka pun mulai berproses ke teknis penelitian. Awalnya, lumpur harus dikeringkan, ditumbuk, diayak, dan ditimbang sesuai dosis sebelum akhirnya dicampur dengan limbah cair tahu. Pengadukan secara cepat dan lambat pun dilakukan menggunakan jar test. Ada pula penambahan PAC yang merupakan polimer aluminium sebelum akhirnya diaduk kembali.
"Di akhir kami mengukur BOD, COD, dan TSS air lagi. Hasilnya, COD dan BOD turun sebanyak 16,67 dan 17,08 persen, sedangkan TSS air turun hingga 57,7 persen," ulas mahasiswi asal Malang ini.
Hasil tersebut terbilang menggembirakan. Apalagi pemanfaatan lumpur Lapindo sebagai koagulan ini tak menimbulkan dampak negatif sedikitpun. Selain itu, lumpur Lapindo tak hanya dapat digunakan untuk mengolah limbah tahu, namun juga untuk limbah cair lainnya.
Di akhir, Novia mengaku saat ini timnya sedang berusaha untuk mematenkan hasil penelitian tersebut. Selanjutnya, Ia berharap  lumpur Lapindo benar-benar dapat dimanfaatkan sebagai koagulan alternatif untuk pengolahan limbah cair industri kecil.
"Jika diberi kesempatan, kami juga ingin melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui dosis optimum koagulan lumpur Lapindo ini," pungkasnya. (ayi/akh)

Berita Terkait