ITS News

Sabtu, 20 Desember 2025
11 April 2016, 09:04

Indonesia Perlu Ruang Publik Ramah Anak

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Menurut Baskoro Tedjo, sebenarnya waktu luang anak-anak Indonesia itu banyak. Dalam sehari terdapat 24 jam sedangkan waktu kerjanya yakni sekolah hanya 8 jam. Dalam seminggu pun, lanjutnya, waktu yang terpakai hanya lima hari. "Nah, waktu luang ini jika tidak diberikan stimulus supaya waktu luangnya bisa digunakan dengan baik itu berbahaya," ujar Arsitek kondang lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.

Memang faktanya, waktu luang yang paling disukai semua orang itu adalah dengan tidak melakukan apa-apa. Bahkan di kota-kota besar, ucap Baskoro, orang-orang lebih cenderung hanya berdiam diri di rumah. "Tapi masa seluruh masyarakat Indonesia begitu? Akan jadi kentang nantinya kalo gitu terus," ketusnya. Oleh karena itu, imbuhnya, waktu luang harus segera diberikan solusi.

Sehingga, sambungnya, ini lah tugas para arsitek untuk membentuk masyarakat yang bahagia dan sehat. Arsitek harus bisa menciptakan ruang-ruang yang dapat menstimulasi orang-orang untuk berada di lingkupnya dan menjadi bagian dari itu. "Bisa dengan mengharuskan user-nya begerak, itu sangat bagus, apalagi tipikal orang Indonesia itu suka bermain," jelas peraih doktor di Osaka University ini.

Senada dengan Baskoro, Achmad Tardiyana atau akrab disapa Apep mengutarakan, sulit menarik orang yang semula tidak berkeinginan datang ke ruang-ruang publik. Sehinggu perlu treatment tertentu. "Jadi tidak hanya bermain ke mall, pusat perbelanjaan, dan tempat-tempat lainnya lagi," ucapnya.

Melihat hal itu, Apep menilai penyebabnya adalah karena banyak ruang-ruang yang ada tidak begitu inspiratif dan terkesan pasif. Seharusnya ada berbagai jenis kegiatan yang bisa dilakukan di ruang publik jika ditata dengan baik. "Jika ada revitalisasi, maka orang-orang akan keluar untuk bermain, padahal sebelumnya tidak ada hasrat sama sekali untuk bersinggungan," paparnya.

Kebutuhan masyarakat akan ruang publik yang begitu tinggi semakin mendesak agar transformasi ruang dilakukan. Sebagai contoh di Alun-alun Bandung yang begitu berbeda keramaiannya saat sebelum dan sesudah dibenahi. Ada berbagai kalangan yang turut menikmati dan memanfaatkannya.

Idenya yakni dengan kembali memasukkan gagasan permainan dalam setiap public space yang ada. Sehingga masyarakat akan merasa memiliki ruang tersebut dan turut untuk aktif memeliharanya. "Adanya unsur play diharapkan bakal ada pengawasan dari penggunanya. Karena jika mengharap pemerintah saja sulit," tutur Apep. (owi/mis)

Berita Terkait